Rabu, 19 September 2012

Makna dan Hikmah Dalam Ibadah Haji

Bulan ini, kembali kota suci Makkah dan Madinah akan dikunjungi jutaan mukmin dari seluruh penjuru dunia untuk menunaikan salah satu ibadah dalam Islam yaitu Haji. Saya tidak pernah berhenti untuk mengingatkan bahwa dalam berislam kita jangan sampai terjebak kepada ritual dan simbol belaka, melainkan harus dapat memahami makna dan hikmah di balik ritual ibadah yang kita jalankan. Kegagalan memahami makna dan hikmah dalam ritual ibadah, akan menjadikan apa yang kita lakukan itu tidak banyak berarti. Sebagaimana kita lihat bahwa setiap tahun jemaah haji asal Indonesia selalu mencapai jumlah terbanyak, namun sekembalinya mereka dari Tanah Suci ternyata tidak terlalu membawa dampak positif bagi kehidupan berbangsa, bernegara, dan beragama di Tanah Air. Sebelum kita membahas lebih jauh tentang makna dan hikmah dalam Ibadah Haji, maka saya ingin bertanya kepada anda semua tentang tujuan berhaji. Apa sebenarnya tujuan anda dalam berhaji? Demi memenuhi kewajiban agama saja? Ingin berdoa sepuasnya dan mendapatkan berkah dari Allah? Ingin memperoleh gelar haji? Atau ingin berjalan-jalan saja? Ataukah masih ada maksud-maksud lain di balik ibadah haji itu seperti tujuan politis, misalnya? Jika tujuan anda berhaji masih seputar dari hal-hal di atas, maka anda mungkin belum akan mendapatkan manfaat dari ibadah haji tersebut. Al Qur’an telah dengan jelas menerangkan apa tujuan dari ibadah haji : “ (Musim) haji adalah beberapa bulan yang dimaklumi, barang siapa yang menetapkan niatnya dalam bulan itu akan mengerjakan haji, maka tidak boleh rafats, berbuat fasik dan berbantah-bantahan di dalam masa mengerjakan haji. Dan apa yang kamu kerjakan berupa kebaikan, niscaya Allah mengetahuinya. Berbekallah, dan sesungguhnya sebaik-baik bekal adalah takwa dan bertakwalah kepada-Ku hai orang-orang yang berakal.” (QS Al Baqarah [2] : 197) “ Dan (ingatlah), ketika Kami menjadikan rumah itu (Baitullah) tempat berkumpul bagi manusia dan tempat yang aman. Dan jadikanlah sebahagian maqam Ibrahim tempat shalat. Dan telah Kami perintahkan kepada Ibrahim dan Ismail : ‘Bersihkanlah rumah-Ku untuk orang-orang yang tawaf, yang iktikaf, yang rukuk dan yang sujud’.” (QS Al Baqarah [2] : 125) Tujuan dari ibadah haji adalah untuk meraih ketakwaan, dengan menapaktilasi perjalanan Nabi Ibrahim dan keluarganya. Ritual dalam Ibadah Haji mencakup lima hal : 1. Ihram. 2. Wuquf di Padang Arafah. 3. Lempar Jumrah di Mina. 4. Tawaf di sekeliling Ka’bah. 5. Sa’i di antara bukit Shafa dan Marwa. Mari kita bahas lima ritual dalam Ibadah Haji ini secara garis besarnya! 1. IHRAM Ihram adalah pakaian bagi jamaah Haji yang merupakan kain putih yang tidak berjahit. Baik orang Indonesia, Arab, India, Afrika, Cina, Eropa, Amerika, kaya, miskin, pejabat, rakyat jelata, semua diwajibkan mengenakan pakaian Ihram. Ini mengandung maksud bahwa di hadapan Allah semua derajat manusia adalah sama, sedangkan yang membedakan adalah kualitas ketakwaannya. Ini sekaligus menegaskan prinsip egalitarian atau persamaan derajat sesama manusia dalam Islam. “ Hai manusia, sesungguhnya Kami menciptakan kamu dari seorang laki-laki dan seorang perempuan dan menjadikan kamu berbangsa-bangsa dan bersuku-suku supaya kamu saling mengenal. Sesungguhnya orang yang paling mulia di antara kamu di sisi Allah ialah orang yang paling bertakwa di antara kamu. Sesungguhnya Allah Maha Mengetahui lagi Maha Mengenal.” (QS Al Hujuraat [49] : 13) 2. WUQUF Wuquf adalah kegiatan berdiam diri di Padang Arafah. Pertanyaannya : berdiam diri untuk apa? Hanya menghabiskan waktu untuk bengong tanpa tujuan? Atau ‘berdiam’ sambil ngobrol atau makan-makan di tenda-tenda haji tersebut? Tentu tidak demikian. Bahwa berdiam diri di Padang Arafah itu mengandung maksud untuk introspeksi diri. Mempertanyakan kepada diri sendiri, sejauh mana komitmen kita sebagai makhluk yang diciptakan Allah hanya untuk beribadah kepada-Nya. Merenung dan mencoba untuk mengenali jati diri yang sebenarnya dan memahami makna kehidupan. Sehingga ia akan selalu mengingat apa yang telah dilakukannya di masa-masa lalu. Memohon ampun atas segala dosa yang telah diperbuat, seraya berjanji untuk melangkah menuju masa depan yang lebih baik. 3. LEMPAR JUMRAH Jumrah di Mina, adalah kegiatan melempar batu kerikil sebanyak tujuh kali ke arah tugu sebagai simbolisasi perlawanan terhadap godaan setan. Nabi Ibrahim melakukannya (melempari setan dengan tujuh batu kerikil), ketika setan berusaha membujuknya untuk membatalkan ujian dari Allah untuk mengorbankan putranya, Ismail. Maka lakukanlah Jumrah itu dengan segenap hati, untuk mengusir sifat-sifat setan dalam diri kita, akan tetapi lakukanlah dengan tenang dan tertib. Jangan sampai maksudnya ingin mengusir setan, tapi diri kita malah kesetanan seperti yang sering terjadi bila jemaah melempari tugu itu dengan membabi buta sehingga mengenai jemaah yang lain. Lakukanlah dengan baik, karena sesungguhnya tugu itu bukanlah setan itu sendiri, akan tetapi adalah simbolisasi dari setan. Setan yang sesungguhnya ada di dalam hawa nafsu yang tidak terkendali dan menjelma menjadi perbuatan yang jahat. 4. TAWAF Tawaf adalah ritual haji mengelilingi Ka’bah sebanyak tujuh kali dengan berlawanan arah jarum jam. Ada dua makna penting dalam Tawaf ini, yaitu : (i) Bahwa segala sesuatu di alam semesta ini sebenarnya adalah pusaran kehidupan tanpa henti yang selalu digerakkan oleh Sang Konduktor alam semesta yang tidak lain dan tidak bukan adalah Allah Yang Maha Besar. Allah adalah Dzat Yang Maha Meliputi Segala Sesuatu, yang tidak pernah berhenti memainkan orkestra mulai dari peredaran gugus galaksi yang super luas hingga orkestra terkecil dalam sel tubuh makhluk hidup. Maka dalam bertawaf, kita sebenarnya sedang meleburkan diri ke dalam orkestrasi Allah dalam pusaran Ka’bah, dengan selalu mengingat dan memuji nama-Nya. Setiap putaran selalu dimulai dengan bacaan, “Bismillahi Allahu Akbar” yang artinya “ Dengan Nama Allah Yang Maha Besar “. Seperti itulah seharusnya kita menjalani hidup dalam setiap hembusan nafas, dengan mengingat Allah Yang Maha Besar, sehingga potensi kesombongan dalam diri ini bisa diredam. (ii) Bahwa dalam bertawaf kita sekaligus menceburkan diri ke dalam realita hidup di dunia ini yaitu menghadapi berbagai macam karakter manusia. Coba diperhatikan! Ada jamaah yang bertawaf dengan tergesa-gesa, main tubruk sana tubruk sini seolah-olah tidak mempedulikan jamaah yang lain. Ada juga yang bertawaf sambil berteriak-teriak bangga. Ada yang sangat berhati-hati, saking berhati-hatinya ingin menyelamatkan diri sehingga malah lupa berdzikir kepada Allah. Maka sebaik-baik Tawaf adalah mereka yang mampu melakukannya dengan dzikir khidmat kepada Allah, akan tetapi tetap pada kesadarannya memperhatikan manusia di sekelilingnya. Itulah konsep Islam yaitu habluminallah dan habluminannas, yaitu hubungan antara manusia dengan Tuhan, dan hubungan manusia dengan sesama manusia yang lain. 5. SA’I Sa’i adalah berlari-lari kecil antara bukit Shafa dan Marwa sebanyak tujuh kali. Ini merupakan napak tilas perjuangan Hajar, istri Nabi Ibrahim, ketika berusaha mencari mata air untuk putranya Ismail yang kehausan. Ritual Sa’i ini bermakna perjuangan tanpa henti. Usaha dan kerja keras untuk meraih hasil. Maka biasanya, jamaah haji seusai melakukan Sa’i bisa meminum air Zamzam sebagai simbol hasil yang didapat dari jerih payahnya. Nah, setelah kita mengetahui makna dan hikmah dalam ritual ibadah haji dengan cara menapaktilasi perjuangan Nabi Ibrahim dan keluarganya, mudah-mudahan kita bisa memperoleh manfaat yang sebesar-besarnya seusai menjalankan ibadah haji. Pakaian Ihram akan menjadikan kita sebagai seorang yang tidak membeda-bedakan manusia karena suku, ras, agama, pangkat, kekayaan, akan tetapi saling berbagi kasih sayang dan saling mendorong agar kita menjadi orang yang bertakwa. Wuquf akan menjadikan kita sebagai manusia yang optimis menapak masa depan dengan penuh kebaikan dengan tidak mengulangi kesalahan di masa lalu. Jumrah akan menjadikan kita lebih kuat dan gigih dalam memerangi nafsu setan dalam diri kita. Tawaf akan menjadikan kita selalu mengingat bahwa kita adalah bagian kecil dalam orkestrasi kehidupan yang selalu melebur dalam kekuasaan Allah, di mana kita akan menjadi lebih siap dalam menghadapi realita kehidupan ini. Sa’i akan menjadikan kita sebagai pribadi yang pantang menyerah dan giat dalam berusaha. Mari menyalakan semangat haji tidak hanya pada saat kita berada di Tanah Suci, melainkan terus-menerus dinyalakan hingga akhir hayat kita. Mudah-mudahan kita dapat meraih derajat ketakwaan, dan pada akhirnya akan menjadi orang yang benar-benar berserah diri kepada Allah, sebagaimana diteladankan Nabi Ibrahim “ Katakanlah: “Sesungguhnya aku telah ditunjuki oleh Tuhanku kepada jalan yang lurus, (yaitu) agama yang benar; agama Ibrahim yang lurus; dan Ibrahim itu bukanlah termasuk orang-orang yang musyrik”. Katakanlah: ‘Sesungguhnya salat, ibadah, hidup dan matiku hanyalah untuk Allah, Tuhan semesta alam, tiada sekutu bagi-Nya; dan demikian itulah yang diperintahkan kepadaku dan aku adalah orang yang pertama-tama berserah diri (kepada Allah)’.” (QS Al An’am [6] : 161-163) Allahu’alam … Semoga bermanfaat!

Tidak ada komentar:

Posting Komentar