Rabu, 28 Desember 2011

6 PERTANYAAN

Suatu hari, Imam Al Ghozali berkumpul dengan murid-muridnya. Lalu Imam Al Ghozali mengajukan 6 pertanyaan.

Pertama,"Apa yang paling dekat dengan diri kita di dunia ini?".

Murid-muridnya ada yang menjawab orang tua, guru, teman,dan kerabatnya. Imam Ghozali menjelaskan semua jawaban itu benar. tetapi yang paling dekat dengan kita adalah "MATI". Sebab itu sudah janji Allah SWT bahwa setiap yang bernyawa pasti akan mati. (Ali Imran 185)

Pertanyaan kedua "Apa yang paling jauh dari diri kita di dunia ini?".

Murid -muridnya ada yang menjawab negara Cina, bulan, matahari, dan bintang-bintang. Lalu Imam Ghozali menjelaskan bahwa semua jawaban yang mereka berikan adalah benar. Tapi yang paling benar adalah MASA LALU. Bagaimanapun kita, apapun kendaraan kita, tetap kita tidak bisa kembali ke masa lalu. Oleh sebab itu kita harus menjaga hari ini dan hari-hari yang akan datang dengan perbuatan yang sesuai dengan ajaran Agama.

Pertanyaan yang ke tiga. "Apa yang paling besar di dunia ini?".

Murid-muridnya ada yang menjawah gunung, bumi,dan matahari. Semua jawaban itu benar kata Imam Ghozali. Tapi yang paling besar dari yang ada di dunia ini adalah "NAFSU" (Al
A'Raf 179). وَلَقَدْ ذَرَأْنَا لِجَهَنَّمَ كَثِيراً مِّنَ الْجِنِّ وَالإِنسِ لَهُمْ قُلُوبٌ لاَّ يَفْقَهُونَ بِهَا وَلَهُمْ أَعْيُنٌ لاَّ يُبْصِرُونَ بِهَا وَلَهُمْ آذَانٌ لاَّ يَسْمَعُونَ بِهَا أُوْلَـئِكَ كَالأَنْعَامِ بَلْ هُمْ أَضَلُّ أُوْلَـئِكَ هُمُ الْغَافِلُونَ
179. Dan sesungguhnya Kami jadikan untuk (isi neraka Jahannam) kebanyakan dari jin dan manusia, mereka mempunyai hati, tetapi tidak dipergunakannya untuk memahami (ayat-ayat Allah) dan mereka mempunyai mata (tetapi) tidak dipergunakannya untuk melihat (tanda-tanda kekuasaan Allah), dan mereka mempunyai telinga (tetapi) tidak dipergunakannya untuk mendengar (ayat-ayat Allah). Mereka itu sebagai binatang ternak, bahkan mereka lebih sesat lagi. Mereka itulah orang-orang yang lalai.
Maka kita harus hati-hati dengan nafsu kita, jangan sampai nafsu membawa kita ke neraka.

Pertanyaan ke empat adalah, "Apa yang paling berat di dunia ini?".

Ada yang menjawab baja, besi, dan gajah. Semua jawaban itu benar, kata Imam Ghozali. Tapi yang paling berat adalah "memegang AMANAH" (Al Ahzab 72). Tumbuh-tumbuhan, binatang, gunung, dan malaikat semua tidak mampu ketika Allah SWT meminta mereka untuk menjadi kalifah (pemimpin) di dunia ini.Tetapi manusia dengan sombongnya menyanggupi permintaan Allah SWT,sehingga banyak dari manusia masuk ke neraka karena ia tidak bisa memegang amanahnya.

Pertanyaan yang ke lima adalah, "Apa yang paling ringan di dunia ini?".

Ada yang menjawab kapas, angin, debu, dan daun-daunan. Semua itu benar kata Imam Ghozali. Tapi yang paling ringan di dunia ini adalah MENINGGALKAN SHOLAT. Gara-gara pekerjaan kita tinggalkan sholat, gara-gara meeting kita tinggalkan sholat.


Lantas pertanyaan ke enam adalah, "Apakah yang paling tajam di dunia ini?".

Murid-muridnya menjawab dengan serentak, pedang... Benar kata Imam Ghozali. Tapi yang paling tajam adalah "LIDAH MANUSIA". Karena melalui lidah, Manusia dengan gampangnya menyakiti hati dan
melukai perasaan saudaranya sendiri.

Jumat, 21 Oktober 2011

Napas Bayi Berbunyi Saat Tidur, Berbahayakah?

Ketika tidur napas bayi mengeluarkan bunyi "grok...grok...grok", tentunya bisa membuat Mama khawatir. Benarkah ruangan ber-AC jadi pemicu?

Menurut dr. PurnamaWATI S. Pujiarto, Sp.AK, MMPed, napas bayi yang berbunyi saat tidur bukanlah kondisi berbahaya dan biasanya disebabkan alergi. Alergi adalah kondisi saat sistem imun tubuh bereaksi terhadap hal tidak berbahaya (debu, serbuk bunga, atau makanan).

Alergi bisa mengenai berbagai bagian tubuh, seperti saluran napas atas (hidung pilek, bersin), mata (mata merah, berair, dan gatal), dan kulit (eksim, biduran). Jika alergi mengenai saluran napas bawah, terjadi penyempitan saluran napas alias asma.

Udara dingin bisa menyebabkan iritasi dan pembengkakan di saluran napas; terlebih jika udaranya kering seperti udara di ruangan ber-AC. Asap tembakau dan polusi juga jadi faktor pencetus.

Penanganan utamanya adalah:
Kenali pencetus dan sedapat mungkin hindarilah.
Berikan ASI dan hanya ASI selama enam bulan pertama (ASI dilanjutkan sampai anak berusia dua tahun atau lebih). Kalau Anda memberi susu formula sejak dini, Anda justru memperkenalkan protein asing (protein non manusia) pada anak dan hal ini akan merangsang sistem imun anak, sehingga terjadi reaksi alergi.
Bijaklah menggunakan antibiotika. Penelitian membuktikan, pemberian antibiotika sejak usia dini bisa melipatgandakan risiko alergi dan asma ketika anak berusia enam tahun.
Pantau kondisi anak. Selama anak tidak sesak (frekuensi napas lebih dari 40 kali per menit), jangan cemas. Lebih seringlah Anda memberi minuman, serta biarkan ia menghirup uap panas (agar lendir tidak mengental). Bila perlu, berikan larutan garam fisiologis steril sebagai tetes hitung. Dan, jangan ada yang merokok di dekat anak, ya.

Obat Sakit Perut Yang Mujarab

MENGENAL PENYEBAB SAKIT PERUT

Sakit perut biasanya sering terjadi waktu musim pancaroba. Musim pancaroba adalah musim peralihan dari musim panas ke musim hujan atau sebaliknya. Kita membedakan musim pancaroba ini menjadi dua yaitu pancaroba dari panas ke musim hujan dan pancaroba peralihan dari musim hujan ke musim panas.

Nah, kita bisa tahu bahwa dulu bulan dengan akhiran ber – ber – ber itu musim hujan, contohnya yah oktober, november, september dan desember ! (sekarang kadang kita bingung menentukan musim karena perubahan cuaca yang tidak lagi dapat diprediksikan)
Nah, oleh sebab itulah kita harus menjaga daya tahan tubuh kita sebaik-baiknya. Mengapa ? Karena di televisi banyak iklan obat batuk, obat pilek, dan obat maag ! Artinya musim ini akan banyak orang kena flu, batuk, pilek, dan juga sakit perut !

Pertanyaannya, mengapa pada musim pancaroba ini banyak orang sakit ?

Di musim pancaroba suhu udara sering berubah-ubah, tiba-tiba panas, dingin, lembab, dan se bagainya. Apalagi jika disertai dengan angin kencang ! Perubahan udara dan temperatur sedikit banyak berpengaruh pada tubuh, karena tubuh kita otomatis akan berusaha keras menyesuaikan dengan temperatur sekitar. Saat itu pula daya tahan tubuh kita berkurang. Nah, Temperatur yang berubah-ubah ini akan memacu virus dan bakteri untuk lebih cepat berkembang biak.

Salah satu proses yang berperan adalah keadaan di musim pancaroba yang sering menyebabkan hujan yang tidak merata. Di satu tempat hujan sementara di tempat lain panas dan dipenuhi debu. Bakteri dan virus yang tumbuh subur di diebu dan kotoroan ini akan ditiup angin kesana kemari, nempel di tubuh kita, tubuh teman kerja kita, nempel di nasi goreng yang kita makan, ataupun di paha bebek warung langganan kita ! Begitu kita telan makanan yang sudah dihinggapi bakteri ataupun virus tadi, empat atau delapan jam kemudian perut kita mulai mengirimkan sinyal – sinyal ke otak kita ! Masalahnya apa benar penyebabnya adalah kuman tadi ? Ini adalah pertanyaan pertama untuk mencari tahu obat yang tepat untuk sakit perut kita !
Karena yang nulis artikel kesehatan ini bukan seorang dokter tetapi seorang blogger maka tidak ada bukti ilmiah atau medisnya melainkan berdasarkan pengalaman pribadinya.

Ketika perut saya sakit, kecurigaan pertama penyebabnya adalah maag alias lambung. Saya mulai memeriksa kembali jam makan saya, pagi tadi makan jam berapa, siang tadi jam berapa, dan terakhir kapan. Kalau waktu makan saya “seperti biasanya” saya mundur satu hari lagi. Kemarin malam makan jam berapa, siangnya, dan paginya. Soalnya biasanya kalo dua hari saya tidak makan dengan teratur, pasti hari berikutnya langsung kumat penyakit maag ini.

Sebagai pengobatan pertama, saya akan minum obat maag ini setengah jam sebelum makan dan satu jam setelah makan. Patokan saya dua kali jam makan, boleh makan pagi dan makan siang atau jam makan siang dan jam makan malam. Jika tidak kunjung membaik, berarti bukan asam lambung saya penyebab nyeri di perut ini. Obat maag yang biasa saya konsumsi mylanta tablet dan promag. Saya lebih suka obat maag berbentuk tablet karena praktis dibawa dan lebih murah harganya. Tapi kalo ngomong masalah manjur-manjuran, mylanta cair jauh lebih mujarab ! Oh iya...buat teman-teman yang gak terbiasa minum obat maag tablet. Cara minumnya bukan ditelan sama air putih tetapi dikunyah. Enak kok rasanya, pedes-pedes mint gitu loh!
Nah, ngomong – ngomong masalah nyeri ini, saya menyimpulkan kalo sakit perut itu dibagi menjadi empat macam.

Pertama, sakit perut disertai dengan tidur di kamar mandi ! Sakit perut jenis ini bikin celana dalam basah, dan tagihan PDAM melonjak ! Perut mules, isinya penuh tapi begitu dikeluarkan cuman bunyi “creet!” berwarna coklat dan berbentuk encer ! Jenis sakit perut ini bikin keki...apalagi jika terjadi di malam hari !

Kedua, sakit perut tapi gak bisa buang air besar ! Ha...ha...ha....mencret terus gak enak, gak dibuang juga gak enak ! Repot...repot ! Nah, biasanya penyakit gak bisa buang air besar ini karena kurangnya konsumsi makanan berserat ! Gampang kok obatnya, segera pergi ke pasar lalu beli papaya atau kates satu buah dan makan ! Biar tambah maknyuss, jangan lupa tambah air kelapa muda (degan ijo) satu buah ! Karena saya tahu kalau kalium kita turun, salah satu gejalanya adalah tidak bisa buang air besar ! Kalau gak suka obat alami seperti yang saya sarankan tadi, langsung aja pergi ke apotek dan beli obat pencahar.
Kalo gak salah mereknya Dulcolax, tinggal pilih mau yang ditelan atau yang dimasukkan ke lobang pantat kita ! Yah, mau cepet ya pake yang cara soto mi (baca sodomi).
Penyakit perut disebabkan oleh berkurangnya lapisan pelindung usus dan lambung. Sehingga asam yg di produksi oleh tubuh kita langsung mengenai usus danlambung kita, akibatnya perut kita sakit ato kita merasa kembung. Pada beberapa kasus, bahkan terjadi pendarahan hebat pada usus dan lambung. Sehingga banyak orang bilang ususnya luka atau ususnya bolong. Padalah usus memiliki kemampuan recovery yg sangat hebat. (Inilah kekuasaan Allah).

Ketiga, sakit perut pada saat haid (kalo ini, maaf terus terang saya belum pernah ngalamin karena biasanya sakit perut jenis ini hanya dialami oleh kaum wanita, kalo ada laki-laki yang pernah ngalamin, tolong email saya ya, LOL).
Keempat, sakit perut yang disebabkan oleh hal-hal lain misalnya kena tonjok, kena tendang, makan beling atau akibat gaib (untuk bagian ini, akan dibahas dalam artikel yang lain aja, tetap stay at www.zonaunik.com ya).

OBAT ALTERNATIF YANG SANGAT MUJARAB

1. Ambil segelas air putih biasa (tidak dingin dan tidak juga panas)
2. Masukkan 3 sendok makan Tepung SAGU.
3. (Optional / boleh tidak, boleh juga iya) Masukkan gula jawa (Sesuai Selera)
4. (Optional / boleh tidak, boleh juga iya) Masukkan garam sesuai selera, untuk penyedap saja.
5. Minum deh. (Simpel Buangeeeeeeeeet ya)

Jangan di campur apa2 dulu, karena saya kawatir campuran lainnya bisa menyebabkan iritasi pada lambung dan usus. Setelah meminum resep ini di jamin semua gangguan perut yg ada didunia ini hilang. Perut terasa lega dan bisa buang angin dengan tenang, tanpa was-was akan keluar kotorannya juga Hal ini disebabkan karena SAGU yg kita minum mampu melindungi usus dan lambung kita dari asam lambung yg berasal Dari tubuh kita sendiri.

Penyakit yg mungkin bisa disembuhkan:

1. Perut Kembung (orang bilang kena angin duduk)
2. Mencret
3. Buang Air Besar dengan darah.
4. Muntah2
5. Semua gangguan perut.

Setahu saya banyak orang yg meninggal karena penyakit yg gejalanya mirip dengan penyakit saya. Saya jg tahu kebanyakan orang frustasi karena sudah berobat ke banyak dokter tapi tidak sembuh2. Kalo ada di antara anggota milis yg sudah mencoba resep saya dan ternyata sembuh, tolong komentar ke www.zonaunik.com ya. Supaya makin banyak orang yg tahu. Dengan demikian makin banyak orang yg bisa diselamatkan dan di sembuhkan.

http://www.zonaunik.com/2011/10/obat-sakit-perut-yang-mujarab.htm

Minggu, 16 Oktober 2011

Do It Before Tomorrow Comes

If you’re mad with someone,and nobody’s there to fix the situation…You fix it .
Maybe today, that person still wants to be your friend .
And if u don’t, tomorrow can be too late .

If you’re in love with somebody ,but that person doesn’t know… tell her/him.
Maybe today, that person is also in love with you .
And if you don’t say it,tomorrow can be too late .

If you really want to kiss somebody… kiss her/him.
Maybe that person wants a kiss from you, too .
And if you don’t kiss her/him today, tomorrow can be too late .

If you still love a person that you think has forgotten you… tell her/him.
Maybe that person have always loved you.
And if you don’t tell her/him today , tomorrow can be too late.

If you need a hug of someone…ask her/him for it.
Maybe they need it more than you do.
And if you don’t ask for it today, tomorrow can be too late.

If you really have friends who you appreciate… tell them.
Maybe they appreciate you as well.
That if you don’t and they leave or go far away today , tomorrow can be too late.

If you love your parents, and never had the chance to show them…do it .
Maybe you have them there to show them how you feel.
That if you don’t and they leave today , then tomorrow can be too late.

Makanan yang Mencerdaskan Otak pada Masa "Golden Years"

shutterstock
Anak-anak butuh asupan makanan yang tepat dan seimbang guna menjamin pertumbuhan fisik dan otak yang optimal.

KOMPAS.com — Penting untuk diketahui setiap orangtua, bahwa proses perkembangan dan pertumbuhan otak anak dimulai sejak ia masih dalam kandungan, hingga anak berusia 3 tahun. Pada masa-masa inilah sel-sel saraf otak berkembang amat pesat. Jika pada masa ini bayi tidak mendapatkan kebutuhan gizinya, kekurangannya tak akan bisa dipenuhi lagi di kemudian hari. Karena itu, penting untuk bisa memenuhi kebutuhan nutrisi seimbang di usia ini.

Perlu diketahui, ada dua tahap masa golden years anak: pertama, sejak konsepsi hingga bayi berusia 9 bulan dalam kandungan. Kesehatan bayi berada dalam kondisi optimal baru bisa terdeteksi langsung setelah kelahiran, yang ditandai dengan berat lahir normal, Inisiasi Menyusu Dini (anak langsung mencari puting ibu), dan anak menangis. Kedua, dihitung sejak kelahiran bayi hingga 2 tahun.

Ketika anak lahir, otaknya baru mencapai perkembangan 60 persen, dan ketika ia mencapai 2 tahun, otaknya baru mencapai 80 persen. Makin ia berkembang hingga 14-15 tahun, otaknya mencapai perkembangan hingga 90 persen. Tentunya ini diketahui dengan membandingkan kemajuan fisik dan kemampuan anak sesuai tabel pertumbuhan anak. Untuk bisa mencapai potensi optimal otak dan pertumbuhan fisiknya, diperlukan nutrisi tepat dan seimbang, juga stimulasi untuk otak.

Asupan anak untuk periode usia emas kedua merupakan hal yang krusial untuk anak. Diperlukan kemauan dan kerja keras orangtua untuk memastikan si kecil mendapat nutrisi tepat dan seimbang tersebut. Apa saja yang dibutuhkan?

Makanan yang terbaik dan tepat untuk bayi berumur 0-6 bulan adalah ASI. Bayi usia 6 bulan bisa diperkenalkan kepada makanan padat sesuai kemampuan dan umurnya. Misal, nasi tim, sari buah, dan lainnya. Makin beragam jenis makanan yang diperkenalkan pada anak, makin variatif menunya, makin baik dampaknya kepada pemenuhan zat gizinya.

Pertumbuhan yang cepat pada usia balita memerlukan penambahan konsumsi zat pembangun (bahan makanan mengandung protein) dan pengatur (bahan makanan mengandung vitamin dan mineral). Bertambahnya aktivitas memerlukan penambahan bahan sumber tenaga (bahan makanan mengandung karbohidrat dan lemak). Pertumbuhan mental memerlukan lebih banyak zat pembangun, terutama untuk pertumbuhan sel-sel otak yang sangat cepat.

Ir Marzuki Iskandar, MTP, dari Persatuan Ahli Gizi Indonesia mengatakan bahwa karbohidrat harus memenuhi 55-60 persen, sementara protein 15-20 persen, lemak 25-30 persen, dan sisanya vitamin. Karbohidrat bisa didapatkan melalui bahan makanan seperti umbi-umbian, jagung, dan gandum. Sementara protein hewani dan nabati bisa didapat dari ikan, kacang kedelai (tahu dan tempe), susu, dan keju. Lemak yang berasal dari hewani dan nabati juga penting untuk dipenuhi lewat sumber lemak esensial yang juga dikenal sebagai lemak cerdas (DHA, AA, Omega-3, dan Omega-6). Vitamin bisa didapat dari buah dan sayur, juga sinar matahari pagi hari, demikian disampaikan Ir Marzuki dalam seminar "Brain Food untuk Masa Golden Years", Jumat (24/7) di Jakarta.

Makanan apa yang terbaik untuk otak yang harus terpenuhi? Ir Marzuki, yang biasa disapa Pak Uki, menjabarkan, untuk Omega-3, bisa didapat dari labu parang, minyak biji kapas, dan kacang-kacangan. Sementara untuk Omega-6 bisa didapat dari jagung, biji bunga matahari, biji wijen, dan susu pertumbuhan yang diperkaya dengan lemak esensial tadi. Sementara untuk DHA bisa didapatkan melalui salmon, makarel, herring, sardin, tuna, minyak wijen, lemon, minyak biji bunga matahari, kenari, zaitun, dan lain-lainnya.

Makanan terbaik untuk protein otak adalah tyrosine dan tryptophan yang bertugas sebagai penyampai pesan ke otak dan pengolah pesannya. Bahan ini bisa didapatkan dari telur, susu pertumbuhan yang sudah diperkaya kedua hal ini, ikan-ikanan, daging putih (daging unggas), daging merah, dan biji-bijian seperti kacang serta hasil olahannya (tempe, tahu, dan oncom).

Pak Uki juga menyatakan akan pentingnya 9 mineral kunci kekuatan mental, yakni zat besi, magnesium, fosfor, mangan, sodium, potasium, kalsium, seng, dan boron. Zat ini menjamin pesan otak mengalir lancar ke seluruh sistem saraf dan otak. Tujuh vitamin yang juga sangat penting bagi otak adalah; vitamin B1, B2, B3, B5, B6, dan biotin, ditambah vitamin C.

Jangan lupakan juga fungsi sayuran. Warna pada sayuran bisa mengisyaratkan kandungannya. Warna-warni makanan memiliki kandungan zat gizi yang penting bagi kesehatan otak, seperti:
*Paprika merah, kaya akan beta karoten.
*Bawang bombay, warna kuningnya dari antoxantin, pelindung kuat terhadap kerusakan akibat radikal bebas.
*Brokoli, kaya akan beta karoten yang juga ada di dalam wortel.
*Bit, warna ungunya disebabkan karena antosianid, yang melindungi membran otak.
*Tomat, warna oranye kemerahannya menandakan antioksidan likopen yang kuat untuk melindungi membran otak.
*Wortel, warna jingganya berasal dari beta karoten, mineral kalsium, magnesium, dan zat besi.
*Alpukat, mengandung beta karoten, vitamin C, dan vitamin E. Buah ini juga mengandung lemak tidak jenuh.
*Jambu biji, sumber vitamin C tinggi.
*Pepaya, vitamin C yang tinggi dan enzim papain untuk mencerna protein.

Perlu diingat juga, diperlukan variasi untuk memberikan makanan kepada anak-anak. Selain karena anak-anak bisa bosan dengan makanan yang sama berulang-ulang, variasi pun memperkaya vitamin dan gizi yang diasup anak. Salah satu asupan yang tak boleh terlupakan pula adalah air, untuk memastikan bahwa makanan terproses dan menghantarkan zat-zat penting tadi ke seluruh tubuh.

Ketika Cinta Terurai Menjadi Perbuatan

Kulitnya hitam. Wajahnya jelek. Usianya tua.
Waktu pertama kali masuk ke rumah wanita itu, hampir saja ia percaya kalau ia berada di rumah hantu. Lelaki kaya dan tampan itu sejenak ragu kembali. Sanggupkah ia menjalani keputusannya? Tapi ia segera kembali pada tekadnya. Ia sudah memutuskan untuk menikahi dan mencintai perempuan itu. Apapun resikonya.

Suatu saat perempuan itu berkata padanya, "Ini emas-emasku yang sudah lama kutabung, pakailah ini untuk mencari wanita idamanmu, aku hanya membutuhkan status bahwa aku pernah menikah dan menjadi seorang istri."
Tapi lelaki itu malah menjawab, "Aku sudah memutuskan untuk mencintaimu. Aku takkan menikah lagi."

Semua orang terheran-heran. Keluarga itu tetap utuh sepanjang hidup mereka. Bahkan mereka dikaruniai anak-anak dengan kecantikan dan ketampanan yang luar biasa. Bertahun-tahun kemudian orang-orang menanyakan rahasia ini padanya. Lelaki itu menjawab enteng, "Aku memutuskan untuk mencintainya. Aku berusaha melakukan yang terbaik. Tapi perempuan itu melakukan semua kebaikan yang bisa ia lakukan untukku. Sampai aku bahkan tak pernah merasakan kulit hitam dan wajah jeleknya dalam kesadaranku. Yang kurasakan adalah kenyamanan jiwa yang melupakan aku pada fisik."

Begitulah cinta ketika ia terurai jadi perbuatan. Ukuran integritas cinta adalah ketika ia bersemi dalam hati... terkembang dalam kata... terurai dalam perbuatan...

Kalau hanya berhenti dalam hati, itu cinta yang lemah dan tidak berdaya.
Kalau hanya berhenti dalam kata, itu cinta yang disertai dengan kepalsuan
dan tidak nyata...

Kalau cinta sudah terurai jadi perbuatan, cinta itu sempurna seperti pohon;
akarnya terhunjam dalam hati, batangnya tegak dalam kata, buahnya menjumbai dalam perbuatan.
Persis seperti iman, terpatri dalam hati, terucap dalam lisan, dan dibuktikan oleh perbuatan.

Semakin dalam kita merenungi makna cinta, semakin kita temukan fakta besar ini, bahwa cinta hanya kuat ketika ia datang dari pribadi yang kuat, bahwa integritas cinta hanya mungkin lahir dari pribadi yang juga punya integritas. Karena cinta adalah keinginan baik kepada orang yang kita cintai yang harus menampak setiap saat sepanjang kebersamaan.

Rahasia dari sebuah hubungan yang sukses bertahan dalam waktu lama adalah pembuktian cinta terus menerus. Yang dilakukan para pecinta sejati disini adalah memberi tanpa henti. Hubungan bertahan lama bukan karena perasaan cinta yang bersemi di dalam hati, tapi karena kebaikan tiada henti yang dilahirkan oleh perasaan cinta itu. Seperti lelaki itu, yang terus membahagiakan istrinya, begitu ia memutuskan untuk mencintainya. Dan istrinya, yang terus menerus melahirkan kebajikan dari cinta tanpa henti.

Cinta yang tidak terurai jadi perbuatan adalah jawaban atas angka-angka perceraian yang semakin menganga lebar dalam masyarakat kita

Dudung Abdussomad Toha

Rasulullah Menyuruh Kita Bersikap Ramah

Rasulullah SAW bersabda, "Orang beriman itu bersikap ramah dan tidak ada kebaikan bagi seorang yang tidak bersikap ramah. Dan sebaik-baik manusia adalah orang yang paling bermanfaat bagi manusia." (HR Thabrani dan Daruquthni, dari Jabir RA).

Hadis di atas kembali mengingatkan jati diri kemanusiaan kita agar selalu bersikap ramah dalam berinteraksi sosial di antara sesama. Suatu sikap yang dalam satu bulan terakhir ini menjadi pertanyaan kita semua, khususnya menyangkut sikap kita sebagai manusia untuk menghargai hak-hak kemanusiaan sesama.

Aksi bom bunuh diri di Gereja Bethel Injil Sepenuh (GBIS), Kepunton, Solo, (25/9) lalu merajalelanya korupsi di berbagai bidang dan pelbagai kerusuhan yang menjurus konflik SARA seperti kasus di Ambon beberapa waktu lalu, makin menguatkan bahwa kita mulai tidak ramah dengan nilai-nilai kemanusian dan kemajemukan. Kita mulai tidak acuh dan tak ramah dalam mengawal bumi pertiwi yang kita cinta ini.

Bila melihat hadis di atas, sangat jelas dan tegas bahwa objek yang dituju dari hadis tersebut adalah "orang beriman". Jadi, sikap keramahan itu menjadi satu hal yang mutlak harus diintegrasikan dalam diri orang yang beriman. Artinya, kualitas keimanan seseorang itu salah satunya bisa diukur dari seberapa jauh ia sebagai seorang mukmin dalam kehidupan sosialnya itu melaksanakan "keramahan" kemanusiaannya (baca menghargai dan menghormati).

Praksisnya, bila orang beriman itu hidup dalam kemajemukan, maka ia bisa menghargai dan menerima segala perbedaan. Bila ia seorang pejabat, maka ia bisa menyuarakan dan amanah pada aspirasi rakyatnya. Dan bila ia seorang pemimpin, maka ia bisa menyalurkan segala energi kepemimpinannya untuk mewujudkan kemakmuran rakyatnya.

Implementasi wujud keramahan tersebut menjadi hal paling esensial, mengingat hakikat orang beriman itu tidak hanya pandai melafalkan sumpah tertentu, akan tetapi yang lebih penting dari itu adalah wujud konkret tindakannya di masyarakat. "Al-imanu tashdiiqun bil qalbi, wa ikrarun bil lisan, wa a'malun bil arkan" (orang beriman itu tidak hanya membenarkan dalam hati, dan mengikrarkan di lisan, tapi lebih dari itu adalah melaksanakan dalam bentuk perbuatan).

Dengan memperhatikan esensi orang beriman ini, maka kalimat berikutnya dari hadis tersebut sangat kontekstual, bahwa sebaik-baik manusia adalah orang yang paling bermanfaat bagi manusia lainnya. Artinya, keberadaan kita sebagai manusia (dalam posisi apa pun) akan sangat ditentukan seberapa jauh kita bisa memberi manfaat bagi sekelilingnya. Kalau prinsip ini dijadikan pegangan utama, maka tentu tidak ada namanya anasir-anasir tindakan merendahkan kemanusiaan yang muncul di hati.

Tidak ada namanya "kezaliman struktural" manakala kita diberi amanah menjalankan kekuasaan. Tak ada namanya ketakutan akan turunnya pencitraan ketika kita senantiasa berpegang pada kebenaran. Semua tindakan akan tersubordinasikan untuk meraih tujuan hakiki orang beriman, yaitu rida Allah SWT. Semoga Allah senantiasa memberi hidayah kepada kita semua untuk selalu berada pada garis kebenaran-Nya, sampai kita semua menghadap-Nya dengan husnul khatimah. Amin ya Rabbal 'alamin.


Oleh Ida Fauziyah
Tulisan ini telah dimuat di Republika cetak dengan judul Manusia paripurna
http://www.republika.co.id/berita/dunia-islam/hikmah/11/10/06/lsme9u-rasulullah-menyuruh-kita-bersikap-ramah

Dibalik Daun-daun yang Berserakan

Dahulu, di sebuah kota di Madura, ada seorang nenek penjual bunga cempaka. Ia menjual bunganya di pasar setelah berjalan kaki cukup jauh. Usai berjualan, Ia pergi ke Masjid Agung di kota itu. Ia berwudu, masuk masjid, dan shalat Dhuhur.

Setelah membaca wirid dan doa sekadarnya, nenek tersebut keluar masjid, lalu membungkuk-bungkuk di halaman. Ia mengumpulkan dedaunan yang berceceraan. Selembar demi selembar dikaisnya, tidak satu lembar pun ia lewatkan.

Tentu saja perlu waktu lama untuk membersihkan halaman masjid dari dedaunan yang jatuh dari pohon dengan cara seperti itu. Padahal, jika tengah hari, sengatan matahari di Madura sungguh menyengat. Keringat pun mengucur dari tubuh yang kurus dan mulai rapuh itu.

Banyak pengunjung masjid yang merasa iba kepadanya. Hingga suatu hari, takmir masjid memutuskan untuk membersihkan dedaunan itu sebelum si nenek datang. Pada hari itu, ia datang dan langsung masuk masjid. Usai menunaikan shalat, ketika hendak melakukan pekerjaan rutinnya, ia terkejut.

Tidak ada satu pun daun terserak di situ. Ia kembali lagi ke masjid dan lalu menangis. Ia mempertanyakan mengapa daun-daun itu sudah disapukan sebelum kedatangannya. Orang-orang pun menjelaskan bahwa mereka kasihan kepadanya. "Jika kalian kasihan kepadaku," kata nenek itu, "berikan aku kesempatan untuk membersihkannya."

Singkat cerita, nenek itu dibiarkan mengumpulkan daun-daun yang berserakan seperti biasa. Seorang kiai yang terhormat diminta untuk menanyakan kepada perempuan tua itu mengapa ia begitu bersemangat membersihkan daun-daun di halaman masjid.

Ia pun mau menjelaskan sebabnya dengan dua syarat; pertama, hanya Pak Kiai yang mendengarkan rahasianya; kedua, rahasia itu tidak boleh disebarkan ketika ia masih hidup. Sekarang, ia sudah meninggal, dan kita bisa mendengarkan rahasia itu.

"Saya ini perempuan bodoh, Pak Kiai," tuturnya. "Saya tahu amal-amal saya yang kecil itu mungkin juga tidak benar saya jalankan. Saya tidak mungkin selamat pada hari kiamat tanpa syafaat Kanjeng Rasulullah.

Setiap kali saya mengambil selembar daun, saya ucapkan satu shalawat kepada Rasulullah. Kelak jika saya mati, saya ingin Kanjeng Nabi menjemput saya. Biarlah semua daun itu bersaksi bahwa saya telah membacakan shalawat kepadanya."

Begitulah, ketika seseorang mencintai Nabinya, ia akan mencari seribu satu cara agar bisa menyalurkan rasa cinta itu. Nenek renta ini bukanlah seorang ulama terkenal, ia hanyalah seorang penjual bunga cempaka.

Tidak banyak kata dalam kamus kehidupannya untuk mengungkapkan kerinduannya kepada Rasulullah. Namun, dengan kesederhanaan yang begitu jernih dan berbalut keikhlasan, ia telah mampu menginspirasi banyak orang untuk mempertanyakan sejauh mana kecintaannya kepada Al Musthafa, Rasulullah saw.

Merindukan Mati Syahid

Menjelang shubuh, Khalifah Umar bin Al Khathab berkeliling kota membangunkan kaum muslimin untuk shalat shubuh. Ketika waktu shalat tiba, beliau sendiri yang mengatur saf (barisan) dan mengimami para jamaah.

Pada shubuh itu, tragedi besar dalam sejarah terjadi. Saat Khalifah mengucapkan takbiratul ihram, tiba-tiba seorang lelaki bernama Abu Lu'luah menikamkan sebilah pisau ke bahu, pinggang, dan ke bawah pusar beliau. Darah pun menyembur.

Namun, Khalifah yang berjuluk "Singa Padang Pasir" ini bergeming dari kekhusyukannya memimpin shalat. Padahal, waktu shalat masih bisa ditangguhkan beberapa saat sebelum terbitnya matahari. Sekuat apa pun Umar, akhirnya ambruk juga. Walau demikian, beliau masih sempat memerintahkan Abdurrahman bin 'Auf untuk menggantikan posisinya sebagai imam.

Beberapa saat setelah ditikam, kesadaran dan ketidaksadaran silih berganti mendatangi Khalifah Umar. Para sahabat yang mengelilinginya demikian cemas akan keselamatan Khalifah.

Salah seorang di antara mereka berkata, "Kalau beliau masih hidup, tidak ada yang bisa menyadarkannya selain kata-kata shalat!"

Lalu, yang hadir serentak berkata, "Shalat, wahai Amirul Mukminin. Shalat telah hampir dilaksanakan."

Beliau langsung tersadar, "Shalat? Kalau demikian di sanalah Allah. Tiada keberuntungan dalam Islam bagi yang meninggalkan shalat." Lalu, beliau melaksanakan shalat dengan darah bercucuran. Taklama kemudian, sahabat terbaik Rasulullah saw. ini pun wafat.

Sebenarnya, apa yang terjadi pada Umar Al Faruq ini adalah buah dari doa yang beliau panjatkan kepada Allah Swt. Alkisah, suatu ketika, saat sedang wukuf di Arafah, beliau membaca doa, "Ya Allah, aku mohon mati syahid di jalan-Mu dan wafat di negeri Rasul-Mu (Madinah)." (HR Malik)

Sepulangnya dari menunaikan ibadah haji, Umar pun menceritakan soal doanya itu kepada salah seorang sahabatnya di Madinah. Sahabat itu pun berkomentar, "Wahai Khalifah, jika engkau berharap mati syahid, tidak mungkin di sini. Pergilah keluar untuk berjihad, niscaya engkau bakal menemuinya."

Dengan ringan, Umar menjawab, "Aku telah mengajukannya kepada Allah. Terserah Allah."

Keesokan harinya, saat Umar mengimami shalat shubuh di masjid, seorang pengkhianat Majusi bernama Abu Lu'luah itu menghunuskan pisaunya ke tubuh Umar yang menyebabkan beliau mendapat tiga tusukan dalam dan tubuhnya pun roboh di samping mihrab.

Seperti itulah, Allah telah mengabulkan doa Umar bin Al Khathab untuk bisa syahid di Madinah dan dimakamkan berdampingan dengan Rasulullah saw. dan Abu Bakar Ash Shiddiq.

Jumat, 07 Oktober 2011

Mandirikah Kita Dalam Berkeyakinan ?

Oleh : RR. Ardiningtiyas Pitaloka, M.Psi.


Berpuasa adalah suatu kewajiban bagi satu umat yang mengimani atau meyakini agama. Berpuasa secara lahir dan batin, tampaknya merupakan bagian dari kehidupan umat beragama dalam menjalankan keyakinannya. Yang jadi pertanyaan, apakah situasi ini memiliki implikasi "pentertiban" serta "pembersihan" segala sesuatu yang dianggap mengancam kelancaran menjalani keyakinan tersebut? Apa yang termasuk kategori "pengganggu"? Apakah suksesnya menjalankan keyakinan tersebut, tergantung dari faktor eksternal atau internal?



Dalam kerangka psikologi, maka locus of control apa yang bekerja pada diri atau umat yang menjalani suatu keyakinan? Internal atau eksternal? Setiap diri berada dalam kontinum yang bergerak dinamis antara internal dan eksternal. Tidak ada rumus baku dalam kategori insani, yang berlaku adalah kecenderungan yang relatif stabil hingga membentuk suatu atribusi. Ketika kita cenderung menyalahkan banyaknya jajanan yang berentet di tengah hari, maka locus of control eksternal lah yang mewujud.



Kita, di negeri yang beragam yang mengembar-gemborkan indahnya perbedaan tapi di waktu yang sama berusaha keras menggerus perbedaan itu. Iklan keindahan keberagaman masih dimanfaatkan sebagai mantra bius untuk melengahkan mereka yang berbeda dengan diri untuk kemudian diluluh-lantakan dengan mudah. Cara yang tidak ksatria tetapi ampuh dan efektif.



Berbicara keyakinan, seringkali bahkan "wajib" membawa serta kata toleransi. Bagaimana dengan keyakinan akan suatu keyakinan? Banyak sekali peristiwa yang berwarna anarkis demi menegakkan sebuah keyakinan diri yang jelas berbeda dengan keyakinan yang menjadi korban anarkis itu.



Coba kita renungkan:

Bulan puasa, maka restoran, cafe, warung makan, warung kopi, bar, diskotek, harus ditutup, dirazia. Bahkan ada satu tayangan di televisi ketika bulan puasa tahun lalu, razia di satu warung sangat sederhana oleh orang-orang berseragam di tengah hari, mereka merazia gelas-gelas yang telah siap dengan kopi untuk segera diseduh jika ada pembeli datang.



Pertanyaannya:

Siapa yang berpuasa? Berpuasa untuk siapa? Siapa yang menjadi Tuhan?



Gambaran itu tidak jauh berbeda dengan memori sebagian besar orang dewasa ketika baru belajar berpuasa. Pada suatu siang yang terik, kala seorang anak berusia 10 tahun berjuang menahan lapar, tiba-tiba sang adik yang berumur 5 tahun menjilati es krim tepat di depan mata. Tidak ada yang lebih membahagiakan selain mengusir atau merazia es krim sang adik!



Apakah internalisasi seperti ini yang banyak membentuk fondasi sebagian dari diri kita dalam menjalani keyakinan hingga usia lanjut. Hal ini pula yang merasuki sikap dan perilaku dalam bab lain kehidupan, politik salah satunya. Memberangus semua yang berbeda menjadi jalan utama untuk menghidupkan api politik.



Melirik eksistensialis

Bukan agama, melainkan eksistensi menjalani agama, itu yang penting, demikian diungkapkan filsuf eksistensialis dari Denmark, Soren Aabye Kierkegaard (1813-1855). Eksistensi menjadi suatu kewajiban dan tanggung jawab tiap diri. Dalam kehidupan, manusia mengalami tiga tingkatan yakni estetika, etis dan religiusitas sebagai eksistensi tertinggi.



Eksistensi estetika, menurut Kierkegaard ada pada tataran terendah di mana kenikmatan menjadi kuncinya. Ia menggambarkan Don Juan yang selalu menuntut terpenuhinya kepuasan dan kenikmatan. Prinsip ini pula yang Freud kemukakan sebagai Id yang berorientasi pada insting-insting dengan ciri pemenuhan kenikmatan. Tingkat berikutnya, eksistensi etis, saya melihatnya juga kurang lebih sebagai superego dalam bahasa Freud. Tataran etis ini telah melibatkan Other (Yang Lain/Liyan) sebagai tolak ukur.



Penulis sendiri sangat tertarik dengan eksistensi religius yang dikemukakan Kierkegaard sebagai eksistensi sebenarnya seorang anak manusia. Eksistensi itu hanya ada di hadapan Tuhan. Manusia menemukan eksistensinya dalam hubungan dengan Tuhan. Di hadapan Tuhan, individu menjadi diri itu sendiri. Bukan sebagai Direktur PT. A, bukan sebagai Profesor di Universitas Hebat, bukan, tetapi sebagai diri itu seutuhnya. Agaknya di sini pernyataan Jean-Paul Sartre (1905-1980) menemukan titiknya, ...other is hell.



Orang lain adalah neraka bagi eksistensi diri. Pertemuan dengan liyan berpotensi mematikan eksistensi diri individu. Tapi saya tidak setuju, karena liyan adalah pintu kemungkinan untuk diri keluar dari keterbatasan sebagai individu.



Kierkegaard meyakinkan bahwa dalam eksistensinya, manusia mendapatkan kebebasan. Manusia bebas memilih, menciptakan, menemukan, sekaligus bertanggung jawab pada dirinya sendiri. Bertolak dari itu, maka pencarian dan pembentukan eksistensi menjadi sesuatu yang harus diperjuangkan dalam kehidupan.



Self-disclosure

Berbagi informasi tentang diri sendiri merupakan salah satu bentuk komunikasi langsung. Bagi kultur masyarakat individualis, pengungkapan diri merupakan satu nilai terbesar yang dihayati, karena membuka kesempatan untuk menentukan pilihan sekaligus juga sarana untuk lebih mengenal orang lain. Namun bagi kultur masyarakat kolektif, adalah lebih penting untuk mengetahui afiliasi dan status seseorang ketimbang latar belakang atau perasaannya.



Dalam studinya, Derlega & Stepien (1977 dalam Smith & Bond,1993) membandingkan self-disclosure antara negara kolektif (Hong Kong, Taiwan & Jepang) dan individualis (Amerika Serikat), terdapat perbedaan signifikan dalam self-disclosure di dalam in-group dan out-group bagi masyarakat kolektif. Sementara di masyarakat individualis, tidak terdapat perbedaan signifikan.



Studi tersebut memang dilakukan kurang lebih tiga puluh tahun yang lalu. Namun penulis masih melihat sebagai penjelasan yang signifikan di era sekarang, terutama untuk Indonesia. Merujuk studi tersebut, status seseorang lah yang lebih diperhatikan dalam relasi di masyarakat, bukan sejarah atau perasaan yang sedang ada. Penjelasan ini menambah pemahaman, mengapa mudah sekali terjadi konflik dan prasangka antar umat agama. Yang langsung ditangkap bagi kita adalah "perbedaannya" tidak terlalu penting cerita di balik itu apalagi perasaan mereka yang di luar kelompok meski sebagai sesama manusia.



Pertanyaannya, mengapa terlihat ironis, terjadi di negara atau masyarakat kolektif? Jika ditelusuri lebih dalam, sebenarnya juga tidak terlalu kontradiksi. Masyarakat yang mengutamakan kelompok atau harmonisasi kelompok, lebih peka dan membutuhkan kelompok lain yang mampu membedakan antara kelompoknya dan kelompok lain. Maka status, nama atau penanda lain menjadi begitu mudah tertangkap oleh diri, yang sayangnya seringkali mengaburkan nilai-nilai universal kemanusiaan.



Pada masyarakat individualis, bukan berarti tidak terdapat in-group - out-group, namun penekanan individu lebih menonjol. Maka, yang hubungan interpersonal menjadi tema yang coba dimaksimalkan. Self-disclosure menjadi salah satu pintu komunikasi langsung untuk menyatakan diri dan mengenal diri orang lain. Perahu kelompok tidak terlalu mendominasi, tiap individu membawa dirinya masing-masing dalam relasi kehidupan.



Apa itu toleransi?

Walzer (1997), menuliskan bahwa toleransi dipahami sebagai suatu sikap atau pemikiran, yang tergambar dalam sejumlah kemungkinan, yakni; (1) toleransi beragama: menerima perbedaan demi terciptanya perdamaian; (2) pasif, rileks, ramah terhadap perbedaan meski tidak menyukai atau tertarik, "It takes all kinds to make a world"; (3) moral yang tenang: suatu prinsip yang bahwa pihak atau orang lain pun tetap mempunyai hak sekalipun mereka melakukan haknya dengan cara kurang yang menyenangkan; (4) terbuka pada orang lain: adanya rasa ingin tahu atau lebih pada sikap menghargai, adanya kemauan untuk mendengar dan mempelajari; (5) antusias dalam mendukung perbedaan.



Pada nomor berapa tepatnya toleransi yang kita jalani? Apakah kita menghayati pula pemahaman toleransi no 4 dan 5 ? Melihat tingkat "ketersinggungan" dan sensitivitas fanatis, saya rasa kita baru pada toleransi "asal tidak mengganggu". Bukan cerita di balik perbedaan yang menarik, tetapi "anda silahkan berbeda, tapi jangan tanya-tanya apalagi mengkritisi saya". Akhirnya, yang terjadi adalah tarik menarik tiap kelompok meminta untuk dihargai, dimengerti, ditoleransikan. Sikap menuntut, perilaku memaksa sadar atau tidak sadar.



Kita dalam eksistensi?

Wajarkah mengamuk pada pihak yang dianggap bertanggung jawab "menghalangi" bahkan "berpotensi mematikan" eksistensi kita? Ketika kita menuntut pihak lain untuk menghormati diri kita, sadarkah bahwa kita juga menyatakan ketidaksanggupan diri untuk menjalankan keyakinan diri? Ingatkah kita di balik baju mereka yang berbeda warna, mereka adalah liyan yang mampu menjadi kemungkinan bagi ketidakmungkinan diri kita? Pernahkah terbayang bahwa kita yang ketika itu memposisikan diri sebagai "orang suci" dan "penghakim" berpeluang sama besar untuk menjadi mereka yang saat itu kita stempel sebagai setan?



Seiring dengan usia bangsa yang telah menggaungkan kebinekaan, akan sampai kapan kita menunda nilai itu meresap dalam diri kita?



Kembali pertanyaan siapa yang menjalani keyakinan, menjadi krusial. Kemandirian menjalaninya menjadi sesuatu yang kabur. Kelucuan tidak terasa, ketika diri harus menahan godaan untuk tidak makan atau minum, tidak melakukan kegiatan yang "dipuasakan", maka cara yang diambil adalah dengan menghilangkan seluruh objek godaan itu. Lalu, apa yang ditahan?



Evaluasi & merombak pembelajaran

Kita perlu mencari model pembelajaran lain yang lebih bisa menanamkan pemahaman - right / correct reasoning dalam diri sejak dini, tentang mengapa manusia perlu melatih kekuatan internalnya, hingga hampir di setiap agama memiliki aturan menahan diri. Apakah bisa menjadi evaluasi diri, bahwa "pemaksaan" meski dengan iming-iming reward ketika masa kecil, menjadi pola belajar yang efektif untuk meningkatkan internal locus of control?



Penanaman pemahaman lah yang bisa membentuk "kemandirian diri" sejak dini; diri yang tidak melihat liyan sebagai "musuh" yang perlu dihancurkan. Cobalah kita belajar mengamati, merenungkan dari rekaman pengalaman serta kejadian masa kecil yang terus berlangsung dalam kehidupan ini, dalam wujud yang berbeda. Memang kelihatannya sepele, namun berpeluang besar untuk menumbuhkan toleransi dalam makna yang sesungguhnya. Toleransi yang bermodal pemahaman, bukan toleransi yang bernada "tak acuh" atau "asal tidak mengganggu".



Maka, kapan lagi, jika tidak mulai sekarang kita membuka diri untuk bisa memahami keyakinan orang lain yang berbeda dari keyakinan kita?



Percayakah kita bahwa interaksi itu berlangsung timbal balik, bukan satu arah panah? Maukah kita mewujudkannya?



Selamat Berpuasa & Merayakan Idul Fitri dalam kesucian yang berhasil dimenangkan dalam perjuangan diri yang mandiri. Bukan dalam kemanjaan yang membesar menjadi keangkuhan dan arogansi diri.



***

Literatur

Walzer, Michael (1997) On toleration. New Haven; Yale University Press

Smith, Peter B. & Bond, Michael H. (1993) Social psychology across cultures; analysis & perspectives. New York; Harvester Wheatsheaf

Perselingkuhan Bagi Wanita yang Belum Menikah

Oleh : Jacinta F. Rini


Realistis atau pun tidak, mau diterima atau pun disanggah, kenyataan bahwa affair yang dilakukan seorang wanita dengan pria yang sudah berkeluarga, sebenarnya menjadi masalah yang sangat serius dan akan menyita tidak hanya waktu dan energi, tetapi juga seluruh kehidupan dan vitalitasnya; dan kondisi ini sering menyebabkan seorang wanita kehilangan harga diri.

Setiap affair yang dibuat pasti dilakukan secara sembunyi-sembunyi, dan itu sebenarnya sudah menjadi beban bagi pihak wanitanya. Alasannya mudah saja :
Semua kegiatan harus dilakukan dan dijaga ketat kerahasiaannya, seperti kapan bertemu dan dimana tempatnya; mereka juga harus menjaga agar tidak terlihat bersama-sama di depan umum agar mengundang kecurigaan apalagi di Indonesia yang kultur adat istiadat dan keagamaannya masih kuat.
Seorang wanita yang menjadi WIL (wanita intim lain) bagi seorang pria yang sudah berkeluarga, harus menerima kenyataan bahwa dirinya harus mampu dan mau menjadi prioritas kedua setelah keluarga sang pria. Dengan demikian, ia harus mengikuti segala jadwal, kegiatan dan rencana dari pihak pria. Akibatnya, pihak wanita tersebut harus rela kehilangan kebebasan dalam mengatur waktunya sendiri karena harus menyesuaikan dengan waktu sang pria. Sang wanita harus menerima kenyataan, bahwa dirinya harus menduduki urutan ke sekian dalam kehidupan sang pria setelah anak-anaknya, istrinya dan pekerjaannya. Padahal, pekerjaan menunggu itu saja sudah menyita tidak hanya waktu namun juga energi sehingga dirinya sudah tidak mampu lagi melakukan aktivitas-aktivitas yang positif atau pun terarah untuk sesuatu yang lebih baik bagi kehidupannya sendiri.
Sekali seorang wanita mau menjadi WIL pria yang sudah berkeluarga, secara tidak disadarinya ia sudah mengorbankan pengendaliannya terhadap kehidupannya. Secara tidak disadari ia mengorbankan kebebasan diri sendiri sehingga akhirnya tidak mampu lagi mempertahankan citra bahwa dirinya dahulu wanita yang sangat penuh kendali. Kondisi ini lama kelamaan menurunkan harga dirinya. Apalagi jika sang pria tidak menepati janji misalnya untuk menceraikan istri sahnya, maka ia akan lebih merasa sakit hati dan kecewa; kecuali jika sejak awal ia sudah membatasi keterlibatan emosional secara mendalam terhadap sang pria sebagai antisipasi terhadap kekecewaan (namun seringkali bagi pihak wanita hal tersebut tidak mungkin terjadi, karena justru wanita lah yang sering melibatkan faktor emosional pada si pria).
Banyak kenyataan menunjukkan, wanita yang terlibat affair dengan pria yang sudah berkeluarga, pada akhirnya mengalami kepahitan, kekecewaan, sakit hati, perasaan dikhianati karena dirinya sudah sangat tergantung baik secara emosional maupun secara materi dengan si pria yang sudah berkeluarga tersebut. Di lain pihak, mungkin ia sendiri juga merasa bersalah dan cemas jika ternyata berhasil memaksa si pria untuk meninggalkan keluarganya. Akhirnya, setiap saat si wanita merasakan pergumulan batin terus-menerus dan konflik yang menguras energi sehingga lama kelamaan energi negatif tersebut dapat menghancurkan kehidupan, karir, dan dirinya sendiri.

Jadi, jika ada di antara Anda yang mempunyai teman yang berselingkuh atau mungkin Anda sendiri yang sudah melangkah pada kehidupan semacam itu, coba lah untuk lebih realistis dan obyektif dalam memandang persoalan yang sedang dihadapi agar pada akhirnya apa yang dilakukan tidak merusak kehidupan kita sendiri dan kehidupan orang lain. Sebab, bagaimana pun juga bagi kaum wanita, akan lebih sulit untuk tidak melibatkan emosi secara mendalam terhadap sang pria karena memang wanita lebih sensitif dan emosional dibandingkan pria yang sering dikatakan rasional. Sebaliknya, akan lebih mudah bagi pria untuk memutuskan hubungan perselingkuhan jika pada saatnya nanti berhadapan dengan pilihan sulit atau pun sadar dengan sendirinya, karena pria seringkali tidak sampai melibatkan emosinya yang paling dalam. Namun jika ternyata dalam hubungan perselingkuhan tersebut keduanya sudah terlalu jauh baik dalam hal emosional maupun seksual, maka kondisi tersebut sudah dapat dikatakan ancaman serius bagi rumah tangga pihak yang sudah berkeluarga.

Tips : Memberi Stimulasi Anak di Masa Golden Age

The Golden Age, adalah masa-masa dimana kemampuan otak anak untuk menyerap informasi sangat tinggi. Apapun informasi yang diberikan akan berdampak bagi si anak di kemuadian hari. Walaupun beberapa pakar menyebutkan sedikit perbedaan tentang rentang waktu masa Golden Age, yaitu 0-2 th, 0-3 th, 0-5 th atau 0-8 th, namun semuanya sepakat bahwa awal-awal tahun pertama kehidupan anak adalah masa-masa emas mereka.

Oleh karena itu masa Golden Age sering pula dikenal dengan “masa-masa penting anak yang tidak bisa diulang”. Di masa-masa inilah, peran orang tua dituntut untuk bisa mendidik dan mengoptimalkan kecerdasan anak baik secara intelektual, emosional dan spriritual.



Berikut ini adalah tips dalam memberikan stimulasi/rangsangan anak pada masa golden age guna mengoptimalkan kecerdasan mereka:



Stimulasi yang Anda berikan bisa berupa pengalaman di alam terbuka.

Untuk anak-anak pengamatan mereka akan alam sangat detil. Anak-anak biasanya akan belajar banyak dengan hanya mengamati. Orang tua bisa bercerita tetang alam dan binatang. Jawablah pertanyaan anak dengan bahasa mereka yang sederhana. Dan lebih banyak ajukan pertanyaan untuk menggugah rasa ingin tahu anak.



Anak juga belajar dengan mengamati dan meniru Anda.

Maka sebagai orang tua Anda bisa menstimulasi mereka dengan menjadi teladan anak. Kalau Anda senang membaca, kemungkinan besar anak pun akan demikian.



Jangan berikan target, tetapi hargailah anak atas usahanya.

Kalau anak diberi standar-standar harus bisa membaca pada usia sekian, anak harus pandai membaca, maka anak akan mati-matian menyenangkan orang tuanya walaupun hati mereka tidak bahagia.



Pujilah mereka atas usahanya.

Berikan mereka reward atas usaha yang telah mereka berikan dengan hal yang bermanfaat, misalnya dengan mengajak mereka jalan-jalan ke toko buku, taman pintar, water boom dan lain-lain.



Berikan mainan yang bermanfaat bagi perkembangan keterampilan anak seusia mereka.

Berilah mereka kasih sayang dan rasa aman sehingga mereka pun akan sanggup memberi kasih sayang pada sesamanya. Di masa golden age, jika peran orang tua membahagiakan dalam kehidupan mereka, memori ini akan terkenang selamanya dan membawa pengaruh positif di kehidupan dewasa mereka kelak.

Rabu, 27 Juli 2011

Tradisi Membaca

Oleh : Ubaydillah, AN


Membaca Bagi Manusia

Kalau mau jujur, dalam keadaan apapun kita, pasti ada tindakan yang baik, yang benar, atau yang bermanfaat, yang bisa kita lakukan untuk anak-anak kita. Salah satunya adalah perpustakaan di rumah. Perpustakaan di sini tak harus kita pahami seperti layaknya perpustakaan yang sudah kita ketahui.



Mungkin bisa kita sederhanakan menjadi semacam koleksi buku.Yang penting, dari sekian benda / perabot yang kita miliki, perlu ada benda yang namanya buku bacaan. Dari sekian space yang kita pakai di rumah, perlu ada space yang kita pakai untuk membaca. Dari sekian kegiatan di rumah, perlu ada kegiatan yang namanya membaca sebagai tradisi.



Kenapa ini menjadi penting? Kalau melihat perkembangan manusia dari sisi teori dan prakteknya, membaca punya peranan penting bagi manusia. Yang sangat bisa kita rasakan, membaca tidak saja akan menambah pengetahuan kita tentang dunia ini. Membaca juga akan menambah pengetahuan kita tentang diri kita.



Jika merujuk ke istilah dalam psikologi, membaca dapat memperbaiki konsep-diri bagi anak-anak dan orang dewasa. Baik langsung atau tidak, anak-anak yang otaknya sering kemasukan materi positif, misalnya cerita kepahlawanan atau apa saja, pasti materi itu akan ikut aktif membentuk kepribadian, karakter, dan opini si anak tentang dirinya.



Seperti yang sudah sering kita bahas di sini, konsep diri itu terkait dengan tingkat kepercayaan diri, motivasi diri, dan kebahagian diri. Anak yang kurang terinspirasi untuk mengetahui sisi-sisi positif dari dirinya, akan merasa minder atau punya mentalitas lemah, yang sedikit-dikit merasa tidak mampu atau tidak bisa. Konsep diri merupakan modal penting bagi anak-anak untuk meraih prestasi.



Selain itu, membaca juga sudah terbukti dapat memunculkan inspirasi atau refleksi yang merupakan modal penting juga untuk membuat hidup menjadi lebih baik. Detail materi yang dibaca anak kita atau yang kita baca, bisa jadi akan terlupakan. Tapi, pelajaran yang kita serap dari materi itu biasanya akan abadi.



Mungkin hal semacam itu yang bisa menjawab adanya fakta yang tidak berbanding lurus antara kematangan mental dan prestasi akademik. Kalau kita atau anak kita membaca hanya karena tuntutan ujian sekolah (bukan tradisi intelektual), mungkin otak kita tidak sempat berefleksi. Kita memaksa otak untuk menghafal jawaban yang akan ditanyakan.



Padahal, sekeras apapun kita menghafal materi akademik itu, dalam waktu tiga bulan saja sudah lebih dari 60% yang akan hilang (tertimbun). Dalam setahun, mungkin hanya 20-30% yang tersisa. Akhirnya, biar secara akademik kita bagus, tetapi kemajuan mental kita tidak mengalami perbaikan yang signifikan. Itulah kenapa perpustakaan itu sangat tepat untuk membentuk tradisi berpikir.



Yang terpenting lagi, membaca dapat menambah jumlah koneksi dalam otak anak, seperti yang terungkap dalam berbagai temuan ilmiah. Membaca di sini sebagai stimuli positif. Semakin banyak jaringan yang terbentuk, otak anak akan menjadi semakin responsif dan kreatif.



Dari catatan para ilmuan, seperti dikutip Prof. Quraish Shihab (1994), kemajuan suatu bangsa itu juga diawali dari budaya membaca. Duapuluh tahun sebelum bangsa itu mencapai kemajuan, tradisi membaca sudah mereka mulai. Kalau kita ingin melihat efek nyata dari tradisi membaca yang kita tanamkan pada anak-anak, jangan sekarang. Mari kita lihat duapuluh tahun lagi.





Tempat Jin Berpacaran

Terbukti, dari sejumlah negara yang kini menyalip kemajuan kita, mereka telah memiliki tradisi membaca yang jauh lebih bagus dari kita sejak beberapa tahun lalu. Tahun 1995, yang berarti 14 tahun lalu, buku yang terbit di Indonesia baru mencapai 5000 judul. Sementara, Thailand 8.000 judul, Malaysia 12.000 judul, dan Korea selatan 43.000.



Padahal, negara-negara ini jumlah penduduknya jauh lebih sedikit dibanding kita. Dari 5000 judul yang terbit itu, yang terjual hanya 30.000 eksemplar pertahun. Bandingkan dengan jumlah kaset yang terjual. Tahun 1995 saja, kaset yang terjual di kita sudah mencapai 95 juta keping, sudah melebihi jumlah penduduk usia kerja.



Ada semacam guyonan dari orang Malaysia tentang Indonesia. Dulu, mereka sempat mengirim beberapa pelajar dan guru ke Indonesia untuk belajar. Sekarang-sekarang ini, mereka tidak lagi mengirim, tapi lebih sering mendatangkan tenaga senior dari kita untuk mengajar di sana. Kata guyonan itu, "Dulu, kami belajar dari Indonesia supaya bisa berhasil. Sekarang ini, kami juga masih belajar dari Indonesia supaya tidak terpuruk seperti kalian."



Sampai tahun 2008 kemarin, bicara minat baca kita masih banyak catatan. Jumlah penerbitnya mengalami kenaikan yang cukup tajam, tapi jumlah pembacanya hanya naik secara berlahan. Minat baca masyarakat pun sepertinya lebih karena dorongan tren atau ikut-ikutan ketimbang kesadaran pengembangan-diri yang dilakukan secara kontinyu.



Selain itu, tanda-tanda adanya geliat minat baca juga baru terjadi di beberapa kota besar, 60-80%-nya di Jabodetabek. Kalau kita kunjung ke daerah, toko buku yang besar itu adanya di propinsi. Itu pun tidak besar-besar amat. Nasib perpustakaan pun tidak lebih baik. Beberapa perpustakaan mirip seperti gedung tua yang jarang dikunjungi manusia, laksana tempat jin pacaran.



Itulah kenapa kalau melihat laporan Human Development Index (HDI), ranking kita masih berada di level menengah-bawah. Tahun 2007-2008, kita berada di posisi 107 dari 177 negara. Posisi ini masih kalah dengan tetangga seperti Singapura, Malaysia, Brunei, Thailand, dan Philipina. Bahkan di beberapa sektor, kita lebih rendah dari Vietnam, Jamaica, dan Algeria.





Tujuan Membaca

Dengan berinisiatif untuk mengadakan perpustakaan / koleksi buku bacaan di rumah, apa berarti kita telah / ingin mencetak anak menjadi seorang kutu buku? Satu hal yang perlu kita sadari di sini bahwa membaca itu bukan tujuan. Membaca adalah salah satu bekal atau jalan untuk mencapai tujuan.



Tujuannya adalah agar anak-anak kita terbiasa dengan pola hidup yang mengedepankan kapasitas intelektual, nalar yang sehat, mandiri dalam mengambil keputusan, berwawasan luas, dan kaya referensi dalam mengatasi persoalan. Kalau meminjam istilahnya Sternberg dari Yale University, tujuannya adalah agar kita lebih cerdas menghadapi hidup.



Jadi, mau anak kita menjadi kutu buku atau tidak, sejauh praktek hidupnya nanti itu menjadi lebih baik, berarti dia sudah pada track yang tepat. Tapi kalau membaca hanya untuk membaca, ini sama seperti sindiran Kitab Suci yang mengatakan bagai keledai mengangkut buku di kepalanya. Buku itu tak mencerahkan dia, melainkan malah membebani hidupnya.



Supaya anak kita tercerahkan hidupnya dari bacaan, yang perlu kita perhatikan adalah memilih materi bacaan. Kata Jim Rohn, membaca itu sangat penting, tetapi yang lebih sangat penting lagi adalah memilih bacaan yang pas. Biasanya, bacaan yang tidak sesuai dengan keadaan kita hanya berguna dipakai untuk bercakap-cakap atau kurang ngefek pada perbaikan praktek hidup.



Karena itu, koleksi buku yang kita persiapkan di rumah pun perlu kita sesuaikan dengan kebutuhan perkembangan kita atau anak kita. Yang ideal, koleksi buku itu perlu ada bacaan umum (pengetahuan umum) dan bacaan khusus yang sesuai dengan minat, bakat, hobi, atau kebutuhannya, misalnya cerita pahlawan yang membangkitkan, dan lain-lain.





Beberapa Cara Memunculkan Tradisi Membaca

Dengan maraknya hiburan dan tontonan melalui program TV, CD, dll, anak-anak kita mungkin bisa memiliki tradisi yang lebih kurang kondusif lagi dibanding generasi kita bagi kemajuan bangsa ini. Kenapa? Di saat fasilitas hiburan dan tontonan masih belum menjamur seperti sekarang ini saja, tradisi kita bukan membaca, yang merupakan penggerak nalar, tapi nonton dan dengar.



Sebab itu, kita sebetulnya punya kesamaan kepentingan untuk mengimbangi tradisi nonton dan dengar dengan tradisi membaca. Kalau mau jujur, menonton satu tahun belum tentu punya efek yang lebih kondusif bagi perkembangan nalar dibanding dengan membaca satu buku yang pas.



Apa saja yang perlu kita lakukan untuk menumbuhkan tradisi membaca pada anak atau keluarga? Cara-cara di bawah ini mudah-mudahan bisa menambah bantuan:


Hadiah ulang tahun atau momen penting, seperti kenaikan kelas, jangan melulu berupa pesta atau pakaian. Sekali-kali buku bacaan atau ditambah dengan buku bacaan.
Oleh-oleh perjalanan jangan melulu makanan atau benda-benda antik. Perlu kita tambah juga dengan buku / bacaan lain
Tempat hiburan jangan melulu ke mall, restoran, atau semisalnya. Sekali-kali ke perpustakaan, musium bersejarah atau ke toko buku
Dukung minat anak / keluarga untuk berlangganan majalah atau bacaan sesuai kemampuan dan kebutuhan.Menerima kiriman majalah atas nama sendiri merupakan pengalaman yang menyenangkan
Sediakan waktu untuk mendengarkan bila anak / keluarga ingin menceritakan isi buku yang telah mereka baca. Anak-anak akan menyukai saat seperti ini.
Membaca bersama atau bergantian lalu saling menceritakan. Ini akan menantang anak untuk lebih suka membaca.
Sepakati waktu khusus / disiplin khusus untuk membaca, misalnya sebelum tidur, saat di kendaraan, atau lainnya.



Yang sama sekali tak bisa kita tinggalkan adalah memberi keteladanan. Biar pun fasilitas itu sudah kita sediakan, tapi kalau keteladanannya tidak ada, mungkin ini sulit. Supaya kita bisa memberi teladan, yang perlu kita ubah adalah paradigma. Selama ini, kebanyakan kita menganggap membaca itu sekedar hobi, yang mengandung kesan suka-suka atau sesuai selera, seperti makan bakso. Padahal, membaca itu adalah perintah dan sekaligus kebutuhan bagi jiwa.





Proses Membangun Peradaban

Secara umum, minat baca kita masih tergolong rendah. Bahkan ini tak hanya terjadi pada masyarakat umum. Kelompok masyarakat yang berstatus atau bekerja di bidang-bidang pengetahuan pun, seperti pelajar atau guru, dll, belum secara semarak memiliki tradisi membaca sebagai kebutuhan intelektual.



Padahal, kalau menyimak catatan sejarah, sokoguru membangun peradaban sebuah bangsa itu, katanya, ada tiga. Pertama, keberhasilan mutu pendidikan. Ukurannya bukan menjamurnya kampus yang menawarkan gelar S2 di ruko-ruko, tetapi tingkat keterpelajaran dan keterdidikan generasi.



Kedua, kemajuan ekonomi yang berbasiskan sinergisitas kekuatan SDM dan SDA. Bangunan ekonomi kita katanya sangat rentan terhadap berbagai ancaman. Alasannya, tak ada basis yang kuat dari kedua kekuatan itu. Kinerja SDM kita tak bisa mengimbangi tuntutan industri. Sementara, kita cenderung me-yatim-kan SDA. Akhinya, kita mengekspor TKI dan mengimpor beras.



Ketiga, kesadaran hukum. Ajakan untuk merenungi dosa-dosa di tempat ibadah atau di lapangan itu baik, tetapi tak bisa membangun peradaban apabila tidak ditopang oleh penegakan hukum yang bagus, ekonomi yang bagus dan mutu pendidikan yang bagus.



Tentu, tak mungkink kita menyerahkan ini pada pemerintah melulu. Toh kita sudah tahu pemerintah kita begini keadaannya. Sementara, masih ada kontribusi kita yang sangat vital peranannya yaitu menumbuhkan tradisi membaca di rumah-rumah. Semoga bisa kita jalankan.

Aku Anak Mbak

Oleh : Martina Rini S. Tasmin, SPsi

"Lolo ayo mandi"!
"Sebentar Mbak, Lolo masih nonton..."
"Iin ini makanannya sudah siap. Suster suapin ya..."
"Tapi Iin maunya makan sambil main..."
"Mbak, berapa sih 10 + 5 ?"
"10 + 5 = 15, Ela.."
"Nia, sekarang sudah waktunya tidur siang..."
"Iya Suster, Nia cuci kaki dulu ya..."


Dialog diatas merupakan gambaran situasi yang terjadi antara anak dengan pengasuhnya. Lolo, Iin, Ela dan Nia adalah tipikal anak-anak kota besar jaman sekarang, yang pengasuhan sehari-harinya diserahkan kepada pembantu atau pengasuh (nanny/baby sitter) di rumah. Bukan lagi diasuh oleh orangtua, karena ayah dan ibunya bekerja. Tapi kalau diamat-amati, anak-anak sekarang sebenarnya kebanyakan tetap diasuh dan memiliki pengasuh sekalipun ibunya tidak bekerja. Anak lebih banyak menghabiskan waktu dengan pengasuhnya daripada dengan orangtua. Tidak heran kalau banyak anak lebih dekat dengan pengasuh daripada dengan orangtuanya. Ada anak-anak yang jika sedang sakit, tidak mau disuapi makanan atau obat oleh orangtua, tetapi hanya mau disuapi oleh pengasuh. Kalau pengasuh pulang kampung, jadi sedih dan tidak nafsu makan, begitu harus tidur malam hari jadi gelisah dan mencari-cari pengasuhnya. Bahkan ada anak yang terang-terangan mengatakan "Aku anaknya mbak", "Aku sayang sama suster banyak, sayang sama mama papa sedikit" (dengan gaya lucu menggemaskan, tapi cukup membuat hati orangtua nelangsa).

Menghadapi kenyataan dan kondisi di atas, apa yang sebaiknya dilakukan orangtua agar kendali pendidikan dan pengasuhan anak tetap berada di pundak mereka sehingga tidak terjadi hal-hal negatif yang dapat merugikan perkembangan fisik dan mental anak di masa yang akan datang.


Kerjasama Dengan Pengasuh
Pengasuh (nanny/baby sitter) tidak lagi sekedar orang upahan, tetapi sudah menjadi bagian dari suatu rumah tangga dan merupakan partner orangtua dalam mengasuh anak. Beberapa sekolah yang ada di Jakarta, bahkan sudah sangat menyadari fenomena ini, sehingga di sekolah-sekolah tersebut secara rutin diadakan workshop bagi pengasuh mengenai anak dan cara pengasuhannya. Sebagai partner, orangtua tidak bisa menyepelekan keberadaan pengasuh, dan berpikir ah kan cuman pengasuh; cuman orang luar; saya orangtua; saya majikan. Karena seperti kenyataan yang terlihat, banyak anak lebih dekat dengan pengasuhnya. Partner berarti orang yang bekerjasama, bukan bekerja sama-sama. Sebagai partner berarti harus kompak dan seiya sekata.

Mengapa orangtua dan pengasuh harus kompak? Tentu saja bukan semata untuk kepentingan orangtua dan pengasuh, tapi terutama demi anak yang diasuh. Anak membutuhkan lingkungan yang konsisten dan terprediksi untuk berkembang dengan benar. Bagi orangtua dan pengasuh pun ada keuntungannya jika mereka kompak, karena anak akan lebih mudah diasuh dan menurut. Paling tidak satu sama lain tidak saling memboikot, sehingga anak tidak bisa mengambil keuntungan dari situasi ini. Yang dimaksud dengan memboikot adalah misalnya hal-hal yang dilarang oleh orangtua, tetapi diam-diam diperbolehkan oleh pengasuh atau sebaliknya hal-hal yang dilarang pengasuh malah diperbolehkan oleh orangtua.

Mengapa anak lebih mudah diasuh dan menurut kalau orangtua dan pengasuh kompak? Hal tersebut terjadi karena, anak tahu apa yang tidak boleh berarti tidak boleh, dan tidak mencari persetujuan ke tempat lain. Anak juga akan melihat kedua belah pihak sebagai figur otoritas yang harus ditaati dan dihormati, dan tidak menunjukkan ketaatan palsu. Ketaatan palsu adalah ketika anak pura-pura menurut pada orangtua, tapi di belakang mencari persetujuan dari pengasuh ketika orangtua tidak ada. Atau pura-pura menurut pada pengasuh, tetapi ketika orangtua ada di rumah, langsung mencari persetujuan orangtua dan menyepelekan pengasuhnya. Kondisi seperti ini, sebenarnya menunjukkan bahwa anaklah yang memegang otoritas, sehingga akan banyak waktu dimana anak misbehave, dengan mencoba mengatur orang-orang disekitarnya, tidak peduli dihukum karena toh tetap bisa mendapatkan apa yang diinginkan.


Bagaimana menjembatani perbedaan
Dengan latar belakang pendidikan, sosial, ekonomi dan budaya yang seringkali sangat berbeda, menyebabkan orangtua dan pengasuh memiliki nilai-nilai, pemikiran dan tindakan yang berbeda. Dengan kondisi tersebut bekerjasama bukanlah hal yang mudah dilakukan. Tapi mau tidak mau harus dilakukan demi kesejahteraan anak. Bagaimana caranya? Di bawah ini ada beberapa cara yang mungkin dapat dilakukan orangtua dalam bekerjasama dengan pengasuh:

1. Perlakukan sebagai teman
Jalin komunikasi yang baik dan keakraban dengan pengasuh. Berteman dengan pengasuh akan membuatnya lebih mau terbuka. Pengasuh juga akan segan bergosip tentang majikannya, lebih tulus ketika mengasuh anak dan semoga akan lebih menurut pada perintah majikan. Pengasuh yang diam-diam merasa sebel pada majikan, mungkin bisa memboikot majikannya.

2. Membagi pengetahuan tentang perkembangan anak
Orangtua memiliki pendidikan lebih dari pengasuh, untuk beberapa hal juga akan memiliki pengetahuan yang lebih tentang perkembangan anak. Pengasuh yang berpengalaman juga dalam beberapa hal akan lebih tahu dari orangtua. Cobalah untuk saling membagi pengetahuan ini, supaya jika ada perbedaan, dari awal sudah bisa diketahui dan dicari jalan tengahnya. Dengan saling berbagi, pengetahuan masing-masing akan bertambah dan tidak saling mempertanyakan dan saling menuduh sok tahu dalam hati masing-masing.

3. Mengutarakan dengan jelas aturan-aturan dan kebiasaan-kebiasaan yang ada
Utarakan dengan rinci cara-cara mengasuh anak yang diharapkan orangtua, apa yang boleh apa yang tidak boleh (bagi anak dan bagi pengasuh, misalnya pengasuh tidak boleh memukul anak apapun alasannya, anak sama sekali tidak boleh makan permen) dan hal-hal harian apa saja yang harus dilaporkan kepada orangtua. Utarakan secara jelas dan mendetail, untuk menghindari kesalahpahaman. Hal ini penting, karena dengan demikian berarti orangtua sebagai pemegang kendali kebijaksanaan pengasuhan anak.

4. Jika terjadi pemboikotan segera dibicarakan dan diatasi
Jika secara tidak sengaja (karena masing-masing pihak belum tahu atau tidak mengerti kebiasaan pihak lain, dan ada yang tertinggal dari diskusi awal) terjadi pemboikotan, maka sebaiknya dibicarakan baik-baik, mencari kata sepakat dan tidak memboikot kembali di depan anak.

Idealnya memang akan lebih baik bagi orangtua jika bisa mendapatkan pengasuh yang berpengalaman, penurut, dan memiliki nilai-nilai yang sama. Tapi tentunya tidak semua orangtua bisa seberuntung ini. Oleh karena itu ketika orangtua memutuskan untuk menerima seseorang sebagai pengasuh, orangtua hendaknya sudah memiliki persyaratan tertentu, minimal orang tersebut bersih dan rapi (kuku kaki dan tangan terpotong rapi, pendek, dan bersih, tidak bau badan dan mulut, pakaiannya bersih) dan tentunya harus bisa membaca menulis (jadi ketika mengasuh anak, bisa sambil membacakan cerita dan bisa juga sedikit-sedikit mengajarkan anak membaca dan menulis). Persyaratan yang terpenting dan terutama adalah karakter kepribadian serta nilai-nilai diri calon suster; dan hal ini bisa dilakukan, dicari dan digali lewat wawancara tatap muka secara intensif. Saat orangtua memilih calon suster, tanyakan hal-hal yang berkaitan dengan pandangan hidupnya, kebiasaan dia di kampung, motivasi kerjanya, pengalaman sebelumnya, alasan keluar masuk kerja-nya, data tentang keluarganya, keberadaan dan pekerjaan kakak adik serta orang tuanya, dsb.


Tetap Lekat Dengan Anak
Sekalipun orangtua bekerja dari pagi hingga malam, dan meninggalkan anak dalam asuhan orang lain, pastilah orangtua ingin anaknya tetap lekat dengannya. Anak ada di hati orangtua dan orangtua ada di hati anak. Orangtua pasti tidak berharap mendengar perkataan dari mulut anak "Aku anaknya Mbak Yem".

Beberapa ahli mengatakan yang penting bukanlah kuantitas waktu yang dihabiskan bersama anak, tapi kualitas waktu ketika sedang bersama anak. Apa yang dimaksud dengan waktu yang berkualitas? Dalam buku When Others care For Your Child (1987), waktu berkualitas adalah saat-saat dimana orangtua menghabiskan waktu bersama anak dengan fokus dan perhatian penuh pada anak dan masalah-masalah yang dialami anak. Waktu tersebut bisa sambil mengobrol saja ataupun melakukan suatu kegiatan bersama (nonton televisi, main games, makan malam). Saat-saat tersebut benar-benar tidak terbagi, hanya untuk anak dan orangtua. Orangtua tidak sambil menerima telpon bisnis dari rekan kerja, sambil membicarakan masalah di kantor, ataupun membicarakan deadline yang harus dipenuhi.

Hal pertama yang sebaiknya dilakukan ketika orangtua sampai di rumah tentunya adalah menghampiri, memeluk dan mencium anak, bukannya menyalakan televisi atau langsung masuk kamar untuk istirahat sebentar. Ketika orangtua sudah berada di rumah, pengasuhan anak sebaiknya dikembalikan ke orangtua dan tidak lagi dipegang oleh pengasuh. Kalau anak makan masih disuapi, maka orangtua lah yang seharusnya menyuapi, yang memandikan (kalau belum mandi), mengganti baju dan sikat gigi sebelum tidur, mengantar ke tempat tidur (sambil menyanyikan lagu nina bobo maupun membacakan dongeng).

Dengan demikian anak akan mengerti bahwa pengasuh hanya membantu ketika orangtua sedang bekerja, tetapi pengasuh bukanlah orangtua. Anak pun akan tahu bahwa orangtua menganggap anak-anaknya penting dan menyayangi mereka. Ketika ada yang menanyakan anak siapa dia, anak bisa mengatakan "Aku anak Mama Dina dan Papa Dani", dan kalau ditanya Mbak Yem itu siapa, anak akan menjawab "Mbak Yem itu suster aku".

Tantrum

Tantrum

Oleh : Martina Rini S. Tasmin, SPsi



Andi menangis, menjerit-jerit dan berguling-guling di lantai karena menuntut ibunya untuk membelikan mainan mobil-mobilan di sebuah hypermarket di Jakarta? Ibunya sudah berusaha membujuk Andi dan mengatakan bahwa sudah banyak mobil-mobilan di rumahnya. Namun Andi malah semakin menjadi-jadi. Ibunya menjadi serba salah, malu dan tidak berdaya menghadapi anaknya. Di satu sisi, ibunya tidak ingin membelikan mainan tersebut karena masih ada kebutuhan lain yang lebih mendesak. Namun disisi lain, kalau tidak dibelikan maka ia kuatir Andi akan menjerit-jerit semakin lama dan keras, sehingga menarik perhatian semua orang dan orang bisa saja menyangka dirinya adalah orangtua yang kejam. Ibunya menjadi bingung....., lalu akhirnya ia terpaksa membeli mainan yang diinginkan Andi. Benarkah tindakan sang Ibu?


Temper Tantrum
Kejadian di atas merupakan suatu kejadian yang disebut sebagai Temper Tantrums atau suatu luapan emosi yang meledak-ledak dan tidak terkontrol. Temper Tantrum (untuk selanjutnya disebut sebagai Tantrum) seringkali muncul pada anak usia 15 (lima belas) bulan sampai 6 (enam) tahun.

Tantrum biasanya terjadi pada anak yang aktif dengan energi berlimpah. Tantrum juga lebih mudah terjadi pada anak-anak yang dianggap "sulit", dengan ciri-ciri sebagai berikut:
Memiliki kebiasaan tidur, makan dan buang air besar tidak teratur.
Sulit menyukai situasi, makanan dan orang-orang baru.
Lambat beradaptasi terhadap perubahan.
Moodnya (suasana hati) lebih sering negatif.
Mudah terprovokasi, gampang merasa marah/kesal.
Sulit dialihkan perhatiannya.

Tantrum termanifestasi dalam berbagai perilaku. Di bawah ini adalah beberapa contoh perilaku tantrum, menurut tingkatan usia:

1. Di bawah usia 3 tahun:
Menangis
Menggigit
Memukul
Menendang
Menjerit
Memekik-mekik
Melengkungkan punggung
Melempar badan ke lantai
Memukul-mukulkan tangan
Menahan nafas
Membentur-benturkan kepala
Melempar-lempar barang

2. Usia 3 - 4 tahun:
Perilaku-perilaku tersebut diatas
Menghentak-hentakan kaki
Berteriak-teriak
Meninju
Membanting pintu
Mengkritik
Merengek

3. Usia 5 tahun ke atas
Perilaku- perilaku tersebut pada 2 (dua) kategori usia di atas
Memaki
Menyumpah
Memukul kakak/adik atau temannya
Mengkritik diri sendiri
Memecahkan barang dengan sengaja
Mengancam



Faktor Penyebab
Ada beberapa faktor yang dapat menyebabkan terjadinya tantrum. Diantaranya adalah sebagai berikut:

1. Terhalangnya keinginan anak mendapatkan sesuatu
Setelah tidak berhasil meminta sesuatu dan tetap menginginkannya, anak mungkin saja memakai cara tantrum untuk menekan orangtua agar mendapatkan yang ia inginkan, seperti pada contoh kasus di awal.

2. Ketidakmampuan anak mengungkapkan diri
Anak-anak punya keterbatasan bahasa, ada saatnya ia ingin mengungkapkan sesuatu tapi tidak bisa, dan orangtuapun tidak bisa mengerti apa yang diinginkan. Kondisi ini dapat memicu anak menjadi frustrasi dan terungkap dalam bentuk tantrum.

3. Tidak terpenuhinya kebutuhan
Anak yang aktif membutuh ruang dan waktu yang cukup untuk selalu bergerak dan tidak bisa diam dalam waktu yang lama. Kalau suatu saat anak tersebut harus menempuh perjalanan panjang dengan mobil (dan berarti untuk waktu yang lama dia tidak bisa bergerak bebas), dia akan merasa stres. Salah satu kemungkinan cara pelepasan stresnya adalah tantrum. Contoh lain: anak butuh kesempatan untuk mencoba kemampuan baru yang dimilikinya. Misalnya anak umur 3 tahun yang ingin mencoba makan sendiri, atau umur anak 4 tahun ingin mengambilkan minum yang memakai wadah gelas kaca, tapi tidak diperbolehkan oleh orangtua atau pengasuh. Maka untuk melampiaskan rasa marah atau kesal karena tidak diperbolehkan, ia memakai cara tantrum agar diperbolehkan.

4. Pola asuh orangtua
Cara orangtua mengasuh anak juga berperan untuk menyebabkan tantrum. Anak yang terlalu dimanjakan dan selalu mendapatkan apa yang diinginkan, bisa tantrum ketika suatu kali permintaannya ditolak. Bagi anak yang terlalu dilindungi dan didominasi oleh orangtuanya, sekali waktu anak bisa jadi bereaksi menentang dominasi orangtua dengan perilaku tantrum. Orangtua yang mengasuh secara tidak konsisten juga bisa menyebabkan anak tantrum. Misalnya, orangtua yang tidak punya pola jelas kapan ingin melarang kapan ingin mengizinkan anak berbuat sesuatu dan orangtua yang seringkali mengancam untuk menghukum tapi tidak pernah menghukum. Anak akan dibingungkan oleh orangtua dan menjadi tantrum ketika orangtua benar-benar menghukum. Atau pada ayah-ibu yang tidak sependapat satu sama lain, yang satu memperbolehkan anak, yang lain melarang. Anak bisa jadi akan tantrum agar mendapatkan keinginannya dan persetujuan dari kedua orangtua.

5. Anak merasa lelah, lapar, atau dalam keadaan sakit

6. Anak sedang stres (akibat tugas sekolah, dll) dan karena merasa tidak aman (insecure)


Tindakan
Dalam buku Tantrums Secret to Calming the Storm (La Forge: 1996) banyak ahli perkembangan anak menilai bahwa tantrum adalah suatu perilaku yang masih tergolong normal yang merupakan bagian dari proses perkembangan, suatu periode dalam perkembangan fisik, kognitif dan emosi anak. Sebagai bagian dari proses perkembangan, episode tantrum pasti berakhir. Beberapa hal positif yang bisa dilihat dari perilaku tantrum adalah bahwa dengan tantrum anak ingin menunjukkan independensinya, mengekpresikan individualitasnya, mengemukakan pendapatnya, mengeluarkan rasa marah dan frustrasi dan membuat orang dewasa mengerti kalau mereka bingung, lelah atau sakit. Namun demikian bukan berarti bahwa tantrum sebaiknya harus dipuji dan disemangati (encourage).

Jika orangtua membiarkan tantrum berkuasa (dengan memperbolehkan anak mendapatkan yang diinginkannya setelah ia tantrum, seperti ilustrasi di atas) atau bereaksi dengan hukuman-hukuman yang keras dan paksaan-paksaan, maka berarti orangtua sudah menyemangati dan memberi contoh pada anak untuk bertindak kasar dan agresif (padahal sebenarnya tentu orangtua tidak setuju dan tidak menginginkan hal tersebut). Dengan bertindak keliru dalam menyikapi tantrum, orangtua juga menjadi kehilangan satu kesempatan baik untuk mengajarkan anak tentang bagaimana caranya bereaksi terhadap emosi-emosi yang normal (marah, frustrasi, takut, jengkel, dll) secara wajar dan bagaimana bertindak dengan cara yang tepat sehingga tidak menyakiti diri sendiri dan orang lain ketika sedang merasakan emosi tersebut.

Pertanyaan sebagian besar orangtua adalah bagaimana cara terbaik dalam menyikapi anak yang mengalami Tantrum. Untuk menjawab pertanyaan tersebut kami mencoba untuk memberikan beberapa saran tentang tindakan-tindakan yang sebaiknya dilakukan oleh orangtua untuk mengatasi hal tersebut.



Pencegahan
Langkah pertama untuk mencegah terjadinya tantrum adalah dengan mengenali kebiasaan-kebiasaan anak, dan mengetahui secara pasti pada kondisi-kondisi seperti apa muncul tantrum pada si anak. Misalnya, kalau orangtua tahu bahwa anaknya merupakan anak yang aktif bergerak dan gampang stres jika terlalu lama diam dalam mobil di perjalanan yang cukup panjang. Maka supaya ia tidak tantrum, orangtua perlu mengatur agar selama perjalanan diusahakan sering-sering beristirahat di jalan, untuk memberikan waktu bagi anak berlari-lari di luar mobil.

Tantrum juga dapat dipicu karena stres akibat tugas-tugas sekolah yang harus dikerjakan anak. Dalam hal ini mendampingi anak pada saat ia mengerjakan tugas-tugas dari sekolah (bukan membuatkan tugas-tugasnya lho!!!) dan mengajarkan hal-hal yang dianggap sulit, akan membantu mengurangi stres pada anak karena beban sekolah tersebut. Mendampingi anak bahkan tidak terbatas pada tugas-tugas sekolah, tapi juga pada permainan-permainan, sebaiknya anak pun didampingi orangtua, sehingga ketika ia mengalami kesulitan orangtua dapat membantu dengan memberikan petunjuk.

Langkah kedua dalam mencegah tantrum adalah dengan melihat bagaimana cara orangtua mengasuh anaknya. Apakah anak terlalu dimanjakan? Apakah orangtua bertindak terlalu melindungi (over protective), dan terlalu suka melarang? Apakah kedua orangtua selalu seia-sekata dalam mengasuh anak? Apakah orangtua menunjukkan konsistensi dalam perkataan dan perbuatan?

Jika anda merasa terlalu memanjakan anak, terlalu melindungi dan seringkali melarang anak untuk melakukan aktivitas yang sebenarnya sangat dibutuhkan anak, jangan heran jika anak akan mudah tantrum jika kemauannya tidak dituruti. Konsistensi dan kesamaan persepsi dalam mengasuh anak juga sangat berperan. Jika ada ketidaksepakatan, orangtua sebaiknya jangan berdebat dan beragumentasi satu sama lain di depan anak, agar tidak menimbulkan kebingungan dan rasa tidak aman pada anak. Orangtua hendaknya menjaga agar anak selalu melihat bahwa orangtuanya selalu sepakat dan rukun.



Ketika Tantrum Terjadi
Jika tantrum tidak bisa dicegah dan tetap terjadi, maka beberapa tindakan yang sebaiknya dilakukan oleh orangtua adalah:
Memastikan segalanya aman. Jika tantrum terjadi di muka umum, pindahkan anak ke tempat yang aman untuknya melampiaskan emosi. Selama tantrum (di rumah maupun di luar rumah), jauhkan anak dari benda-benda, baik benda-benda yang membahayakan dirinya atau justru jika ia yang membahayakan keberadaan benda-benda tersebut. Atau jika selama tantrum anak jadi menyakiti teman maupun orangtuanya sendiri, jauhkan anak dari temannya tersebut dan jauhkan diri Anda dari si anak.
Orangtua harus tetap tenang, berusaha menjaga emosinya sendiri agar tetap tenang. Jaga emosi jangan sampai memukul dan berteriak-teriak marah pada anak.
Tidak memberi perhatian pada tantrum anak (ignore). Selama tantrum berlangsung, sebaiknya tidak membujuk-bujuk, tidak berargumen, tidak memberikan nasihat-nasihat moral agar anak menghentikan tantrumnya, karena anak toh tidak akan menanggapi/mendengarkan. Usaha menghentikan tantrum seperti itu malah biasanya seperti menyiram bensin dalam api, anak akan semakin lama tantrumnya dan meningkat intensitasnya. Yang terbaik adalah membiarkannya. Tantrum justru lebih cepat berakhir jika orangtua tidak berusaha menghentikannnya dengan bujuk rayu atau paksaan.
Jika perilaku tantrum dari menit ke menit malahan bertambah buruk dan tidak selesai-selesai, selama anak tidak memukul-mukul Anda, peluk anak dengan rasa cinta. Tapi jika rasanya tidak bisa memeluk anak dengan cinta (karena Anda sendiri rasanya malu dan jengkel dengan kelakuan anak), minimal Anda duduk atau berdiri berada dekat dengannya. Selama melakukan hal inipun tidak perlu sambil menasihati atau complaint (dengan berkata: "kamu kok begitu sih nak, bikin mama-papa sedih"; "kamu kan sudah besar, jangan seperti anak kecil lagi dong"), kalau ingin mengatakan sesuatu, cukup misalnya dengan mengatakan "mama/papa sayang kamu", "mama ada di sini sampai kamu selesai". Yang penting di sini adalah memastikan bahwa anak merasa aman dan tahu bahwa orangtuanya ada dan tidak menolak (abandon) dia.



Ketika Tantrum Telah Berlalu
Saat tantrum anak sudah berhenti, seberapapun parahnya ledakan emosi yang telah terjadi tersebut, janganlah diikuti dengan hukuman, nasihat-nasihat, teguran, maupun sindiran. Juga jangan diberikan hadiah apapun, dan anak tetap tidak boleh mendapatkan apa yang diinginkan (jika tantrum terjadi karena menginginkan sesuatu). Dengan tetap tidak memberikan apa yang diinginkan si anak, orangtua akan terlihat konsisten dan anak akan belajar bahwa ia tidak bisa memanipulasi orangtuanya.

Berikanlah rasa cinta dan rasa aman Anda kepada anak. Ajak anak, membaca buku atau bermain sepeda bersama. Tunjukkan kepada anak, sekalipun ia telah berbuat salah, sebagai orangtua Anda tetap mengasihinya.

Setelah tantrum berakhir, orangtua perlu mengevaluasi mengapa sampai terjadi tantrum. Apakah benar-benar anak yang berbuat salah atau orangtua yang salah merespon perbuatan/keinginan anak? Atau karena anak merasa lelah, frustrasi, lapar, atau sakit? Berpikir ulang ini perlu, agar orangtua bisa mencegah tantrum berikutnya.

Jika anak yang dianggap salah, orangtua perlu berpikir untuk mengajarkan kepada anak nilai-nilai atau cara-cara baru agar anak tidak mengulangi kesalahannya. Kalau memang ingin mengajar dan memberi nasihat, jangan dilakukan setelah tantrum berakhir, tapi lakukanlah ketika keadaan sedang tenang dan nyaman bagi orangtua dan anak. Waktu yang tenang dan nyaman adalah ketika tantrum belum dimulai, bahkan ketika tidak ada tanda-tanda akan terjadi tantrum. Saat orangtua dan anak sedang gembira, tidak merasa frustrasi, lelah dan lapar merupakan saat yang ideal.


Dari uraian diatas dapat terlihat bahwa kalau orangtua memiliki anak yang "sulit" dan mudah menjadi tantrum, tentu tidak adil jika dikatakan sepenuhnya kesalahan orangtua. Namun harus diakui bahwa orangtualah yang punya peranan untuk membimbing anak dalam mengatur emosinya dan mempermudah kehidupan anak agar tantrum tidak terus-menerus meletup. Beberapa saran diatas mungkin dapat berguna bagi anda terutama bagi para ibu/ayah muda yang belum memiliki pengalaman mengasuh anak. Selamat membaca, semoga bermanfaat.

Rabu, 20 Juli 2011

DANA SANI MUSTHOFA...WUI...CAKEPNYA...MOGA JADI ANAK SHOLEH...AMIN

GAYA ALA MAZ RAZIQ DI SEBERANG....OKE KHAN..?

Tiga Nasehat

Rasulullah SAW pernah memberikan tiga buah nasehat kepada kedua sehabatnya Abu Dzar Jundub bin Junadah dan Abu Abdurrahman bin Jabal:


“Bertakwalah kamu kepada Allah dimanapun kamu berada, dan ikutilah kesalahanmu dengan kebaikan niscaya ia dapat menghapuskannya. Dan pergaulilah manusia dengan akhlak terpuji.” HR. Tirmidzi

Tiga pesan Rasulullah SAW tersebut layak untuk kita perhatikan karena sangat berkaitan erat dengan kehidupan kita sehari-hari.

1- BERTAQWA DIMANA SAJA

Definisi dari kata taqwa dapat dilihat dari percakapan antara sahabat Umar dan Ubay bin Ka’ab ra. Suatu ketika sahabat Umar ra bertanya kepada Ubay bin Ka’ab apakah taqwa itu? Dia menjawab; “Pernahkah kamu melalui jalan berduri?” Umar menjawab; “Pernah!” Ubay menyambung, “Lalu apa yang kamu lakukan?” Umar menjawab; “Aku berhati-hati, waspada dan penuh keseriusan.” Maka Ubay berkata; “Maka demikian pulalah taqwa!”

Sedang menurut Sayyid Qutub dalam tafsirnya—Fi Zhilal al-Qur`an—taqwa adalah kepekaan hati, kehalusan perasaan, rasa khawatir yang terus menerus dan hati-hati terhadap semua duri atau halangan dalam kehidupan.

Kalau ada suatu iklan minuman ringan: “Dimana saja dan kapan saja …”, maka nasehat Nabi SAW ini menunjukkan bahwa kita harus bertaqwa dimana saja. Sedang perintah taqwa kapan saja terdapat dalam surat Ali Imron 102:

“Hai orang-orang yang beriman, bertakwalah kepada Allah sebenar-benar takwa kepada-Nya; dan janganlah sekali-kali kamu mati melainkan dalam keadaan beragama Islam”

Jadi dimanapun dan kapanpun kita harus menjaga ketaqwaan kita. Taqwa dimana saja memang sulit untuk dilakukan dan harus usaha yang dilakukan harus ekstra keras. Akan sangat mudah ketaqwaan itu diraih ketika kita bersama orang lain, tetapi bila tidak ada orang lain maka maksiyat dapat dilaksanakan. Sebagai contoh, ketika kita berkumpul di dalam suatu majelis zikir, pikiran dan pandangan kita akan terjaga dengan baik. Tetapi ketika kita berjalan sendirian di suatu tempat perbelanjaan, maka pikiran dan pandangan kita bisa tidak terjaga. Untuk menjaga ketaqwaan kita dimanapun saja, maka perlunya kita menyadari akan pengawasan Allah SWT baik secara langsung maupun melalui malaikat-Nya.

2 KEBAIKAN YANG MENGHAPUSKAN KESALAHAN

Setiap orang selalu melakukan kesalahan. Hari ini mungkin kita sudah melakukan kesalahan baik yang kita sadari maupun yang tidak kita sadari. Oleh sebab itu, segera setelah kita melaksanakan kesalahan, lakukan kebaikan. Kebaikan tersebut dapat menghapuskan kesalahan yang telah dilakukan.

Untuk dosa yang merugikan diri sendiri, maka salah satu cara untuk menghapusnya adalah dengan bersedekah. Rasulullah SAW bersabda “sedekah itu menghapus kesalahan sebagaimana air memadamkan api”. Maka ada orang yang ketika dia sakit maka dia akan memberikan sedekah agar penyakitnya segera sembuh. Hal ini dikarenakan segala penyakit yang kita miliki itu adalah karena kesalahan yang kita pernah lakukan.

Sedang dosa yang dilakukan terhadap orang lain maka yang perlu dilakukan adalah memohon maaf yang bagi beberapa orang sangat sulit untuk dilakukan. Padahal Rasulullah SAW selalu minta maaf ketika bersalah bahkan terhadap Ibnu Ummi Maktum beliau memeluknya dengan hangat seraya berkata “Inilah orangnya, yang membuat aku ditegur oleh Allah… (QS. Abasa)”. Setelah minta maaf kemudian bawalah sesuatu hadiah atau makanan kepada orang tersebut, maka kesalahan tersebut insya Allah akan dihapuskan.

3- AKHLAQ YANG TERPUJI

Akhlaq terpuji adalah keharusan dari setiap muslim. Tidak memiliki akhlaq tersebut akan dapat mendekatkan seseorang dalam siksaan api neraka. Dari beberapa jenis akhlaq kita terhadap orang lain, yang perlu diperhatikan adalah akhlaq terhadap tetangga.

“Barang siapa yang beriman kepada Allah dan hari akhir maka jangan menyakiti tetangganya.” (HR. Bukhari, Muslim dan Ibnu Majah)

Dari Abu Syuraih ra, bahwa Nabi Muhammad saw bersabda: “Demi Allah seseorang tidak beriman, Demi Allah seseorang tidak beriman, Demi Allah seseorang tidak beriman.” Ada yang bertanya: “Siapa itu Ya Rasulullah?” Jawab Nabi: “Yaitu orang yang tetangganya tidak aman dari gangguannya.” (HR. Bukhari)

Dari hadits tersebut, peringatan Allah sangat keras sampai diulangi tiga kali yaitu tidak termasuk golongan orang beriman bagi tetangganya yang tidak aman dari gangguannya. Maka terkadang kita perlu instropeksi dengan menanyakan kepada tetangga apakah kita mengganggu mereka.

Wallahua’lam bish showab.

Selasa, 05 Juli 2011

Ibu, Bagaimana Kabarmu?

Ibu selalu menyertaimu.
Ibumu adalah bisikan daun-daun, ketika kau mencari angin berjalan-jalan.
Ia adalah aroma segar yang keluar dari kaus kakimu yang putih tercuci bersih.
Ibumu hidup dalam tawamu, dan mengkristal dalam tetes air matamu.

Ibumu adalah tempat tinggalmu yang pertama.
Dari sana kamu datang, dan dia adalah terang yang menuntun setiap langkah hidupmu.
Dialah cinta pertamamu, takkan ada yang dapat memisahkanmu darinya.
Waktu, jarak, bahkan kematian takkan memisahkan kamu dari ibumu.
Kamu akan membawa dia di dalam dirimu selalu.

Begitulah kurang lebih isi sajak yang ditulis oleh Sherry Martin. Ibu adalah hidup kita, dia akan menyertai kita ke mana-mana. Itu berlaku untuk siapa saja. Tak terkecuali juga pemain bola.

Bagi pemain bola, ternyata ibu juga segala-galanya.

Ibu, dialah yang pertama kali ditelepon oleh Ramires (23), ketika dalam pertandingan uji coba menjelang Piala Dunia 2010, Brasil menaklukkan Tanzania 5-1. Tanzania memang bukan lawan yang sepadan bagi Brasil. Namun, itu bukan soal. Yang penting, Ramires ingin membuat Yudith, ibunya, bangga dan bahagia. Apalagi dalam pertandingan uji coba itu, Ramires sendiri memborong dua gol. Oleh karena itu, ia segera membagikan kebahagiaan kepada ibunya yang tinggal jauh di seberang sana.

Demikian juga halnya dengan Samuel Eto’o. Pada masa kecil Eto’o hidup di perkampungan kumuh wilayah Douala, kota terbesar di Kamerun. Hidupnya sangat miskin dan ibunya harus mati-matian mencari uang untuk menghidupi keluarganya.

”Setiap kali saya mencetak gol, apalagi gol yang amat menentukan, saya selalu memikirkan ibu saya. Gambar ibu selalu terbayang di mata saya. Ketika saya mencetak gol, saya terkenang, bagaimana pada pagi-pagi buta, ibu pergi meninggalkan rumah, untuk menjual ikan, agar ia bisa menghidupi keluarga. Tanpa dia, tak ada saya sekarang,” aku Eto’o kepada penulis Christian Ewers yang mewawancarainya.

Eto’o bilang, setiap pertandingan adalah pertarungan. Ia tak ingin mengalah. Ia ingin bertahan seperti ibunya, yang demikian tabah bekerja di pasar, sampai mendapatkan uang untuk keluarganya. Jadi bagi Eto’o, setiap gol yang ia peroleh bagaikan sekeping mata uang, yang dulu dicari dengan susah payah oleh ibunya. Gol itu terasa sebagai pembebasan dari belenggu kemiskinannya.

Cacau ternyata juga mempunyai pengalaman yang mirip dengan Eto’o. Cacau asli Brasil, dilahirkan dari keluarga amat miskin di desa kecil, 40 kilometer dari Sao Paulo. Ibunya bekerja sebagai pembantu rumah tangga. Dan Cacau sendiri pernah menjadi pedagang asongan di jalan-jalan raya Sao Paulo.

”Waktu saya mencetak ke gawang Australia, ibulah yang datang pertama kali ke dalam pikiran saya. Lalu saya teringat akan kedua saudara saya dan bersamaan dengan itu timbullah segala kenangan akan kemiskinan dan penderitaan yang pernah saya lalui,” kata Cacau.

Ia tak tahu, mengapa gol itu serasa sebagai sebuah kebahagiaan yang dapat menutupi penderitaan yang dulu harus ditanggung oleh ibunya.

Kenangan akan kasih ibu semacam itu juga terjadi pada gelandang Inggris, Frank Lampard. Menurut bibinya, Sandra Redknapp, Lampard sangat terpukul ketika dua tahun lalu ibunya meninggal karena pneumonia. ”Ia sangat membutuhkan dukungan ibunya sehingga dalam Piala Dunia kali ini, ia pasti merasa sangat kehilangan dukungan itu,” tutur Sandra Redknapp, yang merupakan istri Harry Redknapp—paman Lampard—pelatih Tottenham Hotspurs.

Kata Sandra, Pat, ibu Lampard, selalu hadir setiap kali Lampard bertanding sejak Lampard masih anak-anak. Pada Piala Dunia di Jerman, empat tahun lalu, Pat juga datang menyaksikan pertandingan anaknya. ”Pat sangat bangga akan anaknya. Sekarang Pat sudah tiada, padahal Frank selalu membutuhkannya. Jadi saya yakin, dalam Piala Dunia kali ini, Pat juga datang dan menjaga Frank, serta berharap, Frank memperoleh hasil yang terbaik,” kata Sandra pada awal perhelatan Piala Dunia 2010.

Dan bagaimana dengan Arjen Robben? Setelah Bayern Muenchen keluar sebagai juara Liga Jerman, lalu bersiap-siap menghadapi final Liga Champions melawan Inter Milan, Robben pernah bilang demikian, ”Andaikan nanti saya bisa menikmati juara Liga Champions dan kemudian menjadi juara di Piala Dunia 2010, tak ada lagi yang akan saya buat, kecuali meninggalkan semuanya lalu pulang ke rumah ibu saya.”

Bagi pemain bola, ibu ternyata adalah tempat, yang selalu mengajak mereka pulang. Ibu adalah naungan, di mana mereka merasa aman dan tenteram. Ibu juga selalu mengikuti mereka ketika mereka bersusah payah merebut dan memainkan bola. Juga ketika ibu telah tiada, mereka tetap percaya akan kehadirannya.

Ibu melebihi kemampuan dan kehebatan mereka. Kalau ibu mengawal mereka, mereka merasa pasti bahwa mereka akan menemukan jalan menuju kemenangan. Ibu, yang lemah lembut dan penuh kasih itu, adalah puisi di tengah lapangan bola yang keras dan penuh pertarungan. Dan gol adalah persembahan cinta yang ingin mereka haturkan kepada ibunya. Mother, how are you today? Ibu, bagaimana kabarmu? Lagu ini ternyata adalah kata-kata cinta, yang juga menjadi isi hati para pemain bola.

Para Orangtua Pembelajar, artikel diatas merupakan tulisan seorang penulis yang saya kagumi sejak saya berada di bangku kuliah, Sindhunata. Kali ini, beliau mengupas topik mengenai pentingnya ibu dalam kehidupan seorang anak. Saya yakin, kita semua memiliki ibu atau bahkan telah menjadi ibu saat ini atau jika anda adalah suami, anda juga memiliki istri yang menjadi ibu dari anak-anak anda.

Gelar ibu yang disandang seorang wanita merupakan anugerah yang tiada duanya. Melaluinya lahir atau tumbuh seorang anak yang akan menentukan masa depan dunia. So… para ibu, peran yang anda emban bukanlah peran sembarangan yang bisa digantikan oleh siapapun. Pepatah bilang, ibu dapat menggantikan siapapun tapi ibu tidak dapat tergantikan oleh siapapun.

Belajar terus yuk… agar anak-anak kita dapat menjadi yang terbaik yang bisa mereka jadi. Saya berharap juga semoga tulisan ini bisa menginspirasi kita semua untuk selalu menghormati dan menghargai wanita yang dipanggil ibu, mama, bunda.

Salam hangat penuh cinta untuk para ibu di seluruh Indonesia.
Sandra Mungliandi M Psi., Psikolog.

Oleh SINDHUNATA

Pertengkaran Orangtua Menciptakan Hambatan Mental Pada Anak

Jam menunjukkan pukul 19.00 ketika seorang klien yang sebelumnya telah mengadakan janji temu masuk ke ruang terapi saya. “Selamat malam Pak…., apa kabar, apa yang dapat saya bantu untuk Bapak” sapa saya mengawali pembicaraan. Dengan suasana santai dan nyaman, klien tersebut kemudian menceritakan permasalahan yang tengah dialami seputar usaha pribadi yang dimilikinya.

“Saya bukan berasal dari keluarga kaya Pak” lanjutnya dalam pembicaraan kami. “Semuanya saya awali dari nol dengan modal usaha yang sangat minim”. “Hingga akhirnya saya dapat terus berkembang membangun usaha sendiri yang saat ini memiliki banyak cabang di Jogjakarta”.

Dari cerita klien tersebut saya kemudian justru mendapatkan satu inspirasi yang sangat luar biasa. Berawal dari statusnya yang hanya sebagai pegawai biasa di sebuah counter handphone dengan gaji pas-pas an hingga akhirnya memiliki usaha sendiri dengan banyak cabang, ditambah beberapa mobil dan rumah mewah, dengan usia yang relatif masih muda, jauh dibawah saya. Wow menarik bukan?

“Beberapa waktu ini usaha yang saya jalankan sedikit mengalami hambatan, Pak” ujarnya. “Saya merasa bahwa harusnya saya bisa lebih maju dan berkembang. Namun sekarang ini rasanya kok mandek ya, stuck nggak bergerak. Masa dalam dua tahun terakhir ini tidak ada perkembangan sama sekali?”….. “Memang sih hasilnya masih cukup baik, namun dengan kapasitas modal dan karyawan yang ada, harusnya terjadi peningkatan juga dalam usaha saya ini. Kalau tidak nanti ke depannya akan semakin berat dalam persaingan”
Pembicaraan terus berlanjut dan saya mencoba menggali informasi lebih banyak lagi. Pada akhirnya saya menemukan suatu penjelasan yang cukup unik yang saya rasakan sebagai sumber penyebab dari tidak berkembangnya usaha yang dijalankan tersebut.

Begini ceritanya, setelah menempati kantor baru sebagai pusat kegiatan usahanya tiga tahun lalu, banyak rekan dan sahabat yang datang berkunjung hampir setiap hari. Wajar saja bila pada akhirnya mereka sangat kagum dengan perkembangan dan hasil yang telah dicapai oleh klien saya ini. Mengingat bagaimana kondisinya sejak awal merintis usaha, mungkin tidak salah bila saya istilahkan “from zero to hero” he he he… Mau tak mau pujianpun mengalir dari masing-masing teman dan sahabatnya. “Wah anda memang hebat ya Pak”, “Sukses yang luar biasa Pak”, “Bisnis anda sangat besar sekali” adalah beberapa komentar dan pujian yang sering disampaikan padanya.

Namun bagaimana cara klien saya menanggapinya ternyata justru menjadi bumerang di kemudian hari yang tidak pernah disadarinya. “Ah enggak kok” jawabnya. Atau “Biasa aja lah”, “Jangan terlalu memuji”, “Saya masih belum apa-apa”, “Ah saya nggak ada apa-apanya”, jawaban-jawaban inilah yang sering dan berkali-kali klien saya ucapkan menanggapi pujian-pujian tersebut. Dan itu terus berlanjut hingga saat sebelum bertemu saya.

Yang menarik adalah mengapa klien mengucapkan itu berkali-kali? Bukankah ini memperkuat atau bahkan bisa menyebabkan mental blok baru? Sebab dengan mengacu pada prinsip kerja pikiran, sesuatu yang dilakukan berulang kali (repetisi) secara konsisten, maka hal tersebut dapat menjadi suatu hal yang diyakini (belief). Dalam konteks bila keyakinan itu bersifat negatif, secara otomatis akan menjadi mental block yang menghambat kemajuan diri kita dan apa yang kita lakukan.

Nah saya mulai menggali lebih dalam mengapa klien mengucapkan itu berkali-kali. Saya menanyakan beberapa pertanyaan untuk mempertajam analisa dan dugaan saya tentang proses terbentuknya mental blok itu. Saya tanya lebih detail apa perasaannya saat mengucapkan kalimat tersebut sebab bila kita perhatikan jawaban-jawaban yang diberikan klien saya ini dalam menanggapi pujian yang ditujukan kepadanya, semuanya berkonotasi negatif bukan?

Saya paham bahwa sebagai orang timur dan khususnya karena klien saya ini berasal dari Jogjakarta, mungkin maksud dari jawaban tersebut adalah untuk menunjukkan kerendahan hati dan menghindari kesan sombong atau tinggi hati. Namun intuisi saya sebagai terapis menangkap sesuatu yang sepertinya menjadi petunjuk penting untuk menyelesaikan kasus ini. Lagi pula suatu kalimat yang diulang berkali-kali dapat berubah menjadi belief dan mental blok yang benar-benar diwujudkan secara tidak sadar. Bahwa usahanya itu masih biasa saja, masih belum apa-apa dan tidak ada apa-apanya. Disinilah terjadi proses sabotase diri yang tidak pernah disadari klien sama sekali.

Singkat cerita saya kemudian melakukan terapi pada klien saya tersebut untuk menghilangkan belief dan mental blok yang menjadi penghambat kemajuan usahanya.

Dengan salah satu tehnik terapi yang saya pelajari di kelas Akademi Hipnoterapi Indonesia, saya menemukan root cause atau akar permasalahan yang menyebabkan atau melatar belakangi ucapan-ucapan tersebut.

Ternyata kejadian yang memicu semua ini dialami oleh klien saya pada saat dia berusia delapan tahun. Klien melihat pertengkaran kedua orangtuanya untuk yang kesekian kalinya. Namun yang kali ini dilihatnya adalah yang paling heboh dan seru hingga akhirnya kedua orangtuanya bercerai dan usaha mereka mengalami kebangkrutan.

Kejadian ini begitu membekas, memunculkan perasaan tidak berdaya, tidak mampu, tidak percaya diri, tidak dapat berbuat apa-apa atas peristiwa yang terjadi. Sebagai seorang anak ia tentu mengharapkan kedua orangtuanya rukun. Namun apa daya ia tak sanggup membuat itu terjadi. Dan …… bennnnngggggg! Sebuah perasaan tak mampu terbentuk melalui serangkaian self talk pada anak tak berdaya ini. Ditambah dengan emosi negatif yang dirasakan saat itu maka lengkaplah sudah proses terbentuknya citra diri pada si anak. Citra diri – saya tak mampu, saya biasa saja – ini tertanam kuat dalam memori pikiran dan berguna sebagai landasan berpikir dan bertindak saat anak kecil 8 tahun ini beranjak dewasa.

Citra diri inilah yang kelak akan terwujud dalam kehidupan seseorang. Ini seperti sebuah ramalah yang menjadi kenyataan.

Akhirnya saya membantu klien melihat kejadian itu dengan sudut pandang berbeda dan kemudian memaknai ulang peristiwa tersebut dengan kesadaran dewasanya. Lalu setelah itu saya minta klien membantuk gambaran mental baru yang ia inginkan dengan teknik tertentu juga yang terlalu teknik diceritakan di sini. Singkat cerita terapi berakhir dan klien merasa plong. Seakan sebuah batu besar yang selama ini digendong kemana-mana telah diletakkan dan tak perlu dibawa lagi.

Dua bulan setelah sesi terapi berakhir, di awal Juni 2010 saya mendapatkan kabar bahwa usaha yang dijalankan oleh klien saya mulai ada peningkatan dan berjalan sesuai yang diharapkan. Pesanan tiba-tiba saja datang dari pihak-pihak yang tidak pernah berhubungan sama sekali. Bahkan kinerja karyawan pun membaik. Malah pada akhirnya klien saya ini menyampaikan bahwa dia sedang mengatur waktu dan meminta saya untuk memberikan training beserta sesi terapi untuk keseluruhan karyawannya.

Kasus klien saya ini mengingatkan saya pada cerita Aladin dan lampu wasiat. Dimana Sang Jin akan mewujudkan dan mengabulkan permintaan yang disampaikan. “Your wish is my command”.
Demikian juga dengan hukum yang ada di alam semesta ini. Bukankah apa yang kita pikirkan dan ucapkan adalah apa yang akan kita dapatkan dan diwujudkan dalam hidup kita? Oleh karenanya berhati-hatilah dengan apa yang Anda pikirkan dan ucapkan, karena semuanya dapat menjadi suatu keyakinan yang akan diwujudkan dalam kehidupan nyata.

Dan setelah menyadari dampak dari ucapan dan pikiran yang muncul maka carilah dengan kesadaran diri awal mula mengapa itu terjadi. Tak ada sebuah akibat terjadi tanpa sebab, betul?

Bagaimana jika kesadaran diri kita tak sanggup menjangkau area dimana penyebab itu terjadi? Nah itulah saatnya kita membutuhkan pihak profesional untuk mencari dan melepaskan beban emosional tersebut.

Salam hangat penuh cinta untuk para orangtua Indonesia
Andreas S.(Certified Trainer Sekolah Orangtua Jogjakarta dan Champion Mindset Coach)