Senin, 21 Februari 2011

KOMITMEN KERJA PERSONALIA

KOMITMEN KERJA PERSONALIA DALAM PENDIDIKAN ISLAM
Oleh : Hidayatullah, SHI


A. Pendahuluan
Komitmen dipandang penting dalam suatu organisasi, karena dengan komitmen yang tinggi seorang karyawan akan bersikap profesional dan menjunjung tinggi nilai-nilai yang telah disepakati bersama dalam organisasi, yang fokusnya adalah nilai-nilai dan sikap (attitude) yang dimiliki oleh karyawan. Sebagai contoh perusahaan Coca Cola, dalam menjalankan bisnisnya sangat memperhatikan komitmen dari para karyawan, karena perusahaan meyakini bahwa tanpa komitmen karyawan yang tinggi maka perusahaan tidak akan sukses.
Begitu pula banyak organisasi di Jepang, utamanya organisasi bisnis, memiliki tradisi yang tumbuh berdasarkan kekuatan masyarakatnya yang mengandalkan nilai-nilai komitmen, dedikasi, loyalitas, kompetensi yang tinggi dan hasrat yang kuat untuk menghasilkan kinerja karyawannya.
Pengembangan kinerja karyawan perlu dirancang sesuai dengan visi dan misi organisasi. Disamping itu partisipasi individu secara aktif dan mandiri menjadi dinamika utamanya, sehingga kekompakan kerja dalam unit, atau kelompok kecil, secara intra maupun inter grup tercapai.
Dalam dunia pendidikan komitmen kerja seseorang juga sangat dibutuhkan untuk meningkatkan mutu pendidikan. Lemahnya pengawasan seorang guru terhadap siswanya, kurangnya waktu untuk melaksanakan tugas, seorang guru hanya berorientasi pada jabatannya, adalah sebuah gambaran betapa lemahnya tingkat komitmen mereka yang bekerja di dunia pendidikan.
Dalam makalah ini penulis akan membahas tentang komitmen kerja personalia dalam perspektif manajemen sumber daya manusia dan perspektif pendidikan Islam.



B. Pengertian Komitmen Organisasi
Ada dua pendekatan dalam merumuskan definisi komitmen dalam berorganisasi. Yang pertama melibatkan usaha untuk mengilustrasikan bahwa komitmen dapat muncul dalam berbagai bentuk, maksudnya arti dari komitmen menjelaskan perbedaan hubungan antara anggota organisasi dan entitas lainnya (salah satunya organisasi itu sendiri). Yang kedua melibatkan usaha untuk memisahkan diantara berbagai entitas di mana individu berkembang menjadi memiliki komitmen. Kedua pendekatan ini tidak compatible namun dapat menjelaskan definisi dari komitmen, bagaimana proses perkembangannya dan bagaimana implikasinya terhadap individu dan organisasi. Sedangkan Michael Amstrong dalam bukunya “managing people” menyatakan bahwa komitmen adalah kecintaan dan kesetiaan.
Pada dasarnya melaksanakan komitmen sama saja maknanya dengan menjalankan kewajiban, tanggung jawab, dan janji yang membatasi kebebasan seseorang untuk melakukan sesuatu. Jadi karena sudah punya komitmen maka dia harus mendahulukan apa yang sudah dijanjikan buat organisasinya ketimbang untuk hanya kepentingan dirinya. Di sisi lain komitmen berarti adanya ketaatasasan seseorang dalam bertindak sejalan dengan janji-janjinya. Semakin tinggi derajad komitmen karyawan semakin tinggi pula kinerja yang dicapainya.
Meyer dan Allen (1991) merumuskan suatu definisi mengenai komitmen dalam berorganisasi sebagai suatu konstruk psikologis yang merupakan karakteristik hubungan anggota organisasi dengan organisasinya dan memiliki implikasi terhadap keputusan individu untuk melanjutkan keanggotaannya dalam berorganisasi. Berdasarkan definisi tersebut anggota yang memiliki komitmen terhadap organisasinya akan lebih dapat bertahan sebagai bagian dari organisasi dibandingkan anggota yang tidak memiliki komitmen terhadap organisasi.
Penelitian dari Baron dan Greenberg (1990) menyatakan bahwa komitmen memiliki arti penerimaan yang kuat individu terhadap tujuan dan nilai - nilai perusahaan, di mana individu akan berusaha dan berkarya serta memiliki hasrat yang kuat untuk tetap bertahan di perusahaan tersebut.
Berdasarkan berbagai definisi mengenai komitmen terhadap organisasi maka dapat disimpulkan bahwa komitmen terhadap organisasi merefleksikan tiga dimensi utama, yaitu komitmen dipandang merefleksikan orientasi afektif terhadap organisasi, pertimbangan kerugian jika meninggalkan organisasi, dan beban moral untuk terus berada dalam organisasi.
C. Bentuk komitmen dalam organisasi
Budaya kerja dalam organisasi seperti di perusahaan diaktualisasikan sangat beragam. Bisa dalam bentuk dedikasi/loyalitas, tanggung jawab, kerjasama, kedisiplinan, kejujuran, ketekunan, semangat, mutu kerja, keadilan, dan integritas kepribadian. Semua bentuk aktualisasi budaya kerja itu sebenarnya bermakna komitmen. Ada suatu tindakan, dedikasi, dan kesetiaan seseorang pada janji yang telah dinyatakannya untuk memenuhi tujuan organisasi dan individunya.
Komitmen organisasi dari Mowday, Porter dan Steers lebih dikenal sebagai pendekatan sikap terhadap organisasi. Komitmen organisasi sebagai suatu sikap yang didefinisikan sebagai kekuatan relatif suatu identifikasi dan keterlibatan individu terhadap organisasi tertentu (Mowday, dkk. 1982 : 27)
Komitmen organisasi ini memiliki dua komponen yaitu :
1. Sikap
2. Kehendak untuk bertingkah laku.
Sikap mencakup :
a) Identifikasi dengan organisasi yaitu penerimaan tujuan organisasi, dimana penerimaan ini merupakan dasar komitmen organisasi. Tampil melalui sikap menyetujui kebijaksanaan organisasi, kesamaan nilai pribadi dan nilai-nilai perusahaan, rasa kebanggaan menjadi bagian dari organisasi.
b) Keterlibatan dengan peranan pekerjaan di organisasi tersebut, karyawan yang memiliki komitmen tinggi akan menerima hampir semua pekerjaan yang diberikan padanya.
Otonomi dalam pelaksanaan pekerjaan adalah sangat penting. Hal ini merupakan sebuah tanggung jawab atas pekerjaan seseorang beserta hasilnya. Artinya para pekerja diberi kebebasan untuk mengendalikan sendiri pelaksanaan tugasnya berdasarkan uraian dan spesifikasi pekerjaan yang dibebankan kepadanya. Dengan memberikan kebebasan dalam memutuskan sendiri cara penyelesaian pekerjaan, akan meningkatkan rasa tanggung jawab terhadap pekerjaannya serta tingkat kepuasannya menjadi besar
c) Kehangatan, afeksi dan loyalitas terhadap organisasi merupakan evaluasi terhadap komitmen, serta adanya keterikatan emosional dan keterikatan antara perusahaan dengan karyawan. Karyawan dengan komitmen tinggi merasakan adanya loyalitas dan rasa memiliki terhadap perusahaan.
Kesetiaan pada organisasi berarti seorang pegawai ingin terus berkarya dalam organisasi tempatnya bekerja untuk jangka waktu yang lama. Selama seseorang berkarya dalam suatu organisasi, selama itu pula ia berkewajiban menunjukkan loyalitasnya kepada organisasi tersebut.
Sedangkan yang termasuk kehendak untuk bertingkah laku adalah:
a) Kesediaan untuk menampilkan usaha. Hal ini tampil melalui kesediaan bekerja melebihi apa yang diharapkan agar perusahaan dapat maju. Karyawan dengan komitmen tinggi, ikut memperhatikan nasib perusahaan.
b) Keinginan tetap berada dalam organisasi. Pada karyawan yang memiliki komitmen tinggi, hanya sedikit alasan untuk keluar dari perusahaan dan ada keinginan untuk bergabung dengan perusahaan dalam waktu lama.
Jadi seseorang yang memiliki komitmen tinggi akan memiliki identifikasi terhadap perusahaan, terlibat sungguh-sungguh dalam pekerjaan dan ada loyalitas serta afeksi positif terhadap perusahaan. Selain itu tampil tingkah laku berusaha kearah tujuan perusahaan dan keinginan untuk tetap bergabung dengan perusahaan dalam jangka waktu lama.


D. Aspek-aspek yang dapat membangkitkan komitmen karyawan
Menurut Steers (1985 : 53) komitmen organisasi memiliki tiga aspek utama, yaitu : identifikasi, keterlibatan dan loyalitas karyawan terhadap organisasi atau perusahaannya.
Aspek Pertama
Yaitu rasa identifikasi, yang mewujud dalam bentuk kepercayaan karyawan terhadap organisasi, dapat dilakukan dengan memodifikasi tujuan organisasi, sehingga mencakup beberapa tujuan pribadi para karyawan ataupun dengan kata lain perusahaan memasukkan pula kebutuhan dan keinginan karyawan dalam tujuan organisasinya. Sehingga akan membuahkan suasana saling mendukung diantara para karyawan dengan organisasi. Lebih lanjut, suasana tersebut akan membawa karyawan dengan rela menyumbangkan sesuatu bagi tercapainya tujuan organisasi, karena karyawan menerima tujuan organisasi yang dipercayai telah disusun demi memenuhi kebutuhan pribadi mereka pula (Pareek, 1994 : 113).
Aspek Kedua
Yaitu keterlibatan atau partisipasi karyawan dalam aktivitas-aktivitas keorganisasian juga penting untuk diperhatikan karena adanya keterlibatan karyawan menyebabkan mereka akan mau dan senang bekerja sama baik dengan pimpinan ataupun dengan sesama teman kerja. Salah satu cara yang dapat dipakai untuk memancing keterlibatan karyawan adalah dengan memancing partisipasi mereka dalam berbagai kesempatan pembuatan keputusan, yang dapat menumbuhkan keyakinan pada karyawan bahwa apa yang telah diputuskan adalah merupakan keputusan bersama. Disamping itu, karyawan merasakan diterima sebagai bagian utuh dari organisasi, dan konsekuensi lebih lanjut, mereka merasa wajib untuk melaksanakan bersama karena adanya rasa terikat dengan yang mereka ciptakan (Sutarto, 1989 :79). Oleh Steers (1985 : 53) dikatakan bahwa tingkat kehadiran mereka yang memiliki rasa keterlibatan tinggi umumnya tinggi pula. Mereka hanya absen jika mereka sakit hingga benar-benar tidak dapat masuk kerja. Jadi, tingkat kemangkiran yang disengaja pada individu tersebut lebih rendah dibandingkan dengan pekerja yang keterlibatannya lebih rendah.
Ahli lain, Beynon (dalam Marchington, 1986 : 61) mengatakan bahwa partisipasi akan meningkat apabila mereka menghadapi suatu situasi yang penting untuk mereka diskusikan bersama, dan salah satu situasi yang perlu didiskusikan bersama tersebut adalah kebutuhan serta kepentingan pribadi yang ingin dicapai oleh karyawan organisasi. Apabila kebutuhan tersebut dapat terpenuhi hingga karyawan memperoleh kepuasan kerja, maka karyawanpun akan menyadari pentingnya memiliki kesediaan untuk menyumbang usaha bagi kepentingan organisasi. Sebab hanya dengan pencapaian kepentingan organisasilah, kepentingan merekapun akan lebih terpuaskan.
Aspek ketiga
Yaitu loyalitas karyawan terhadap organisasi memiliki makna kesediaan seorang untuk melanggengkan hubungannya dengan organisasi, kalau perlu dengan mengorbankan kepentingan pribadinya tanpa mengharapkan apapun (Wignyo-soebroto, 1987). Kesediaan karyawan untuk mempertahankan diri bekerja dalam perusahaan adalah hal yang penting dalam menunjang komitmen karyawan terhadap organisasi dimana mereka bekerja. Hal ini dapat diupayakan bila karyawan merasakan adanya keamanan dan kepuasan di dalam organisasi tempat ia bergabung untuk bekerja.
E. Pentingnya memahami komitmen organisasi kerja bagi pengusaha
Seorang karyawan yang semula kurang memiliki komitmen berorganisasi, namun setelah bekerja ternyata selain mendapat imbalan sesuai dengan ketentuan yang berlaku ada hal-hal yang menarik dan memberi kepuasan. Hal itu akan memupuk berkembangnya komitmen berorganisasi. Apalagi jika banyak hal yang dapat memberikan kesejahteraan, jaminan keamanan, misalnya ada koperasi, ada fasiltas transportasi, ada fasilitas yang mendukung kegiatan kerja sehingga dapat bekerja dengan penuh semangat, lebih produktif dan efisien dalam menjalankan tugasnya. Namun juga sebaliknya jika iklim organisasi kerja dalam perusahaan tersebut kurang menunjang, misalnya fasilitas kurang, hubungan kerja kurang harmonis, jaminan sosial dan keamanan kurang, maka komitmen organisasi kerja menjadi makin luntur atau bahkan tempat bekerjanya dijelek-jelekkan sehingga dapat menimbulkan kerawanan sosial dalam organisasi kerja, hal itu dapat menimbulkan mogok kerja, demonstrasi, pengunduran diri dan sebagainya.
Bagaimana komitmen organisasi dengan karyawan kontrak, karena akhir-akhir ini banyak perusahaan yang menggunakan karyawan kontrak. Secara psikologis tentu perlu dicermati, karena komitmen organisasi, munculnya lebih psikologis dibanding kebutuhan sosio-ekonomik yang bersumber dari gaji atau upah. Orang mencari kerja awalnya agar memperolah status sebagai karyawan dan mendapatkan imbalan gaji atau upah. Namun setelah bekerja tuntutannya bukan hal itu saja, suasana kerjanya menyenangkan atau cocok apa tidak, sehingga ia merasa sejahtera apa tidak, merasa puas apa tidak hal itu semua akan mendorong munculnya komitmen dalam organisasi kerjanya. Pada karyawan kontrak, umumnya 6 bulan pertama orang baru menyesuaikan dengan tugas dan biasanya baru terlihat efisien dalam menjalankan tugasnya. Namun dalam bulan-bulan berikutnya ia sudah harus berfikir bahwa akhir tahun masa kontrak habis dan harus memperpanjang, itupun masih meragukan apakah dapat diperpanjang atau tidak; jika secara kebetulan dapat diperpanjang maka secara disadari atau tidak ketentraman dalam menjalankan tugas terganggu. Begitu juga jika diperpanjang untuk tahun kedua, terutama akhir tahun karyawan umumnya sudah terlihat gelisah karena setelah tahun kedua tidak diperpanjang, sehingga efisiensi kerjanya menjadi kurang, karena perhatian untuk mencari kerja di tempat lain menjadi lebih besar. Maka bagi karyawan kontrak kiranya sulit diukur ada atau tidaknya komitmen organisasi kerja, apalagi bahwa komitmen tersebut menyangkut aspek loyalitas dan sebagainya.
F. Komitmen kerja dalam pendidikan Islam
Sekolah sebagai lembaga pendidikan sudah semestinya mempunyai organisasi yang baik agar tujuan pendidikan formal ini tercapai sepenuhnya. Dari situ dapat diketahui unsur personal di dalam lingkungan sekolah diantaranya; kepala sekolah, guru, karyawan, dan murid. Di samping itu sekolah sebagai lembaga pendidikan formal ada di bawah instansi atasan baik itu kantor dinas atau wilayah kantor wilayah departemen yang bersangkutan.
Ada beberapa dasar pemikiran yang melatarbelakangi perlunya komitmen dalam organisasi pendidikan, baik di lembaga pendidikan umum maupun pendidikan islam.
Pertama, sebuah lembaga pendidikan yang bermutu sebagaimana yang diharapkan banyak orang atau masyarakat bukan hanya menjadi tanggungjawab sekolah, tetapi merupakan tanggungjawab dari semua pihak termasuk di dalamnya orang tua dan dunia usaha sebagai customer internal dan eksternal dari sebuah lembaga pendidikan. Arcaro S Jerome menyampaikan bahwa terdapat lima karakteristik sekolah yang bermutu yaitu : 1) Fokus pada pelanggan. 2) Keterlibatan total 3) Pengukuran 4) Komitmen 5) Perbaikan berkelanjutan.
Kedua, mutu produk pendidikan akan dipengaruhi oleh sejauh mana lembaga mampu mengelola seluruh potensi secara optimal mulai dari tenaga kependidikan, peserta didik, proses pembelajaran, sarana pendidikan, keuangan dan termasuk hubungannya dengan masyarakat. Pada kesempatan ini, lembaga pendidikan Islam harus mampu merubah paradigma baru pendidikan yang berorientasi pada mutu semua aktifitas yang berinteraksi di dalamnya, seluruhnya mengarah pencapaian pada mutu.
Ketiga, pemimpin lembaga pendidikan Islam, khususnya di lingkungan pesantren dan madrasah merupakan motivator, event Organizer, bahkan penentu arah kebijakan sekolah dan madrasah yang akan menentukan bagaimana tujuan-tujuan pendidikan pada umumnya direalisasikan. Untuk mewujudkan hal tersebut maka kepala sekolah yang efektif adalah kepala sekolah yang memenuhi kriteria sebagai berikut :
1) Mampu memberdayakan guru-guru untuk melaksanakan proses pembelajaran dengan baik, lancar dan pruduktif.
2) Dapat menyelesaikan tugas dan pekerjaan sesuai dengan waktu yang telah ditetapkan.
3) Mampu menjalin hubungan yang harmonis dengan masyarakat sehingga dapat melibatkan mereka secara aktif dalam rangka mewujutkan tujuan sekolah dan pendidikan.
4) Berhasil menerapkan prinsip kepemimpinan yang sesuai dengan tingkat kedewasaan guru dan pengawai lain di sekolah.
5) Bekerja dengan Tim manajemen.
6) Berhasil mewujutkan tujuan sekolah secara produktif sesuai dengan ketentuan yang telah ditentukan.
Selain kepala sekolah, seorang guru juga dituntut untuk mengembangkan profesionalitas sebagai bentuk kopmitmennya terhadap pekerjaan. Untuk mengukur tingkat komitmen seorang guru dapat dilihat dari ciri-ciri sebagai berikut :
1. Perhatiannya terhadap siswa cukup tinggi.
2. Waktu dan tenaga yang dikeluarkan untuk melaksanakan tugasnya banyak.
3. Banyak pekerjaan untuk kepentingan orang lain.
Keempat, Setiap lembaga pendidikan, termasuk di dalamnya pondok pesantren, dituntut untuk memberikan pelayanan sebaik mungkin kepada “ pelanggannya “. Agar tugas ini terwujud, pesantren perlu didukung sistem manajemen yang baik. Beberapa ciri sistem manajemen yang baik adalah adanya pola pikir yang teratur (administrative thinking) pelaksanaan kegiatan yang teratur (administrative behaviour ), dan penyikapan terhadap tugas-tugas kegiatan secara baik (administrative attitude ).
Dengan adanya empat hal tersebut di atas, maka diperlukan adanya organisasi pendidikan Islam yang ditujukan untuk menjawab berbagai masalah tersebut di atas. Terwujudnya cita-cita suatu pendidikan Islam dalam berbagai bidang tersebut di atas adalah merupakan indikator untuk menyatakan efektif tidaknya sebuah organisasi pengelola pendidikan. Dengan kata lain oraganisasi ini harus ditujukan untuk mewujudkan cita-cita dalam pendidikan Islam yaitu sebuah lembaga pendidikan yang solid, bermutu dan profesional seperti yang diamanatkan dalam undang-undang Sisdiknas no.20 tahun 2003 pada bab III pasal 4 ayat 6 menyebutkan bahwa prinsip penyelenggaraan pendidikan adalah dengan memperdayakan semua komponen masyarakat melalui peran serta dalam penyelenggaraan dan pengendalian mutu layanan pendidikan ( Sisdiknas, 2003;No 20 ).
Penutup
Dalam sebuah buku psikologi manajemen ada kalimat yang menyatakan : Foundation of commitment is integrity, character and empaty. Dalam kalimat tersebut mengandung makna bahwa sebuah komitmen harus timbul dari hati yang paling dalam dari seorang individu, dalam menjalankan kehidupan atau meraih cita-citanya. Dan apabila setiap individu dalam organisasi memiliki suatu komitmen yang besar untuk melakukan yang terbaik bagi pekerjaannya masing-masing, tentunya hal itu merupakan suatu modal besar bagi perusahaan dalam mewujudkan cita-citanya. Sehingga betapa pentingnya sebuah komitmen bagi keberlangsungan hidup sebuah organisasi.

Daftar Pustaka
http://wangmuba.com/2009/03/05/hubungan-komitmen-organisasi-dan-kinerja
Prof. Dr.H.Hamzah B. Uno,Mpd, Profesi Kependidikan, Jakarta, Bumi Aksara:2007,
Karina, SPsi, http://rumahbelajarpsikologi.com/index.php/komitmen-organisasi.html,
http://indosdm.com/komitmen karyawan dan budaya kerja/
http://rumahbelajarpsikologi.com/index.php/komitmen-organisasi.html
Drs. Suryo Subroto, Manajemen Pendidikan Di Sekolah, Reneka Cipta Jakarta: 2004
Mohammad Nasir , Manajemen Mutu Terpadu di Lembaga Pendidikan Islam www.okis site. Com, 17/12/2008
Mulyasa, E, Kurikulum Berbasis Kompetensi, Konsep, Karakteristik, dan Implementasi, PT. Remaja Rosdakarya ; Bandung, 2002,
Prof.Dr.Sondang P Siagian, MPA, Manajemen Sumber Daya Manusia, Bumi Aksara,Jakarta:2007,
http://www.e-psikologi.com/epsi/artikel_detail.asp

Tidak ada komentar:

Posting Komentar