Jumat, 25 Februari 2011

IKLIM ORGANISASI PENDIDILAN ISLAM

IKLIM ORGANISASI PENDIDIKAN ISLAM
Oleh : Hidayatullah, SHI

A. Pendahuluan
Pendidikan yang berkualitas pastilah menyangkut tentang iklim organisasi sekolah, apalagi saat ini memasuki era globalisasi yang menuntut profesioalisme kerja. Dengan adanya iklim organisasi yang sehat sudah tidak ada lagi unit struktur yang diada –adakan hanya tujuan menampung orang, bukan untuk mengakomodasi tugas pokok dan fungsi lembaga secara signifikan. Tidak ada pula unit struktur yang beban tugasnya terlalu gemuk, sehingga sulit dijalankan. Juga, tidak terjadi tumpang tindih pekerjaan.
Dalam sebuah studi tentang rekulturasi lembaga pendidikan dijelaskan, bahwa ada beberapa faktor yang mempengaruhi proses holistik peningkatan mutu sekolah. Faktor – faktor tersebut adalah :
1. kolaborasi dan kolegalitas
2. kepemimpinan kepala sekolah
3. pemberdayaan sisiwa dan guru
4. karakteristik organisasi dan personal
5. pengembangan profesionalisme.
Oleh karena itu, untuk menciptakan sebuah iklim organisasi pendidikan yang sehat diperlukan suatu kerja sama yang solit dari beberapa instrumen-instrumen tersebut.
Organisasi lembaga pendidikan punya peran yang sangat penting dalam menentukan maju mundurnya suatu lembaga pendidikan. Kerja sama yang baik dalam suatu organisasi pendidikan, akan menghasilkan pendidikan yang kualitas. Sebaliknya sistem pengorganisasian yang buruk akan menghasilkan pendidikan yang kurang bermutu. Dalam dunia pendidikan islam iklim organisasinya sangatlah jauh dari kata berkualitas, meskipun ada sebagian yang sudah terjamin mutunya. Hal ini tidak lepas dari sistem manajemen paternalistik atau feodalistik. Inilah yang menyebabkan pendidikan islam kita masih ketinggalan jauh bila dibandingkan dengan pendidikan umum. Banyak persoalan yang menyebabkan iklim organisasi pendidikan islam kita terpuruk, baik itu mengenai kualitas kepala sekolah, kepemimpinannya, guru, manajemen, metode, evaluasi dan lain sebagainya.
Dalam makalah ini penulis akan membahas tentang iklim organisasi pendidikan islam, upaya – upaya yang dilakukan untuk meningkatkan iklim organisasi, serta persoalan – persoalan yang menyangkut di dalamnya.

B. Pengertian Iklim Organisasi Pendidikan Islam
Kata iklim dalam bahasa Inggris, climate yang berarti iklim, cuaca atau hal yang berhubungan dengan suasana. Sedangkan kata organisasi berasal dari bahasa Inggris, organization yang berarti organisasi atau hal yang mengatur. Dalam kamus umum bahasa Indonesia, WJS Purwadarminta mengartikan organisasi sebagai susunan atauran dari berbagai bagian (orang dan sebagainya) sehingga merupakan satu kesatuan yang teratur.
Dalam bidang manajemen istilah iklim organisasi dikenal dengan sebutan organization climate, yaitu menggambarkan perasaan para pedagang menerima sesuatu dari perusahaan mereka berhubung dengan kesempatan-kesempatan, nilai – nilai dan hadiah-hadiah untuk pekerjaan mereka yang baik. Iklim organisasi di sini juga bisa dikatakan sebuah pandangan hiduo yang diakui bersama oleh suatu kelompok masyarakat yang mencakup cara berfikir, berperilaku, sikap, nilai-nilai yang tercermin baik dalam wujud fisik maupun abstrak. Bisa juga dilihat sebagai suatu kerangka kerja yang disadari terdiri dari sikap-sikap, nilai-nilai, norma-norma, perilaku-perilaku dan harapan-harapan diantara anggota organisasi. Bila sudah terbentuk maka keyakinan-keyakinan, nilai-nilai, dan harapan-harapannya cenderung relatif stabil dan memiliki pengaruh yang kuat terhadap organisasi dan orang-orang di dalamnya.
Sedangkan pengertian dari pendidikan islam secara sederhana dapat diartikan pendidikan yang didasarkan pada nilai-nilai ajaran islam sebagaimana tercantum dalam al-Qur’an dan hadis serta dalam pemikiran para ulama dan dalam praktek sejarah umat islam. Berbagai komponen dalam pendidikan mulai tujuan, kurikulum, guru, metode, pola hubungan guru murid, evaluasi sarana prasarana, lingkungan dan evaluasi pendidikan harus didasarkan pada nilai-nilai ajaran islam. Jika berbagai komponen tersebut satu dana lainnya membentuk suatu system yang didasarkan pada nilai-nilai ajaran islam, maka system tersebut selanjutnya dapat disebut sebagai system pendidikan islam.
Dengan mengemukakan definisi kata demi kata tersebut di atas, kiranya dapat diambil suatu pengertian bahwa yang dimaksud dengan iklim organisasi pendidikan islam adalah suatu keadaan yang menggambarkan tentang kinerja yang sudah disusun rapi atau diatur sedemikian rupa yang ditujukan untuk mengelola dan melaksanakan berbagai kegiatan pendidikan islam secara efektif dan efesien.

C. Faktor Pendukung Terciptanya Iklim Organisasi Sekolah
Dalam kehidupan modern saat ini sebuah organisasi menjadi sangat berarti bagi setiap manusia, sehingga organisasi mendominasi dalam kehidupan manusia. Organisasi diadakan akibat keterbatasan kemampuan individu baik secara fisik maupun mental. Bahkan oleh scott’s organisasi didefinisikan sebagai hal yang bersifat kolektif, dibentuk untuk mencapai sasaran spesifik.organisasi memiliki profil yang jelas, kekhususan yang berbeda dan berkelanjutan seperti;tatanan yang normatif, tingkatan otoritas, sistem organisasi dan insentif sistem.
Organisasi secara umum dapat diartikan memberi struktur atau susunan yakni dalam penyusunan/penempatan orang-orang dalam suatu kelompok kerja sama,dengan maksud menempatkan hubungan antar orang-orang dalam kewajiban-kewajiban, hak-hak dan tanggung jawab masing-masing. Penentuan struktur, hubungan tugas dan tanggung jawab itu dimaksudkan agar tersusun suatu pola kegiatan untuk menuju ke arah tercapainya tujuan bersama. Dengan kata lain organisasi adalah aktifitas dalam membagi-bagi kerja, menggolong-golongkan jenis pekerjaan, memberi wewenang,menetapkan saluran perintah dan tanggung jawab kepada pelaksana.
Ada beberapa unsur yang mendukung terciptanya sebuah organisasi. Unsur-unsur yang dimaksud merupakan hakikat yang mempunyai nilai serta makna, diantaranya :
a. Di dalam organisasi berkumpul orang-orang sebagai sumber daya manusia yang terikat dalam hubungan kerja mencapai tujuan;
b. Di dalam organisasiterdapat berbagai macam ketentuan yang nmengatur prosedur, bagaimana orang-orang melaksanakan hubungan kerja sama;
c. Di dalam organisasi terdapat pembagian tugas secara berjenjang yang memberikan batas-batas kewenangan dan tanggung jawab seseorang atau sekelompok orang dalam melaksanakan hubungan kepemimpinan;
d. Di dalam organisasi terdapat sistem yang mengatur kesejahteraan, kebutuhan, penghargaan dalam rangka memenuhi kebutuhan fisik maupun non fisik sumber daya manusia;
e. Di dalam organisasi terdapat hubungan timbal balik atau saling ketergantungan antara sumber daya manusia sebagai pemberi ide, pengelola, pelaksana dan organisasi yang memberikan jaminan kebutuhan sumber daya manusia dalam rangka mencapai tujuan;
f. Secara total organisasi merupakan suatu sistem terbuka, yang di dalamnya tercermin adanya komponen-komponen dengan sub-sub komponen sebagai berikut:
 Input yang meliputi material, perlengkapan,fasilitas, sumber daya manusia, dana, berbagai peraturan dan ketentuan.
 Proses transformasi, yang mencakup sumber fisik dan sumber daya manusia yang diperoleh melalui lingkungan eksternal;
 Output, meliputi hasil yang berupa barang( material )atau berupa pelayanan (servis) .
Sekolah sebagai lembaga pendidikan sudah semestinya mempunyai organisasi yang baik agar tujuan pendidikan formal ini tercapai sepenuhnya. Dari situ dapat diketahui unsur personal di dalam lingkungan sekolah diantaranya; kepala sekolah, guru, karyawan, dan murid. Di samping itu sekolah sebagai lembaga pendidikan formal ada di bawah instansi atasan baik itu kantor dinas atau wilayah kantor wilayah departemen yang bersangkutan.
Ada beberapa dasar pemikiran yang melatarbelakangi perlunya organisasi pendidikan, baik di lembaga pendidikan umum maupun pendidikan islam.
Pertama, sebuah lembaga pendidikan yang bermutu sebagaimana yang diharapkan banyak orang atau masyarakat bukan hanya menjadi tanggungjawab sekolah, tetapi merupakan tanggungjawab dari semua pihak termasuk di dalamnya orang tua dan dunia usaha sebagai customer internal dan eksternal dari sebuah lembaga pendidikan. Arcaro S Jerome menyampaikan bahwa terdapat lima karakteristik sekolah yang bermutu yaitu : 1) Fokus pada pelanggan. 2) Keterlibatan total 3) Pengukuran 4) Komitmen 5) Perbaikan berkelanjutan.
Kedua, mutu produk pendidikan akan dipengaruhi oleh sejauh mana lembaga mampu mengelola seluruh potensi secara optimal mulai dari tenaga kependidikan, peserta didik, proses pembelajaran, sarana pendidikan, keuangan dan termasuk hubungannya dengan masyarakat. Pada kesempatan ini, lembaga pendidikan Islam harus mampu merubah paradigma baru pendidikan yang berorientasi pada mutu semua aktifitas yang berinteraksi di dalamnya, seluruhnya mengarah pencapaian pada mutu.
Ketiga, pemimpin lembaga pendidikan Islam, khususnya di lingkungan pesantren dan madrasah merupakan motivator, event Organizer, bahkan penentu arah kebijakan sekolah dan madrasah yang akan menentukan bagaimana tujuan-tujuan pendidikan pada umumnya direalisasikan. Untuk mewujudkan hal tersebut maka kepala sekolah yang efektif adalah kepala sekolah yang memenuhi kriteria sebagai berikut :
1) Mampu memberdayakan guru-guru untuk melaksanakan proses pembelajaran dengan baik, lancar dan pruduktif.
2) Dapat menyelesaikan tugas dan pekerjaan sesuai dengan waktu yang telah ditetapkan.
3) Mampu menjalin hubungan yang harmonis dengan masyarakat sehingga dapat melibatkan mereka secara aktif dalam rangka mewujutkan tujuan sekolah dan pendidikan.
4) Berhasil menerapkan prinsip kepemimpinan yang sesuai dengan tingkat kedewasaan guru dan pengawai lain di sekolah.
5) Bekerja dengan Tim manajemen.
6) Berhasil mewujutkan tujuan sekolah secara produktif sesuai dengan ketentuan yang telah ditentukan.
Keempat, Setiap lembaga pendidikan, termasuk di dalamnya pondok pesantren, dituntut untuk memberikan pelayanan sebaik mungkin kepada “ pelanggannya “. Agar tugas ini terwujud, pesantren perlu didukung sistem manajemen yang baik. Beberapa ciri sistem manajemen yang baik adalah adanya pola pikir yang teratur (administrative thinking) pelaksanaan kegiatan yang teratur (administrative behaviour ), dan penyikapan terhadap tugas-tugas kegiatan secara baik (administrative attitude ).
Dengan adanya empat hal tersebut di atas, maka diperlukan adanya organisasi pendidikan islam yang ditujukan untuk menjawab berbagai masalah tersebut di atas. Terwujudnya cita-cita suatu pendidikan islam dalam berbagai bidang tersebut di atas adalah merupakan indikator untuk menyatakan efektif tidaknya sebuah organisasi pengelola pendidikan. Dengan kata lain oraganisasi ini harus ditujukan untuk mewujudkan cita-cita dalam pendidikan islam yaitu sebuah lembaga pendidikan yang solid, bermutu dan profesional seperti yang diamanatkan dalam undang-undang Sisdiknas no.20 tahun 2003 pada bab III pasal 4 ayat 6 menyebutkan bahwa prinsip penyelenggaraan pendidikan adalah dengan memperdayakan semua komponen masyarakat melalui peran serta dalam penyelenggaraan dan pengendalian mutu layanan pendidikan ( Sisdiknas, 2003;no 20 ).

D. Realitas Iklim Organisasi Pendidikan Islam
Diakui bahwa model pendidikan islam dalam hal ini madrasah di dalam perundang-undangan negara, memunculkan dualisme sistem Pendidikan di Indonesia. Dualisme pendidikan di Indonesia telah menjadi dilema yang belum dapat diselesaikan hingga sekarang. Dualisme ini tidak hanya berkenaan dengan sistem pengajarannya tetapi juga menjurus pada keilmuannya. Pola pikir yang sempit cenderung membuka gap antara ilmu-ilmu agama Islam dan ilmu-ilmu umum. Seakan-akan muncul ilmu Islam dan ilmu bukan Islam (kafir). Padahal dikhotomi keilmuan ini justru menjadi garapan bagi para pakar pendidikan Islam untuk berusaha menyatukan keduanya.
Dualisme pendidikan Islam juga muncul dalam bidang manajerialnya, khususnya di lembaga swasta. Lembaga swasta umumnya memiliki dua top manager yaitu kepala madrasah dan ketua yayasan (atau pengurus). Meskipun telah ada garis kewenangan yang memisahkan kedua top manager tersebut, yakni kepala madrasah memegang kendali akademik sedangkan ketua yayasan (pengurus) membidangi penyediaan sarana dan prasarana, sering di dalam praktik terjadi overlapping. Masalah ini biasanya lebih buruk jika di antara pengurus yayasan tersebut ada yang menjadi staf pengajar. Di samping ada kesan mematai-matai kepemimpinan kepala madrasah, juga ketika staf pengajar tersebut melakukan tindakan indisipliner (sering datang terlambat), kepala madrasah merasa tidak berdaya menegumya.
Praktek manajemen di madrasah sering menunjukkan model manajemen tradisional, yakni model manajemen paternalistik atau feodalistik. Dominasi senioritas semacam ini terkadang mengganggu perkembangan dan peningkatan kualitas pendidikan. Munculnya kreativitas inovatif dari kalangan muda terkadang dipahami sebagai sikap yang tidak menghargai senior. Kondisi yang demikian ini mengarah pada ujung ekstrem negatif, hingga muncul kesan bahwa meluruskan langkah atau mengoreksi kekeliruan langkah senior dianggap tabiat su'ul adab.
Selain model manajemen yang paternalistik dan feodalistik hubungan dengan dunia pendidikan umum juga masih setengah hati. Hubungan antara pendidikan umum dengan pendidikan islam masih bersifat nominal, belum lagi merupakan hubungan fungsional. Masih ada kesan bahwa pendidikan islam di indonesia merupakan dunia tersendiri. Ia berdiri sendiri, mempunyai tujuan-tujuan tersendiri, dan tidak selalu tanggap terhadap perkembangan-perkembangan pendidikan yang terjadi di luar dirinya. Meskipun ada lembaga pendidikan islam yang menjalin hubungan akrab dengan pendidikan umum, namun masih banyak lembaga-lembaga pendidikan islam yang seolah-olah menutup diri terhadap setiap kontak dengan lembaga pendidikan non islam.
Ditambah lagi sistem pendidikan yang ada di lembaga-lembaga pendidikan islam khususnya madarasah sangat terbatas cakupannya, dan banyak pihak yang berpendapat bahwa kegiatan itu sebenarnya sulit untuk disebut sebagai kegiatan pendidikan, dan lebih tepat kalau disebut sebagai kegiatan pengajaran atau pentransferan ilmu belaka.

E. Upaya –Upaya Mewujudkan Organisasi Pendidikan Islam yang Efektif
Mengacu kepada realitas diatas, dapat ditegaskan bahwa mutu pendidikan nasional saat ini sedang menghadapi problem yang pelik dan komplek, bukan saja problem-problem rutin-administrasi, namun pula hadirnya kemampuan ketrampilan manajerial pimpinan lembaga pendidikan, perubahan prilaku dan pola hidup pimpinan lembaga pendidikan khususnya di lembaga pendidikan Islam, rendahnya partisipasi dan tanggung jawab secara komprehensip tenaga pendidik dan kependidikan, niat yang kurang tulus dalam menjalankan tugas pokok dan fungsi ( TUPOKSI ) yang diemban olehnya atau Tim Work Tenaga pendidik dan Kependidikan, para pelanggan pengguna lulusan menuntut profesionalisme terhadap teori, skill, dan pengalaman yang mereka miliki sesuai dengan tuntutan lapangan, masih carut marutnya pemahaman dan aplikasi teori belajar dan pembelajaran yang dimiliki oleh para guru maupun dosen. Dan Evaluasi kebijakan pendidikan dan evaluasi pembelajaran yang masih labil dan berubah-ubah akan mempengaruhi kegoncangan pemahaman dan ketidaknyamanan pendidik dan tenaga kependidikan.
Untuk mewujudkan iklim organisasi pendidikan islam yang efektif dapat ditempuh melalui kerjasama tim merupakan unsur yang sangat penting dalam Manajemen Mutu Terpadu. Tim adalah sekelompok orang bekerja secara bersama-sama dan memiliki tujuan bersama yaitu untuk memberikan kepuasan kepada seluruh stakeholders. Kerja tim dalam sebuah organisasi merupakan komponen penting dalam TQM, mengingat kerja tim akan meningkatkan kepercayaan diri, komunikasi dan mengembangkan kemandirian. Kerjasama tim dalam menangani proyek perbaikan atau pengembangan mutu pendidikan merupakan salah satu bagian dari pemberdayaan (empowerment) pegawai dan kelompok kerjanya dengan pemberian tanggung jawab yang lebih besar. Eksistensi kerjasama dalam sebuah lembaga pendidikan sebagai modal utama dalam meraih mutu dan kepuasan stakeholders melalui proses perbaikan mutu secara ber-kesinambungan.
Fungsi kerjasama tim sebagai berikut:
1. Bertanggungjawab pada mutu pembelajaran.
2. Bertanggungjawab pada pemanfaatan waktu para guru, material serta ruang yang dimanfaatkan.
3. Menjadi sarana untuk mengawasi, mengevalusai dan meningkatkan mutu.
4. Bertindak sebagai penyalur informasi kepada pihak manajemen tentang perubahan-perubahan yang dalam proses peningkatan mutu tim.
Di dalam studi mutu tentang restrukturisasi dan kultur organisasi sekolah (restructuring and organization culture in schools) dijelaskan bahwa para pemimpin sekolah ( school leaders), khususnya dalam kapasitasnya menjalankan fungsi kepala sekolah sangat berperan penting terutama dalam dua hal: Pertama, mengonseptualisasikan visi untuk perubahan. Kedua, memiliki pengetahuan,ketrampilan dan pemahaman untuk mentransformasikan visi menjadi etos dan kultur sekolah ke dalam aksi riil.
Pembelajaran guru (teacher learning), karenanya menjadi prioritas dan kepala sekolah memiliki andil besar untuk mewujudkannya. Guru harus diberi peluang dan mereka harus mau meluangkan diri untuk untuk melakukan diferensiasi pekerjaan dan mengasumsikan peran-peran dan tanggung jawab baru. Kapasitas ini hanya dimiliki oleh kepala sekolah yang mempunyai gaya kepemimpinan transformasional dan konstruktivistik.
Perubahan gaya kerja kepemimpinan tradisional ke gaya transformasional dan konstruktivistik lakasana sebuah petualangan bagi perbaikan sekolah, yaitu membumikan kepemimpinan ke dalam organisasi. Perubahan gaya kepemimpinan semacam itu bersifat monumental. Untuk itu kepala sekolah harus mampu memainkan peran-peran penting seperti :
a. Keluar dari tradisi gaya kerja kepemimpinan tradisional.
b. Merangsang partisipasi komunitas pembelajar.
c. Merangsang komitmen guru untuk tumbuh secara professional.
d. Mendorong partisipasi guru dan staf sekolah dalam proses-proses kepemimpinan.
Selain kepemimpinan yang professional dari seorang kepala sekolah, solidnya kerja sama tim pengelola sekolah juga sangat diperlukan demi mendukung terwujudnya lembaga pendidikan yang maju. Ada tiga komponen saling berkaitan yang mempengaruhi kinerja dalam produktifitas suatu tim, yaitu sebagai berikut:
1. Organisasi secara keseluruhan
Budaya atau kultur suatu organisasi akan menentukan sikap, perilaku dan cara berfikir seluruh anggota dalam mencapai misi dan tujuan yang dipengaruhi oleh filosofi organisasi, norma, kode etik, system penghargaan dan harapan dari para anggota organisasi.
2. Tim Kerja
Tim kerja mampu mencapai kinerja atau produktivitas yang diharapkan apabila dilakukan dengan adanya peranan dan tanggungjawab yang jelas, mampu melaksanakan manajemen konflik, adanya prosedur operasi yang jelas dan simple, serta pencapaian misi tim.
3. Para individu anggota tim
Sifat individu anggota tim harus memiliki beberapa persyaratan agar kinerja atau produktivitas meningkat, yaitu : memiliki kesadaran dini untuk bekerjasama dalam mencapai tujuan tim, memiliki apresiasi terhadap perbedaan individual, bersikap empati dan perhatian yang besar dalam penyampaian tugas masing-masing individu anggota tim.

F. Penutup
Sebagai kunci utama yang harus ditumbuh-kembangkan pada semua lapisan organisasi adalah rasa cinta pada lembaga. Cinta atau dalam bahasa lainnya adalah integritas tinggi, merupakan kunci keberhasilan. Membangun cinta dapat dimulai dari proses mengenali (ta^aruf) yang akan menghasilkan pemahaman. Pemahaman yang mendalam akan melahirkan suasana penghormatan (tadhomun) atau menghargai dan selanjutnya akan tumbuh suasana mencintai.
Islam sesungguhnya membangun tradisi ta^aruf yang sedemikian kukuh lewat berbagai aktivitas spiritual maupun social. Pertanyaannya adalah, adakah kesediaan para pemimpin dan manager lembaga pendidikan Islam membagi-bagikan cita dan kasih sayangnya secara menyeluruh dan mendalam termasuk menumbuh-kembangkannya kepada semua komponen yang ada (para dosen, guru dan karyawan) lewat tradisi yang diajarkan Islam melalui bebagai kegiatan spiritual dan sosial itu.
Sikap mental yang harus dibangun selanjutnya adalah keikhlasan. Memanage lembaga pendidikan Islam harus didudukkan dalam konteks beribadah kepada Allah secara penuh dan mendalam. Konsep ini dalam bahasa Islam adalah lillah. Suasana batin yang mengarahkan kegiatannya hanya semata-mata didasari oleh niat untuk memenuhi kebutuhan pribadi atau kelompok dalam berbagai bentuknya tidak akan mengantarkan yang bersangkutan memiliki integritas yang tinggi. Jiwa ikhlas yang tumbuh dan berkembang dari seorang pimpinan lembaga pendidikan Islam, akan melahirkan suasana ruhhul jihad. Jika suasana ini mampu ditumbuh-kembangkan, lembaga pendidikan telah memiliki kekuatan yang kukuh yang diperlukan olehnya.















Daftar Pustaka

Syafrudin, Manajemen Mutu Terpadu Dalam Pendidikan Konsep, Strategi dan Aplikasi, PT.Grasindo Jakarta, 2002,
John M.Echols dan Hasan Sadily, Kamus Inggris Indonesia, Jakarta Gramedia, 1980, cet. VIII.
WJS. Poerwadarminta, Kamus Umum Bahasa Indonesia, Jakarta:Balai Pustaka, 1991.cet.XII
Drs.Moekijat, Kamus Manajemen, (Bandung; Mandar Maju,1990)
Ahmad Tafsir, Epistimologi Untuk Pendidikan Islam, Bandung IAIN Sunan Gunung Jati;1995
Drs. Suryo Subroto, Manajemen Pendidikan Di Sekolah, Reneka Cipta Jakarta: 2004,
Mohammad Nasir , Manajemen Mutu Terpadu di Lembaga Pendidikan Islam www.okis site. Com, 17/12/2008
Prof.Dr.Sudarman Danim. Menjadi Komunitas Pembelajar, Bumi Aksara, Jakarta; 2003
Dr. Mochtar Bashori, Spektrum Problematika Pendidikan di Indonesia,Tiara Wacana, Yogyakarta;1994,
Mulyasa, E, Kurikulum Berbasis Kompetensi, Konsep, Karakteristik, dan Implementasi, PT. Remaja Rosdakarya ; Bandung, 2002
Wahjosumijo, Kepemimpinan Kepala Sekolah, Jakarta, Grafindo Persada: 2004

Tidak ada komentar:

Posting Komentar