Selasa, 15 Maret 2011

STRATEGI MULTI METODE DALAM PENELITIAN KUALITATIF

STRATEGI MULTI METODE

A. Pendahuluan
Banyak alasan yang melatar belakangi seseorang untuk melakukan penelitian kualitatif. Salah satunya adalah kemantapan peneliti berdasarkan pengalaman penelitiannya. Beberapa peneliti yang berlatar belakang bidang pengetahuan seperti antropologi, atau yang terkait dengan orientasi filsafat seperti fenomonologi biasanya dianjurkan untuk menggunakan metode kualitatif guna mengumpulkan dan menganalisis data. Metode kualitatif dapat digunakan untuk mengungkap dan memahami sesuatu di balik fenomena yang sedikit pun belum diketahui. Metode ini dapat juga digunakan untuk mendapatkan wawasan tentang sesuatu yang baru sedikit diketahui. Selain itu metode kualitatif dapat memberikan rincian yang kompleks tentang fenomena yang sulit diungkapkan oleh metode kuantitatif.
Sebuah penelitian akan dikatakan ilmiah apabila telah menggunakan metode dan prinsisp-prinsip scince, yaitu sistematis dan eksak, atau menggunakan metode penelitian di mana suatu hipotesis yang dirumuskan setelah dikumpulkan data obyektif secara sistematis, dites secara empiris. Dalam melakukan penelitian, seorang peneliti dapat menggunakan berbagai macam metode, dan sejalan dengannya rancangan - rancangan penelitian yang digunakan juga dapat bermacam-macam. Untuk menyusun sesuatu rancangan penelitian yang baik perlu mempertimbangkan berbagai persoalan. Ada beberapa pertanyaan pokok yang perlu dijawab dalam setiap usaha untuk menyusun sesuatu rancangan penelitian, seperti : cara pendekatan apa yang dipakai? Metode apa yang dipakai? Serta strategi apa yang paling efektif? Keputusan mengenai rancangan apa yang akan dipakai akan tergantung kepada tujuan penelitian, sifat masalah yang akan digarap, dan berbagai alternatif yang mungkin digunakan.apabila tujuan penelitian itu telah dispesifikasikan, maka penelitian itu telah mempunyai ruang dan arah yang jelas, dan karenanya perhatian dapat diarahkan kepada target area yang terbatas.
Dalam penelitian kualitatif peran metode sangat penting untuk memberikan arah yang jelas dari sebuah penelitian, sebab metode merupakan cara utama yang dipergunakan untuk mencapai suatu tujuan, misalnya untuk menguji serangkaian hipotesa, dengan menggunakan teknik dan serangkaian alat-alat tertentu. Cara utama itu dipergunakan setelah penyelidik dan memperhitungkan kewajarannya ditinjau dari tujuan penyelidikan adalah pengertian yang luas, yang biasanya perlu dijelaskan lebih eksplisit di dalam setiap penyelididkan. Berkaitan dengan hal tersebut dalam makalah ini akan menjelaskan tentang strategi multi metode dalam penelitian kualitatif.

B. Pengertian
Banyak orang tidak acuh dan mencampuradukkan antara metode penelitian dengan metodologi penelitian, sehingga sering dijumpai salah satu bab dari karya penelitian berjudul metodologi penelitian namun isinya metode penelitian. Metodologi penelitian membahas konsep teoritik berbagai metoda, kelebihan dan kelemahannya, yang dalam karya ilmiah dilanjutkan dengan pemilihan metode yang digunakan. Sedangkan metode penelitian mengemukakan secara teknis tentang metode-metode yang digunakan dalam penelitiannya.
Dalam hal ini metode lebih bersifat teknis pelaksanaan lapangan sedangkan metodologi lebih pada uraian filosofis dan teoritisnya. Oleh karena itu penetapan sebuah metodologi penelitian mengandung implikasi inheren di dalam diri filsafat yang dianutnya. Sebab filsafat ilmu yang melandasi berbagai metodologi penelitian yang ada. Maka dari itu dengan mengetahui metodologi penelitian yang digunakan, filsafat ilmu dan kajian teoritisnya, kelemahan dan kelebihannya diharapkan akan mampu memberikan kesesuaian metodologi dengan fokus masalah penelitian.
Metode penelitian kualitatif menekankan pada metode penelitian observasi di lapangan dan datanya dianalisa dengan cara non-statistik meskipun tidak selalu harus menabukan penggunaan angka. Penelitian kualitatif lebih menekankan pada penggunaan diri si peneliti sebagai alat. Peneliti harus mampu mengungkap gejala sosial di lapangan dengan mengerahkan segenap fungsi inderawinya. Dengan demikian, peneliti harus dapat diterima oleh responden dan lingkungannya agar mampu mengungkap data yang tersembunyi melalui bahasa tutur, bahasa tubuh, perilaku maupun ungkapan-ungkapan yang berkembang dalam dunia dan lingkungan responden.
C. Metodologi penelitian kualitatif
Penelitian kualitatif secara inheren merupakan multi-metode di dalam satu fokus, yaitu yang dikendalikan oleh masalah yang diteliti. Penggunaan multi-metode atau yang lebih dikenal tringulation, mencerminkan suatu upaya untuk mendapatkan pemahaman yang lebih mendalam mengenai fenomena yang sedang diteliti. Yang bernama realitas obyektif sebetulnya tidak pernah bisa ditangkap. Tringulation bukanlah alat atau strategi untuk pembuktian, tetapi hanyalah suatu alternatif terhadap pembuktian. Kombinasi yang dilakukan dengan multi-metode, bahan-bahan empiris, sudut pandang dan pengamatan yang teratur tampaknya menjadi strategi yang lebih baik untuk menambah kekuatan, keluasan dan kedalaman suatu penelitian.
Ada sejumlah nama yang digunakan para ahli tentang metodologi penelitian kualitatif seperti : grounded research, etnometodologi, paradigma naturalistik, interaksi simbolik, semiotik, heuristik, hermeneutik, atau holistik, yang kesemuanya itu tercakup dalam klasifikasi metodologi penelitian kualitatif atau phenomenologik.
1. Grounded Research
Pada tahun 1970-an diselenggarakan pelatihan penelitian ilmu-ilmu sosial di Surabaya, Ujung Pandang, dan di Banda Aceh, yang isinya adalah memperkenalkan grounded reseach kepada ilmuan-ilmuan di Indonesia. Menurut Prof Noeng Muhajir model ini adalah salah satu metodologi penelitian yang berupaya mencari sosok kualitatif. Sosok penelitian kualitatif interpretif ini berupaya melepaskan diri dari pola pikir kuantitatif, dan berusaha mencari sosoknya sendiri yang kualitatif.
Karakteristik Metode Grounded Reseach
a) Grounded Theory
Para ahli ilmu sosial, khususnya para ahli sosiologi, berupaya menemukan teori berdasarkan data empiri, bukan membangun teori secara deduktiflogis. Itulah yang disebut dengan grounded theory, dan model penelitiannya disebut grounded research. Penemuan teori dari data empirik yang diperoleh secara sistematis dari penelitian social, itulah tema utama dari metodologi penelitian kualitatif model grounded research.
Pedoman-pedoman untuk melahirkan suatu teori antara lain adalah: digunakannya logika yang konsisten, kejelasan masalah, efesiensi, integrasi, ruang lingkup, dan beberapa lainnya. Meski bagaimana pun, menurut model grounded peran bagaimana proses ditemukannya teori merupakan hal yang terpenting. Proses yang diharapkan model ini adalah penemuan teori berdasar data empirik, bukan sebagai hasil deduktif.
b) Analisis Komparatif
Komparasi yang dibuat adalah komparasi fakta-fakta replikatif. Dari komparasi fakta-fakta dapat dibuat konsep atau abstraksi teoritisnya. Dari komparasi, dapat juga disusun katagori teoritis pula. Lewat komparasi dapat dijadikan generalisasi. Fungsi dari generalisasi adalah untuk membantu memperluas terapan teorinya, memperluas daya predeksinya.
Dengan data komparatif dan analisis eksplisit (tidak menguji hipotesanya secara langsung) dapat ditemukan keragaman dan selanjutnya bukan mustahil modifikasi teori.
c) Menemukan Teori
Yang dimaksud menemukan teori disini adalah menemukan teori berdasarkan data, bukan teori hasil telaah deduktif logik. Glasser dan Strauss lebih lanjut mengetengahkan dua jenis teori, yaitu subtantif dan teori formal. Teori subtantif ditemukan dan dibentuk untuk daerah subtantif tertentu, sedangkan teori formal ditemukan dan dibentuk untuk kawasan katagori konseptual teoritik.
d) Sampling Teoritis
Sampel pada penelitian grounded berbeda dasar pemikirannya dengan sampel pada posifistik kuantitatif statistik. Tujuan penelitian positifistik mengarah ke pengujian atau verifikasi teori, sehingga sampel dipilih berdasar struktur populasi dan menjadi representasi populasi untuk pengujian teori hipotesis. Sedangkan tujuan penelitian grounded adalah untuk menemukan atau lebih tepat mengembangkan rumusan teori atau mengembangkan konseptualisasi teoritik berdasarkan data-data yang berkelanjutan dapat menajamkan rumusan teorinya berdasar data; sehingga pemilihan sampel pada penelitian grounded mengarah ke pemilihan kelompok atau sub kelompok yang akan memperkaya penemuan ciri-ciri utama.
e) Dari Teori Subtantif ke Teori Formal
Glaster dan Strauss memberi peluang mengembangkan teori subtantif ke teori formal dengan menggunakan diskusi; memang dalam hal ini peneliti membangun teori formal tidak langsung atas data. Tetapi perlu disadari bahwa teori formal dengan dasar data yang minim akan menimbulkan banyak kesulitan. Yang dimaksud teori formal di sini adalah teori formal multi area, yakni mengkomparasikan antar multi area dengan begitu akan dapat menghasilkan teori formal yang berguna untuk membuat prediksi yang tak terikat waktu dan tempat.
2. Etnographi dan Ethonometodologi
Etnographi merupakan salah satu model penelitian yang lebih banyak terkait dengan antropologi, yang mempelajari peristiwa cultural, yang menyajikan pandangan hidup subyek yang menjadi obyek studi. Lebih jauh ethonographi telah dikembangkan menjadi salah satu model penelitian ilmu-ilmu sosial yang menggunakan landasan filsafat phenomonologi. Studi etnographi merupakan salah satu deskripsi tentang cara mereka berpikir, hidup berperilaku; kalau subyek kita anak-anak TK, maka peneliti berupaya menghayati dan mendeskripsikan bagaimana anak TK menghayati interaksi di TK, bagaimana persepsi mereka (bukan persepsi angan kita yang dewasa). Ethonometodologi merupakan metodologi penelitian yang mempelajari bagaimana perilaku sosial dapat dideskripsikan sebagaimana adanya. Istilah ethnometodologi dikemukakan oleh Horald Garfinkel.
Etnometodologi berupaya untuk memahami bagaimana masyarakat memandang, menjelaskan dan menggambarkan tata mereka hidup sendiri.agar dapat dibuat laporan ethonographik perlu dipelajari metodologinya, yaitu ethnometodologi.
Karakteristik Metode Ethnographic
Konseptualisasi metodologi model penelitian ethnograpik dapat dikerangkakan menjadi empat dimensi, yaitu :
a) Induksi Deduksi,
Dimensi induksi deduksi menunjukkan kedudukan teori dalam studi penelitian; penelitian deduktif berharap data empirik dapat mendukung teori; sedangkan penelitian induktif berharap dapat menemukan teori yang dapat menjelaskan datanya.
b) Generatif-Verifikatif,
Dimensi generatif-verifikatif menunjuk kedudukan evidensi dalam studi penelitian; penelitian verifikatif berupaya mencari evidensi agar hipotesisnya dapat diaplikasikan lebih luas, dapat diperlakukan universal sedang penelitian generatif lebih mengarah ke penemuan konstruksi dan proposisi dengan menggunakan data sebagai evidensi.
c) Konstruktif-Enumeratif,
Dimensi konstruktif enumeratif menunjukkan seberapa jauh unit analisis suatu penelitian dirumuskan atau dijabarkan.dalam penelitian dengan strategi konstrukstif mengarahkan penelitiannya untuk menemukan konstruksi atau katagori lewat analisis dan proses mengabstraksi; sedangkan strategi enumeratif dimulai dengan manjabarkan atau merumuskan nilai analisis.
d) Subyektif obyektif.
Dimensi subyektif adalah merekonstruksi penafsiran dan pemaknaan hasil penelitian berdasarkan konseptualisasi masyarakat yang kita jadikan obyek studi. Sedangkan dimensi obyektif adalah penerapan katagori konseptual dan tatarelasi yang telah didesain pada obyek penelitian.
3. Paradigma Model Naturalistik
Model paradigma naturalistik disebut juga sebagai model yang telah menemukan karakteristik kualitatif yang sempurna. Artinya bahwa kerangka pemikirannya, filsafat yang melandasinya, ataupun operasionalisasi metodologinya bukan reaktif atau sekedar merspon dan bukan sekedar menggugat yang kuantitatif, melainkan membangun sendiri pemikirannya, filsafatnya dan operasionalisasi metodologinya.
Karakteristik metode naturalistik
Guba mengetengahkan empat belas karakteristik yang mempunyai hubungan sinergistik, artinya bila salah satu karakteristik dipakai, karakteristik yang lain akan tampil dengan profil yang berbeda-beda. Ada hubungan logik, interdependensi, dan koherensi. Karakteristik tersebut adalah :
Pertama, konteks natural, yaitu konteks kebulatan menyeluruh yang tak akan dipahami dengan membuat isolasi atau eliminasi sehingga terlepas dari konteksnya.suatu phenomena hanya dapat ditangkap maknanya dalam keseluruhan dan merupakan suatu bentukan hasil peran timbal balik, bukan sekedar hubungan kausal linear saja.
Kedua, Instrumen human. Sifat naturalistik menuntut agar diri sendiri atau manusia lain menjadi instrumen pengumpul data, atas kemampuannya menyesuaikan diri dengan berbagai ragam realitas, yang tidak dapat dikerjakan oleh instrumen nonhuman, mampu menangkap makna; interaksinya momot nilai, lebih-lebih untuk menghadapi nilai lokal yang berbeda, sehingga hanya instrumen human yang mampu mengadaptasi;takdapat dikerjakan oleh instrumen nonhuman seperti kuesioner.
Ketiga, pemanfaatan pengetahuan tak terkatakan. Sifat naturalistik memungkinkan peneliti mengangkat hal-hal yang tak terkatakan yang memperkaya hal-hal yang diekspresikan. Realitas itu mempunyai nuansa ganda yang sukar dipahami tanpa memperkaya yang terekspresikan dengan yang tidak terkatakan.
Keempat, metoda kualitatif. Sifat naturalistik lebih memilih metoda kualitatif dari pada kuantitatif, karena lebih mampu mengungkap realitas ganda;l ebih mengungkap hubungan wajar antara peneliti dengan responden; dan karena metode kualitatif lebih sensitif dan adptif terhadap peran berbagai pengaruh timbal balik.
Kelima, pengambilan sampel secara purposive. Sifat naturalistik menghindari pengambilan sampel acak, yang menekan kemungkinan munculnya kasus menyimpang. Dengan pengambilan sampel secara purposif, hal-hal yang dicari dapat dipilih pada kasus-kasus ekstrim, sehingga hal-hala yang dicarui tampil menonjol dan lebih mudah dicari maknanya.
Keenam, analisis data induktif. Sifat naturalistik lebih menyukai analisis induktif dari pada deduktif, karena dengan cara tersebut konteknya akan lebih mudah dideskripsikan.
Ketujuh, grounded theory. Sifat naturalistik lebih mengarahkan penyusunan teori yang lebih mendasar diangkat dari empiri, bukan dibangun secara apriori. Generalisasi apriorik nampak bagus sebagai ilmu nomthetik, tetapi lemah untuk dapat sesuai dengan kontek idiographik.
Kedelapan, desain sementara. Sifat naturalistik cenderung memilih penyusunan desain sementara dari pada mengkonstruksinya secara apriori karena realitas ganda sulit dikerangkakan. Selain itu peneliti sulit mempolakan labih dahulu apa yang ada di lapangan; dan karena banyak sistem nilai yang terkait dengan interaksinya tak terduga.
Kesembilan, hasil yang disepakati. Sifat naturalistik cenderung menyepakatkan makna dan tafsir atas data yang diperoleh dengan sumbernya.
Kesepuluh, modus laporan studi kasus. Sifat naturalistik lebih menyukai modus laporan studi kasus daripada modus lain, karena dengan modus laporan studi kasus deskripsi realitas ganda yang tampil dari interaksi peneliti dengan dengan respoden dapat terhindar dari bias.
Kesebelas, penafsiran idiographik. Sifat naturalistik mengarah ke penafsiran data (termasuk penarikan kesimpulan) secara idiographik (dalam arti keberlakuan khusus) bukan ke nomotheik ( dalam arti mencari hukum keberlakuan umum).
Keduabelas, aplikasi tentatif. Sifat naturalistik cenderung lebih menyukai aplikasi tentatif dari pada aplikasi meluas atas hasil temuannya, karena realitas itu ganda dan berbeda karena interaksi antara peneliti dengan responden itu bersifat khusus dan tak dapat dipublikasikan.
Ketigabelas, ikatan konteks terfokus. Metodologi positivistik menuntut obyek penelitian dispesifikkan, dieleminasikan dari obyek lain, sedangkan pada metodologi naturalistik menuntut pendekatan holistik, kebulatan keseluruhan. Dengan pengambilan fokus, ikatan keseluruhannya tidak dihilangkan, tetapi terjaga keberadaannya dalam konteks, tidak dilepaskan dari sistem nilainya.
Keempatbelas, kriteria keterpercayaan. Sifat naturalistik mencari kriteria keterpercayaan yang sesuai dengan penelitian naturalistik. Ada empat kriteria keterpercayaan: validitas internal, validitas eksternal, realiabilitas dan obyektifitas. Dalam metodologi naturalistik keempatnya diganti oleh Guba dengan kredibilitas, tranferabilitas, depen bilitas dan konfirmabilitas.


4. Model Interaksionisme simbolik
Inteeraksi simbolik memiliki perspektif teoritik dan orientasi metodologi tertentu. Pada awal perkembangannya interaksi simbolik lebih menekankan studi tentang perilaku manusia pada hubungan interpersonal, bukan pada keseluruhan masyarakat atau kelompok. Pada perkembangan selanjutnya interaksi simbolik juga mengembangkan studi pada perspektif sosiologis.
Prinsip metodelogi dalam interaksi simbolik
Penganut interaksionisme beramsusi bahwa analisis lengkap perilaku manusia akan mampu menagkap makna simbul dalam interaksi. Pakar sosiologi harus juga menagkap pola perilaku dan konsep diri. Simbul itu beragam dan kompleks, verbal dan nonverbal, terkatakan dan terkatakan.Ada tujuh prinsip yang digunakan model interaksi simbolik :
Prinsip pertama, Simbol dan interaksi itu menyatu. Tak cukup bila peneliti hanya merekam fakta, harus lebih jauh lagi sehingga dapat ditangkap simbol dan maknanya.
Prinsip kedua, karena simbol dan makna itu tak lepas dari sikap pribadi, maka jati diri subyek perlu dapat ditangkap. Memahami jadi diri subyek dengan demikian menjadi penting.
Prinsip ketiga, peneliti harus sekaligus mengaitkan antara simbul dan jati diri dengan lingkungan dan hubungan sosialnya.
Prinsip keempat, hendaknya direkam situasi yang menggambarkan simbol dan maknanya, bukan hanya merkem fakta sensual saja.
Prinsip kelima, metoda-metoda yang digunakan hendaknya mampu merefleksikan bentuk perilaku prosesnya.
Prinsip keenam, metoda yang dipakai hendaknya mampu menagkap makna di balik interaksi.
Prinsip ketujuh adanya sensitizing, yaitu sekedar mengarahkan pemikiran yang cocok dengan interaksionisme simbolik, dan ketika mulai memasuki lapangan perlu dirumuskan menjadi yang lebih operasional, menjadi scintific concepts.(konsep yang lebih definitif).
Penutup
Konsep penelitian kualitatif sebenarnya menunjuk dan menekankan pada proses, dan berarti tidak diteliti secara ketat atau terukur ( jika memang dapat diukur), dilihat dari kualitas, jumlah, intensitas atau frekuensi. Penelitian kualitatif menekankan sifat realita yang dibangun secara sosial, hubungan yang intim antara peneliti dengan yang diteliti dan kendala situasional yang membentuk penyelidikan. Penelitian kualitatif menekan bahwa sifat peneliti itu penuh dengan nilai (value-laden). Mereka mencoba menjawab pertanyaan yang menekankan bagaimana pengalaman sosial diciptakan dan diberi arti.
Pemilihan metode dalam penelitian kualitatif sangat tergantung dari obyek yang akan diteliti. Ada sejumlah nama yang digunakan para ahli tentang metodologi penelitian kualitatif seperti : grounded research, etnometodologi, paradigma naturalistik, interaksi simbolik, semiotik, heuristik, hermeneutik, atau holistik, yang kesemuanya itu tercakup dalam klasifikasi metodologi penelitian kualitatif atau phenomenologik.
Demikian makalah ini kami susun, tentunya banyak kekurangan dan kelemahannya. Saran dan kritik yang bersifat konstruktif sangat kami harapkan dari para pembaca demi menambah kesempurnaan makalah ini.















Daftar pustaka

Anselm Strauss dan Juliet Corbin, Dasar-Dasar Penelitian Kualitatif, terj.Moch. Siddiq dan Imam Muttaqin (Yogayakarta: Pustaka Pelajar, 2003),
Prof.Dr.S.Nasution, MA, Metode Research (Jakarta: Bumi Aksara, 1996),
Sumardi Suryabrata, Metodologi Penelitian (Jakarta : Raja Grafindo Persada,1995),
Prof.Dr.Winarno Surakhmad,Pengantar Penelitian Ilmiah,( Bandung : Tarsito 1994),
Prof.Dr. H. Noeng Muhajir, Metodologi Penelitian Kualitatif, (Yogyakarta: Rake Sarasin, cet 8,1998)
www.unm.org.com, Metode Penelitian Kualitatif, 19/03/2009
Agus Salim,Teori dan Paradigma Penelitian Sosial, Yogyakarta, Tiara Wacana, 2001.
Prof.Dr. H. Noeng Muhajir, Metodologi Keilmuan, (Yogyakarta: Rake Sarasin, 2007),

Tidak ada komentar:

Posting Komentar