Kamis, 19 Januari 2012

KEPUASAN KERJA

A. Pendahuluan
Setiap perusahaan ingin karyawannya memiliki kemampuan produktivitas yang tinggi dalam bekerja. Ini merupakan keinginan yang ideal bagi perusahaan yang berorientasi pada profit sebab bagaimana mungkin perusahaan memperoleh keuntungan apabila didalamnya diisi oleh orang-orang yang tidak produktif.
Akan tetapi, terkadang perusahaan tidak mampu membedakan mana karyawan yang produktif dan mana yang tidak produktif. Hal ini disebabkan perusahaan kurang memilii sense of bussiness yang menganggap karyawan sebagai investasi yang akan memberikan provitable. Perusahaan lebih terfokus pada upaya pencapaian target dan keinginan menjadi market leader.
Akibatnya, perusahaan menjadikan karyawan tak ubahya seperti mesin. Ironisnya lagi, mesin itu tidak di maintenance dengan baik. Perusahaan lupa kalau karyawan adalah investasi dari profit itu sendiri yang perlu dipelihara agar tetap dapat berproduksi dengan baik. Untuk menjaga produktivitas karyawan ada dua faktor yang perlu diperhatikan. Pertama, faktor personal attributes. Faktor ini seyogyanya telah terkontrol pada saat perusahaan melakukan rekruitmen. Ketika melakukan rekruitmen idealnya perusahaan telah menetapkan minimal requirements yang harus dipenuhi oleh calon karyawan sehingga ke depannya perusahaan hanya tinggal melakukan training &development.
Masalah-masalah seperti skills, knowledge, ability, motivation, dan lain-lain termasuk bagian dari personal attributes. Menurut Maier (1965) dalam buku Psychology in Industry, produktivitas(performance) karyawan merupakan perkalian antara ability dan motivasi (performance =ability X motivation) sehingga dapat dikatakan karyawan yang personal attributesnya jelek akan memiliki performance yang jelek pula. Itulah mengapa proses rekruitmen menjadi hal penting yang perlu dilaksanakan secara fair dan objektif.
Faktor kedua, aspek-aspek yang dapat memunculkan rasa puas atau tidak puas karyawan terhadap pekerjaanya atau yang sering disebut dengan kepuasan kerja (job satisfaction). Yang dimaksud dengan kepuasan kerja adalah bagaimana perasaan karyawan terhadap pekerjaannya ( Wexley &Yukl, dalam Organizational Behaviour And Personnel Psychology, 1984. Perasaan ini bersifat favorable namun bisa juga unfavorable, tergantung bagaimana karyawan menilai aspek-aspek kepuasan kerja itu sendiri.
Kepuasan kerja merupakan salah dsatu faktor yang sangat penting untuk mendapatkan hasil kerja yang optimal. Ketika seseorang merasakan kepuasan dalam bekerja tentunya ia akan berupaya semaksimal mungkin dengan segenap kemampuan yang dimilikinya untuk menyelesaikan tugas pekerjaannya. Dengan demikian produktivitas dan hasil kerja karyawan akan meningkat secara optimal.

B. Pengertian Kepuasan Kerja
Kepuasan kerja (job satisfaction) adalah keadaan emosional yang menyenangkan dimana para karyawan memandang pekerjaan mereka. Kepuasan kerja mencerminkan perasaaan seseorang terhadap pekerjaannya. Ini nampak dalam sikap positif karyawan terhadap pekerjaan dan segala sesuatu yang dihadapi di lingkungan kerjanya. Departemen personalia atau manajemen harus senantiasa memonitor kepuasan kerja, karena hal itu mempengaruhi tingkat absensi, perputaran tenaga kerja, semangat kerja, keluhan-keluhan, dan masalah-masalah personalaa vital lainnya.
Kepuasan kerja pada dasarnya merujuk pada seberapa besar seorang pegawai menyukai pekerjaannya. Kepuasan kerja adalah sikap umum pekerja tentang pekerjaan yang dilakukannya, karena pada umumnya apabila orang membahas tentang sikap pegawai, yang dimaksud adalah kepuasan kerja. Pekerjaan merupakan bagian yang penting dalam kehidupan seseorang, sehingga kepuasan kerja juga mempengaruhi kehidupan seseorang. Oleh karena itu kepuasan kerja adalah bagian kepuasan hidup (Wether dan Davis, 1982: 42).
Kepuasan kerja dapat dirumuskan sebagai respons umum pekerja berupa perilaku yang ditampilkan oleh karyawan sebagai hasil persepsi mengenai hal-hal yang berkaitan dengan pekerjaannya. Seorang pekerja yang masuk dan bergabung dalam suatu organisasi/institusi/ perusahaan mempunyai seperangkat keinginan, kebutuhan, hasrat dan pengalaman masa lalu yang menyatu dan membentuk suatu harapan yang diharapkan dapat dipenuhi ditempatnya bekerja. Kepuasan kerja akan didapat apabila ada kesesuaian antara harapan pekerja dengan kenyataan yang ditemui dan didapatkannya dari tempat bekerja.
Persepsi pekerja mengenai hal-hal yang berkaitan dengan pekerjaannya dan kepuasan kerja melibatkan rasa aman, rasa adil, rasa menikmati, rasa bergairah, status dan kebanggaan. Dalam persepsi ini juga dilibatkan situasi kerja pekerja yang bersangkutan meliputi interaksi kerja, kondisi kerja, pengakuan, hubungan dengan atasan, dan kesempatan promosi. Selain itu didalam persepsi ini juga tercakup kesesuaian antara kemampuan dan keinginan pekerja dengan kondisi organisasi tempat mereka bekerja yang meliputi jenis pekerjaan,minat, bakat penghasilan, dan insentif.
C. Pentingnya Kepuasan Kerja
Kepuasan kerja menjadi hal penting karena dapat mempengaruhi produktivitas karyawan (Edward Lawler, dalam Steers & Porter, 1983), sebab karyawan yang memiliki kepuasan tinggi akan memandang pekerjaannya sebagai hal yang menyenangkan, berbeda dengan karyawan yang memiliki kepuasan kerja rendah, ia akan melihat pekerjaannya sebagai hal yang menjemukan dan membosankan sehingga karyawan tersebut bekerja dalam keadaan terpaksa.
Karyawan yag bekerja dalam kedaan terpaksa akan memiliki hasil kerja (performance) yang buruk dibanding dengan karyawan yang bekerja dengan semangat yang tinggi. Apabila perusahaan memiliki karyawan yang mayoritas kepuasannya rendah, dapat dibayangkan tingkat produktivitas perusahaan secara keseluruhan, dan ini akan merugikan perusahaan. Itulah sebabnya perusahaan perlu memperhatikan derajat kepuasan karyawan dengan cara mengkaji ulang aspek-aspek yang dapat mempengaruhi kepuasan kerja.

D. Fungsi Kepuasan Kerja
Secara historis sering dianggap bahwa karyawan yang mendapatkan kepuasan kerja akan melaksanakan pekerjaan dengan lebih baik. Dalam banyak kasus, memang sering ada hubungan positif antara kepuasan tinggi dengan prestasi kerja tinggi, meskipun tidak selalu cukup kuat dan berarti (signifikan). Ada banyak karyawan dengan kepuasan kerja tinggi tidak menjadi karyawan yang produktivitasnya tinggi, tetapi tetap hanya sebagai karyawan rata-rata. Kepuasan kerja itu sendiri bukan merupakan suatu motivator kuat. Bagaimanapun juga, kepuasan kerja perlu untuk memelihara karyawan agar lebih tanggap terhadap lingkungan motivasional yang diciptakan.
Masalah pokok hubungan diatas adalah apakah kepuasan kerja mengarah kepada pelaksanaannya kerja lebih baik, atau sebaliknya, prestasi kerja menimbulkan kepuasan.
Sementara itu dalam bukunya berjudul Psychology and Industry Today, Schultz (1990) mengatakan bahwa kepuasan kerja memiliki hubungan langsung dengan positive behaviour pada pekerjaannya. Menurutnya karyawan yang memiliki kepuasan kerja yang tinggi akan memiliki high performance dari pada para karyawan yang tidak puas.

E. Faktor-Faktor Kepuasan kerja
Menurut Robbins (1996) ada beberapa hal yang dapat mempengaruhi kepuasan kerja karyawan. Pertama, adalah pekerjaan yang secara mental menantang (mentally chalenging work) artinya apakah pekerjaan yang dilakukan karyawan saat ini ada tantangannya atau tidak sama sekali. Pekerjaan yang dirasa tidak menantang akan menimbulkan rasa bosan dalam diri karyawan, sebaliknya pekerjaan yang tantangannya terlalu berat justeru akan menimbulkan rasa frustasi dan perasaan gagal. Oleh karena itu, pekerjaan yang diberikan kepada karyawan hendaknya memiliki tantangan yang proporsional.
Kedua, masalah reward yag sesuai (equitable rewards), yang dimaksud reward misalnya gaji, komisi, bonus, dan juga kebujiakan promosi. Pada umumnya karyawan menginginkan gaji dan sistem promosi yang adil dan fair. Yang dimaksud adil dan fair misalnya ada kesesuaian antara gaji dengan tuntutan pekerjaan, skill atau keterampilan, latar belakang pendidikan dan sebagainya. Demikian pula masalah promosi, jangan sampai terjadi karyawan yang tidak outstanding malah mendapat promosi. Jika karyawan menilai sistem gaji dan promosi sudah adil dan fair,maka kemugkinan besar karyawan akan mengalami kepuasan kerja dengan pekerjaannya. Umumnya permasalahan ketidakpuasan banyak dipicu leh sistem gaji yang dipandang tidak memenuhi rasa keadilan (inequity) (Wexley&Yukl, 1984).
Ketiga, adalah kondisi kerja yang mendukung (ssupportive working condition), yang termasuk ke dalam kondisi kerja misalnya temperatur, cahaya atau penerangan, meja, kursi, tingkat kebisingan, dan lain-lain. Banyak penelitian yang mengungkapkan bahwa karyawan lebih menyukai kondisi pekerjaan yang tidak berbahaya atau merepotkan. Misalnya penerangan yang terlalu gelap, suhu udara yang panas, tempat duduk yang kurang nyaman. Umumnya karyawan akan senang bekerja dengan fasilitas yang bersih, nyaman, dan dengan alat-alat yan memadai. Hal-hal demikian akan memberi kontribusi yang berarti dalam peningkatan kepuasan karyawan.
Keempat, rekan kerja yang mendukung (supportive colleagues), tidak semua orang yang bekerja hanya untuk mencari uang, tetapi ada juga orang bekerja dengan tujuan memenuhi kebutuhan interaksi sosial (need of affiliation).
Tidak heran, kalau mempunyai rekan kerja yang ramah dan kooperatif dapat meningkatkan kepuasan kerja. Bahkan, ada karyawan yang gajinya kecil namun tetap bertahan pada pekerjaannya karena sangat senang dengan rekan-rekan kerjanya. Hal demikian berlaku juga dengan atasan. Karyawan yang memiliki atasan penuh perhatian dan sportif dapat meningkatkan kepuasan kerja karyawan (Wexley &Yukl, 1984).
Sementara itu Frederick Herzberg merumuskan faktor-faktor penyebab kepuasan kerja, yakni:
1. Prestasi
2. Penghargaan
3. Pekerjaan kreatif dan menantang
4. Tanggungjawab
5. Kemajuan dan peningkatan

Sedangkan faktor-faktor pemelihara sebagai faktor yang negatif (yang ekstrinsik) dapat mengurangi dan menghilangkan ketidakpuasan kerja dan menghindarkan masalah, tetapi tidak akan dapat digunakan untuk memotivasi bawahan. Faktor-faktor tersebut yakni:
1. Kebijaksanaan dan administrasi perusahaan
2. Kualitas pengendalian teknik
3. Kondisi kerja
4. Hubungan kerja
5. Status pekerjaan
6. Keamanan kerja
7. Kehidupan pribadi
8. Penggajian

Menurut Job Descriptive Index (JDI) faktor-aktor penyebab kepuasan kerja ialah:
1. bekerja pada tempat yang tepat
2. pembayaran yang sesuai
3. organisasi dan manajemen
4. supervisi pada pekerjaan yang tepat
5. orang berada dalam pekerjaan yang tepat (Dunn&Stephens, 1981:322-323)
Faktor-faktor penentu kepuasan kerja:
• Pengharapan.
Seseorang pegawai yang mengharapkan memperoleh gaji yang tinggisementara pada kenyataanya tidak, maka ia tidak merasa puas.
• Penilaian diri
Jika seseorang menganggap dirinya sebagai seorang yang secara umum puas (orang dapat menyesuaikan diri dengan baik), maka ia tidak akan bersedia mengakui bahwa pekerjaannya dapat membuatnya kesal.
• Norma-norma sosial
Jika seseorang yang dihormati seorang pegawai menganggap pekerjaanya baik atau penting maka hal itu akan menambah kepuasan.
• Perbandingan-perbandingan sosial.
Jika seseorang memiliki pekerjaan yang lebih baik atau lebih menarik daripada teman- temannya ia akan merasa lebih puas daripada jika mempunyai pekerjaan yang senasib atau lebih rendah.
• Hubungan input/output
Kepuasan kerja bergantung pada perbandingan antar yang diberikan(input) pegawai kepada pekerjaanya dengan diperolehnya output. Seorang pegawai akan merasa kurang puas jika ia telah bekerja keras (input) dan tidak berhasil mencapai hasil yang diinginkan (output) daripada jika ia bekerja dengan setengah-setengah.
• Keikatan
Pekerjaan yang dipilih secara matang akan menimbulkan perasaan keikatan (kepuasan) yang lebih.
• Dasar pemikiran
Persepsi terhadap hal-hal yangb menyangkut pekerjaan akan menjadi dasar pemikiran dalam menimbulkan kepuasan.
Faktor-faktor yang biasanya digunakan untuk mengukur kepuasan kerja seorang pegawai adalah:
(a) isi pekerjaan, penampilan tugas pekerjaaan yang aktual dan sebagai kontrol terhadap pekerjaan
(b) supervisi
(c) organisasi dan manajemen
(d) kesempatan untuk maju
(e) gaji dan keuntungan dalam bidang finansial lainnya seperti adanya insentif
(f) rekan kerja; dan
(g) kondisi pekerjaan (Chruden& Sherman, 1972: 312-313)

Adapun salahsatu cara untuk menentukan apakah pekerja puas dengan pekerjaannya ialah dengan membandingkan pekerjaan mereka dengan beberapa pekerjaan ideal tertentu (teori kesenjangan).
F. Penutup
Hal yang penting bagi sebuah perusahaan atau organisasi adalah bagaimana meningkatakan produktivittas. Setelah mengetahui kepuasan kerja memiliki korelasi positif dengan prestasi kerja yang berimplikasi pada peningkatan produktivitas, maka maka menjadi tugas departemen personalia untuk senantiasa memonitor kepuasan kerja para pegawai/ karyawan. Bahkan lebih dari itu perlu disusun sebuah tujuan yang dapat mempertemukan tujuan organisasi dengan tujuan individu-individu yakni para pegawai/karyawannya.

DAFTAR PUSTAKA
Baron, Robert A &Byne Dunn, Social Psychology: Understanding Human Interaction, Massachussets: Allyn &Bacon, 1994
Decenzo, David A. & Robbins, Stephen P. Human Resources Management. Newyork : John Willey & Sons, Inc, 1999
Dessler, Gary. Manajemen Sumber Daya Manusia, Penerjemah: Benyamin Molan, Jakarta: Prenhallindo, 1998
Handoko, T. Tani, Manajemen Personalia dan Sumber Daya Manusia, Yogyakarta: BPFE Yogyakarta, 1993
Robbins, Stephen P, Management, New Jersey:Prentice Hall Inc. , 1994
Siahaan, Erwin Ersa Edison, Kepuasan Kerja dan Produktivitas Karyawan, Http/www.Nakertrans.net
Sinamora, Henry, Manajemen Sumber Daya Manusia, Yogyakarta: STIE YKPN, 1997
Strauss, George & Sayles, Leonard, Manajemen Personalia: Segi Manusia dalam Organisasi, Penerjemah: Grace. M.H. & Rochmulyati H., Jakarta: PPM, 1996

Tidak ada komentar:

Posting Komentar