Selasa, 15 Januari 2013

Positive Thinking & Pantang Putus Asa

“Berpikir satu jam lebih baik daripada beribadah fisik enam puluh tahun” HR. dari Abu Hurairah

“Berpikir selama satu jam lebih baik daripada beribadah selama semalam” Al- Hasan al-Bashrî

“Merenungkan karunia Allah adalah ibadah yang paling utama” ‘Umar ibn ‘Abd al-‘Azîz



Tetapi, ibadah berpikir yang bagaimanakah yang dimaksud? Tentunya bukan sembarang berpikir.

Apabila kita teliti dalam Al-Qur’an tentang apakah tujuannya agama Islam diturunkan kepada manusia, maka jawabannya bisa kita temukan dalam QS Al-Anbiya’ 107 yang berbunyi : “Dan tiadalah Kami utus engkau (Muhammad) kecuali untuk rohmat sekalian alam”.

Jadi berdasarkan ayat ini, tujuan agama Islam ialah untuk rohmat. Oleh sebab itu, seharusnyalah orang yang telah memeluk agama Islam niscaya senantiasa hidup dalam rohmat. Bukan menjalani hidup dengan perasaan susah, resah, khawatir, atau terasa memikul beban berat dalam kehidupannya, karena bukan ini yang dituju oleh islam, maka orang yang seperti ini bisa dikatakan masih ‘gagal’ atau ‘belum’ mencapai apa yang dituju oleh agama Islam. Dan seyogyanya harus dilakukan koreksi pada diri manusia itu sendiri mengapakah hal tersebut bisa terjadi? Sudah sekian lama memeluk agama Islam tapi mengapakah belum juga merasakan Rohmatnya Islam?

Padahal sesungguhnyalah agama Islam telah memfasilitasi manusia agar dapat menikmati hidup ini dengan bahagia, tenang, damai dan tanpa beban. Menikmati hidup dengan selalu tersenyum, ringan dalam melangkah, serta memandang dunia dengan berseri-seri. Inilah implementasi dari ajaran Islam yang memang ‘dirancang’ dan ‘diseting’ untuk memudahkan dan membahagiakan, dan menjadi Rohmat bagi seluruh alam semesta.

Dan untuk mewujudkan hidup yang selalu bahagia, tenang, damai, dan tanpa beban tersebut, Islam memberikan beberapa tuntunan, diantaranya sebagaimana dalam ayat Al-Qur’an berikut : “Dan RohmatKu meliputi segala sesuatu” QS Al-A’rof 156

Ayat ini memang pendek kalimatnya, tetapi jika diinsafi betul-betul maka di dalamnya mengandung pelajaran yang luar biasa berharga untuk dijadikan ‘pedoman’ dalam mengarungi samudera kehidupan ini.

Ayat di atas menerangkan bahwa Rohmat Alloh Ta’ala itu meliputi segala sesuatu tanpa kecuali, itulah pelajaran yang berharga.

Jadi pada hakekatnya, segala apa yang ada di permukaan, di atas, maupun di dalam langit dan bumi adalah Rohmatulloh atau wujud dari Rohman Rohim-nya Alloh Ta’ala.

Begitu pula segala apa yang ada pada diri kita adalah Rohmat Alloh (Rohman – Rohimnya Alloh), apa yang ada di dalam diri kita adalah Rohmat Alloh, apa yang ada di sekeliling kita, semuanya adalah Rohmat Alloh atau Kasih Sayang Alloh.

Karena Rohmat Alloh Ta’ala itu meliputi segala sesuatu, sebagaimana keterangan dalam QS Al-A’rof156 di atas.

Lalu apakah hubungannya antara “ibadah berpikir” dan “larangan putus asa dari Rohmat Alloh?”

Maksudnya bahwa salah satu cara agar apa yang kita pikirkan itu bisa tergolong menjadi ibadah berpikir ialah dengan cara mengubah “Mindset Berpikir” kita sesuai dengan ayat Al-A’rof/156, yaitu pikiran harus disetting bahwa semuanya yang kita hadapi, yang kita terima, dan semua yang ada di sekeliling kita adalah muncul dari Rohman Rohim Alloh Ta’ala (Rohmatulloh) sebagai perwujudan nyata bukti sayang Alloh dan bukti kasih Alloh kepada kita, meskipun bagi ‘hawa’ terkadang sesuatu itu terasa tidak mengenakkan dan menyulitkan sekalipun.

Jadi pikiran ini disetting selalu menganggap positif terhadap Qodrat Irodat Alloh Ta’ala, apapun itu, walaupun apa yang kita alami itu kelihatannya tidak enak dan tidak menggembirakan menurut pandangan hawa, tapi sesungguhnyalah semua itu bukti sayang Alloh dan bukti kasih Alloh kepada kita yang telah terhampar di alam semesta.

Silahkan saja jika apa yang diterangkan di atas diistilahkan “berfikir positif”, tapi tidaklah sama dengan doktrin berfikir positif yang diajarkan para motivator diluar sana, karena doktrin yang diajarkan praa motivator cukup asal positif thinking saja tetapi tidak menghubungkannya dengan penyaksian akan wujud Rohman RohimNya Alloh Ta’ala.

Inilah bedanya dengan berfikir positif kita yang masuk kategori ibadah, mindset berfikir yang menimbulkan kesadaran akan Rohman RohimNya Alloh Ta’ala atau ‘Kesadaran Rohmat’

Maka apabila pikiran di setting seperti demikian niscaya tidak akan muncul “sifat putus asa” dalam hati, meskipun menghadapi suatu persoalan sesulit apapun atau musibah seberat apapun, karena sesuatu kesulitan atau musibah yang dihadapi itu di insafinya sebagai wujud kasih sayang Alloh Ta’ala dalam bentuk yang lain untuk memperkenalkan diriNya kepada kita. Dan disinilah hubungannya antara ibadah berfikir dengan larangan putus asa.

Sifat putus asa haruslah dijauhi karena dalam Al-Quran diterangkan bahwa orang yang putus asa dari Rohmat Alloh adalah termasuk orang kafir (tidak beriman) : “Dan janganlah kamu putus asa dari Rohmat Alloh, sesungguhnya tiadalah putus asa dari Rohmat Alloh itu kecuali orang-orang yang kafir” QS : Yusuf / 87

Lalu mengapakah orang yang putus asa dari Rohmat Alloh itu disebut kafir / tidak beriman? Karena dalam hatinya tidak percaya bahwa Rohman-Rohim Alloh Ta’ala itu melimpah meliputi segala sesuatu, tidak percaya jika Alloh Ta’ala akan memberikan Rohmat kepadanya.

Hal ini berbeda 180 derajat dengan orang yang mau ibadah pikiran, bahwa apa yang dilihat, yang didengar, yang dirasakan, apa yang diperoleh atau tidak, apa yang mudah dan sulit dihadapi, dan segala apa yang menimpa dan menghampirinya, semuanya itu tak lain dan tak bukan, dipikirnya dan diinsafinya semata-mata adalah rohman-rohim Alloh Ta’ala, semua itu adalah perwujudan atau manifestasi kasih sayang Alloh Ta’ala kepadaNya. Dan itulah diantara salah satu bukti “kualitas iman” seseorang kepada Alloh Ta’ala. Oleh sebab itulah orang yang putus asa dari Rohmat Alloh dalam Al-Qur’an digolongkan sebagai orang yang tidak beriman atau disebut kafir.

Mungkin kita masih belum lupa dengan bunyi ayat Al-Qur’an berikut ini : “Kadang-kadang kamu membenci sesuatu padahal itu amat baik bagimu, dan kadang-kadang kamu menyukai sesuatu padahal itu amat buruk bagimu” (Al-Baqoroh / 216)

Oleh sebab itu, seandainya menghadapi suatu kesulitan atau musibah yang kejahatan tidak kita sukai, belum tentu hal itu jelek bagi kita, karena apa yang tampak diluarnya belum tentu mencerminkan apa yang sebenarnya. Maka disinilah perlunya kesadaran rohmat sebagaimana diatas. Justru apa yang dibenci oleh hawa adalah sebenarnya sesuatu yang baik bagi kita, dan justru apa yang disukai oleh hawa adalah sesuatu yang tidak baik bagi kita, inilah yang peru kita insafi juga.

Dan bagi manusia yang senantiasa mau beribadah fikir, disamping akan terjaga dari sifat putus asa, ia juga akan mampu mencapai derajat “Ulil Albab” , sebagaimana telah diterangkan dalam surat Ali-Imron 190 – 191: “Sesungguhnya dalam penciptaan langit dan bumi dan silih bergantinya malam dan siang terdapat ayat-ayat bagi Ulil Albab. (Ulil Albab yaitu) orang-orang yang mengingat Alloh sambil berdiri atau duduk atau dalam keadaan berbaring, dan mereka berfikir tentang penciptaan langit dan bumi seraya berkata : “Ya Tuhan kami, tiadalah Engkau menciptakan semua ini dengan sia-sia, Maha Suci Engkau, maka jagalah kami dari siksa neraka”

Inilah orang yang disebut Ulil Albab, yakni menggabungkan antara dzikir dengan pikir. Apa yang dipikirnya selalu bermuara untuk mengingat Alloh Ta’ala, mengingat Rohman-Rohim Alloh, mengingat pertolongan Alloh, mengingat kekuasaan Alloh, dalam keadaan bagaimanapun, apakah ketika sedang berdiri, duduk atau berbaring.

Di antara ciri-ciri Ulil Albab lainnya ialah, “Ya Tuhan kami, tiadalah Engkau menciptakan semua ini dengan sia-sia”, mereka menyadari apapun yang terjadi, apapun yang dialami, apapun yang dihadapi pasti ada hikmah di baliknya, tidak mungkin sia-sia. Sehingga senantiasa menilainya sebagai rohmat dan selalu mensyukurinya.


ditulis ulang oleh

Rifqotul Maghfiroh

Tidak ada komentar:

Posting Komentar