Senin, 21 Februari 2011

PEMIMPIN DALAM KONSEP ISLAM

PEMIMPIN DALAM KONSEP ISLAM
(Telaah hadis Nabi saw tentang kepemimpinan)
Oleh : Hidayatullah, SHI


A. Pendahuluan
Dalam kehidupan sehari-hari, masyarakat selalu membutuhkan adanya pemimpin. Di dalam kehidupan rumah tangga diperlukan adanya pemimpin atau kepala rumah tangga, begitu pula halnya di masjid sehingga shalat berjama’ah bisa dilaksanakan dengan adanya orang yang bertindak sebagai imam,bahkan perjalanan yang dilakukan oleh tiga orang muslim, harus mengangkat salah seorang diantara mereka sebagai pemimpin perjalanan.
Ini semua menunjukkan betapa penting kedudukan pemimpin dalam suatu masyarakat, baik dalam skala kecil apalagi skala besar. Untuk tujuan memperbaiki kehidupan yang lebih baik, seorang muslim tidak boleh mengelak dari tugas kepemimpinan, Rasulullah bersabda:
Barang siapa yang diserahi kekuasaan urusan manusia lalu menghindar (mengelak) melayanui kamum lemah dan orang-orang yang membutuhkannya, maka Allah tidak mengindahkannya pada hari kiamat.(HR.Ahmad)
Di dalam Islam, pemimpin kadang kala disebut imam tapi juga khalifah.dalam shalat berjama’ah, imam berarti orang yang di depan. Secara harfiyah, amma berasal dari kata amma, yaummu yang artinya menuju, menumpu dan meneladani. Ini berarti seorang imam atau pemimpin harus selalu di depan guna memberi keteladanan atau kepeloporan dalam segala bentuk kebaikan.di samping itu pemimpin disebut juga khalifah. Dalam literature fiqih Khilafah diartikan sebagai susunan suatu pemerintahan yang diatur menurut ajaran agama islam, sebagaimana yang dibawa dan dijalankan oleh nabi Muhammad saw. Semasa beliau hidup, dan kemudian dijalankan oleh khulafaur rasyidin (Abu Bakar , Umar Bin Khattab, Usman Bin Affan, Dan Ali Bin Abi Thalib). Kepala negaranya dinamakan khalifah.
Istilah pemimpin dalam kajian linguistik dikenal dengan beberapa istilah diantaranya : imam, kholifah, dan ra’in. Masing-masing kata mempunyai maksud dan makna kata yang berbeda – beda. Kata ra’in misalnya, kata ini dikhususkan untuk kata pemimpin dalam arti yang lebih luas, yaitu kemampuan memimpin untuk membenahi sistem pemerintahan yang lebih baik dan mengarahkan rakyatnya memnuju perbaikan umat.
Berkenaan dengan hal tersebut dalam sebuah hadis Rasulullah saw bersabda :
كُلُّكُمْ رَاعٍ وَكُلُّكُمْ مَسْئُولٌ عَنْ رَعِيَّتِهِ
“Setiap kamu sekalian adalah pemimpin dan setiap pemimpin akan ditanya tentang yang dipimpinnya” (HR.Bukhori )
Lalu bagaimana kreteria seorang pemimpin menurut konsep islam ?
Dalam makalah ini penulis akan memaparkan hadis di atas dengan pendekatan linguistik, konsep pemimpin dalam hadis, konsep pemimpin dalam al-Quran, sejarah tentang kepemimpinan Rasulullah saw, serta pemimpin ideal dalam konsep Islam.

B. Hadis Tentang Kepemimpinan Dalam Kajian Linguistik

أَنَّ سَالِمًا حَدَّثَهُ أَنَّ عَبْدَ اللَّهِ بْنَ عُمَرَ يَقُولُ سَمِعْتُ رَسُولَ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ يَقُولُ كُلُّكُمْ رَاعٍ وَكُلُّكُمْ مَسْئُولٌ عَنْ رَعِيَّتِهِ الْإِمَامُ رَاعٍ وَمَسْئُولٌ عَنْ رَعِيَّتِهِ وَالرَّجُلُ رَاعٍ فِي أَهْلِهِ وَهُوَ مَسْئُولٌ عَنْ رَعِيَّتِهِ وَالْمَرْأَةُ رَاعِيَةٌ فِي بَيْتِ زَوْجِهَا وَمَسْئُولَةٌ عَنْ رَعِيَّتِهَا وَالْخَادِمُ رَاعٍ فِي مَالِ سَيِّدِهِ وَمَسْئُولٌ عَنْ رَعِيَّتِهِ قَالَ وَحَسِبْتُ أَنْ قَدْ قَالَ وَالرَّجُلُ رَاعٍ فِي مَالِ أَبِيهِ وَمَسْئُولٌ عَنْ رَعِيَّتِهِ وَكُلُّكُمْ رَاعٍ وَمَسْئُولٌ عَنْ رَعِيَّتِهِ
Sesungguhnya Salim menceritakan bahwa Abdullah bin umar berkata: Aku mendengar rasulullah saw bersabda” kamu semua adalah seorang pemimpin dan pemimpin akan ditanya tentang yang dipimpinnya. Seorang imam adalah pemimpin dan ia akan ditanya tentang yang dipimpinnya.seorang laki-laki adalah pemimpin dan ia akan ditanya tentang keluarganya. Seorang perempuan adalah pemimpin di dalam urusan rumah tangga suaminya, ia akan ditanya tentang yang dipimpinnya. Seorang pembantu adalah pemimpin dalam urusan menjaga harta tuannya, ia akan ditanya yang dipimpinnya, lalu rasul melanjutkan seorang anak adalah pemimpin tentang urusan menjaga harta bapaknya. Dan kamu semua adalah pemimpin dan akan ditanya tentang yang dipimpinnya.(HR. Bukhari).

Lafaz كُلُّكُمْ berkedudukan menjadi mubtada’, yang artinya setiap kamu sekalian. Mubtada’ sendiri adalah isim yang dirofa’kan yang kosong dari amil lafaz. Sedangkan lafaz رَاعٍ adalah khobar dari lafaz كُلُّكُمْ yang berbentuk mufrad. Khobar adalah isim yang dirofa’kan yang disandarkan kepada mubtada’.
Lafaz كُلُّ dalam lafaz كُلُّكُمْ dikatagorikan sebagai huruf taukid lafdzi (memperkuat). Taukid adalah lafaz yang mengikuti yang menghilangkan pengertian ihtimal(yang memungkinkan diartikan dua pengertian.
Perkataan pemimpin dalam kamus bahasa Arab diistilahkan dengan kata رَاعٍ yang berasal dari kata ra’a, ra’yan, ri’ayatan dan mar’an yang artinya mengembalakan, memimpin, mengatur, menjaga, memelihara. Sedangkan kata مَسْئُولٌ adalah bentuk maf’ul dari masdar sa’ala yas’alu yang artinya meminta, memohon, yang ditanya atau yang diminta pertanggungan jawab.
Secara etimology pengertian pemimpin menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia, berasal dari dasar’pimpin”.Dengan mendapat awalan me menjadi ‘memimpin” maka berartimenuntun, menunjukkan jalan dan membimbing. Pengertian lain yang disamakan pengertiannya adalah mengetuai atau mengepalai, memandu dan melatih dalam arti mendidik dan mengajari supaya dapat mengerjakan sendiri. Perkataan memimpin bermakna sebagai kegiatan, sedang yang melaksanakannya disebut pemimpin. Dengan kata lain pemimpin adalah orang yang memimpin atau mngetuai atau mengepalai.
Jadi pengertian hadis كُلُّكُمْ رَاعٍ وَكُلُّكُمْ مَسْئُولٌ عَنْ رَعِيَّتِهِ dapat diartikan setiap individu adalah pemimpin, pengatur, penjaga atau pemelihara bagi dirinya dan yang dibawah kekuasaannya. Serta bisa melatih dan mengarahkan bawahannya dan akan diminta pertanggung jawabannya tentang yang dipimpinnya kelak di akhirat.

C. Kajian Tematis Komprehensif

Banyak sekali hadis-hadis yang menjelaskan tentang konsep kepemimpinan dengan redaksi yang berbeda-beda. Namun dari beberapa redaksi hadis yang menjelaskan tentang kepemimpinan mempunyai satu kesamaan yakni seorang pemimpin harus bertanggung jawab terhadap segala sesuatu yang dipimpinnya.Sabda Rasulullah saw.:
أَنَّ سَالِمًا حَدَّثَهُ أَنَّ عَبْدَ اللَّهِ بْنَ عُمَرَ يَقُولُ سَمِعْتُ رَسُولَ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ يَقُولُ كُلُّكُمْ رَاعٍ وَكُلُّكُمْ مَسْئُولٌ عَنْ رَعِيَّتِهِ الْإِمَامُ رَاعٍ وَمَسْئُولٌ عَنْ رَعِيَّتِهِ وَالرَّجُلُ رَاعٍ فِي أَهْلِهِ وَهُوَ مَسْئُولٌ عَنْ رَعِيَّتِهِ وَالْمَرْأَةُ رَاعِيَةٌ فِي بَيْتِ زَوْجِهَا وَمَسْئُولَةٌ عَنْ رَعِيَّتِهَا وَالْخَادِمُ رَاعٍ فِي مَالِ سَيِّدِهِ وَمَسْئُولٌ عَنْ رَعِيَّتِهِ قَالَ وَحَسِبْتُ أَنْ قَدْ قَالَ وَالرَّجُلُ رَاعٍ فِي مَالِ أَبِيهِ وَمَسْئُولٌ عَنْ رَعِيَّتِهِ وَكُلُّكُمْ رَاعٍ وَمَسْئُولٌ عَنْ رَعِيَّتِهِ
Sesungguhnya Salim menceritakan bahwa Abdullah bin umar berkata: Aku mendengar rasulullah saw bersabda” kamu semua adalah seorang pemimpin dan pemimpin akan ditanya tentang yang dipimpinnya. Seorang imam adalah pemimpin dan ia akan ditanya tentang yang dipimpinnya.seorang laki-laki adalah pemimpin dan ia akan ditanya tentang keluarganya. Seorang perempuan adalah pemimpin di dalam urusan rumah tangga suaminya, ia akan ditanya tentang yang dipimpinnya. Seorang pembantu adalah pemimpin dalam urusan menjaga harta tuannya, ia akan ditanya yang dipimpinnya, lalu rasul melanjutkan seorang anak adalah pemimpin tentang urusan menjaga harta bapaknya. Dan kamu semua adalah pemimpin dan akan ditanya tentang yang dipimpinnya.(HR. Bukhari).
Dalam kitab Fathul Bari dijelaskan tentang maksud dari hadis tersebut :
قوله : ( أخبرنا عبد الله ) هو ابن المبارك , ويونس هو ابن يزيد الأيلي . قوله : ( كلكم راع وزاد الليث إلخ ) فيه إشارة إلى أن رواية الليث متفقة مع ابن المبارك إلا في القصة فإنها مختصة بروايه الليث , ورواية الليث معلقة , وقد وصلها الذهلي عن أبي صالح كاتب الليث عنه , وقد ساق المصنف رواية ابن المبارك بهذا الإسناد في كتاب الوصايا فلم يخالف رواية الليث إلا في إعادة قوله في آخره " وكلكم راع إلخ " . قوله : ( وكتب رزيق بن حكيم ) هو بتقديم الراء على الزاي , والتصغير في اسمه واسم أبيه في روايتنا , وهذا هو المشهور في غيرها , وقيل بتقديم الزاي وبالتصغير فيه دون أبيه . قوله : ( أجمع ) أي أصلي بمن معي الجمعة . قوله : ( على أرض يعملها ) أي يزرع فيها . قوله : ( ورزيق يومئذ على أيلة ) بفتح الهمزة وسكون التحتانية بعدها لام بلدة معروفة في طريق الشام بين المدينة ومصر على ساحل القلزم , وكان رزيق أميرا عليها من قبل عمر بن عبد العزيز , والذي يظهر أن الأرض التي كان يزرعها من أعمال أيلة , ولم يسأل عن أيلة نفسها لأنها كانت مدينة كبيرة ذات قلعة وهي الآن خراب ينزل بها الحاج المصري والغزي صلى الله عليه وسلم وبعض آثارها ظاهر . قوله : ( وأنا أسمع ) هو قول يونس , والجملة حالية , وقوله " يأمره " حالة أخرى , وقوله " يخبره " حال من فاعل يأمره , والمكتوب هو الحديث , والمسموع المأمور به قاله الكرماني . والذي يظهر أن المكتوب هو عين المسموع , وهو الأمر والحديث معا , وفي قوله " كتب " تجوز كأن ابن شهاب أملاه على كاتبه فسمعه يونس منه , ويحتمل أن يكون الزهري كتبه بخطه وقرأه بلفظه فيكون فيه حذف تقديره فكتب ابن شهاب وقرأه وأنا أسمع , ووجه ما احتج به على التجميع من قوله صلى الله عليه وسلم " كلكم راع " أن على من كان أميرا إقامة الأحكام الشرعية - والجمعة منها - وكان رزيق عاملا على الطائفة التي ذكرها , وكان عليه أن يراعي حقوقهم ومن جملتها إقامة الجمعة . قال الزين بن المنير : في هذه القصة إيماء إلى أن الجمعة تنعقد بغير إذن من السلطان إذا كان في القوم من يقوم بمصالحهم . وفيه إقامة الجمعة في القرى خلافا لمن شرط لها المدن , فإن قيل ; قوله " كلكلم راع " يعم جميع الناس فيدخل فيه المرعي أيضا , فالجواب أنه مرعي باعتبار , راع باعتبار , حتى ولو لم يكن له أحد كان راعيا لجوارحه وحواسه , لأنه يجب عليه أن يقوم بحق الله وحق عباده , وسيأتي الكلام على بقية فوائد هذا الحديث في كتاب الأحكام إن شاء الله تعالى . قوله فيه ( قال وحسبت أن قد قال ) جزم الكرماني بأن فاعل " قال " هنا هو يونس , وفيه نظر , والذي يظهر أنه سالم , ثم ظهر لي أنه ابن عمر . وسيأتي في كتاب الاستقراض بيان ذلك إن شاء الله تعالى . وقد رواه الليث أيضا
عن نافع عن ابن عمر بدون هذه الزيادة , أخرجه مسلم.
Sesungguhnya setiap orang adalah pemimpin yang punya kewajiban menjalankan hukum-hukum syari’at termasuk menjalankan sholat jum’at, dan juga bertanggung jawab bekerja mencarikan rizki bagi golongannya. Bertanggung jawab atas hak-hak mereka termasuk dalam menjalankan sholat jum’at. Zainu Ibn Munir berkata : Dalam sebuah kisah mengisyaratkan bahwa sholat jum’at sah didirikan tanpa seizin penguasa jika penguasa tersebut termasuk orang yang sudah melakukan kebaikan kepada kaumnya, hal ini menunjukkan bahwa mendirikan sholat jum’at dalam satu desa masih dalam perselisian di kalangan fuqaha bagi yang mensyaratkan satu jum’atan untuk beberapa wilayah.
Ada sebagian lagi berpendapat bahwa hadis tersebut juga diartikan bahwa seluruh manusia adalah pemimpin, maksudnya manusia bertanggung jawab meskipun tidak ada sesuatu yang ia pertanggung jawabkan kecuali anggota badan dan inderanya, karena setiap anggota badan harus digunakan sesuai dengan hak Allah dan untuk ibadah.
Dalam hal ini fungsi ke-Ra’in-an dari seorang pemimpin dituntut kemampuannya untuk membenahi sistem pemerintahan yang lebih baik dan mengarahkan rakyatnya menuju perbaikan Ummat. Ia seorang leader yang berpengalaman dalam memimpin anak buahnya dan memahami prinsip-prinsip leadership karena kelak akan bertanggung jawab terhadap nasib rakyatnya. Ia juga adalah orang yang mengerti betul kebutuhan-kebutuhan dasar rakyat yang bersifat kekinian dan berorientasi masa depan yang lebih baik serta selalu ber-empati (peduli) terhadap masyarakat tertindas (termarjinal). Untuk itu, ia harus merakyat berada di tengah-tengah rakyatnya sehingga tahu dan mengerti betul apa yang diinginkan rakyatnya.
Selain kewajiban seorang pemimpin untuk selalu bertanggung jawab atas rakyatnya, Islam juga mengatur kewajiban rakyat kepada pemimpinnya. Sebagai orang yang dipimpin harus menataati perintah para pemimpinnya. Dalam sebuah hadis disebutkan bahwa Rasulullah saw. bersabda :
حَدَّثَنَا ابْنُ جُرَيْجٍ فِي قَوْلِهِ أَطِيعُوا اللَّهَ وَأَطِيعُوا الرَّسُولَ وَأُولِي الْأَمْرِ مِنْكُمْ
Ibnu Juraij menceritakan Rasulullah bersabda : “Taatlah kamu kepada Allah taatlah kepada Rasul dan ulil amri (pemerintah) kamu”.(HR.Turmudzi)
Ketaatan seseorang kepada Allah dan rasulnya harus diiringi dengan ketaatan ia kepada pemimpinnya. Baik ia suka atau tidak, ia wajib menataatinya selama ia tidak menyalahi aturan-aturan hukum Allah. Kalau pemimpin sudah menyalahi aturan hukum Allah, maka ia tidak wajib untuk ditaati.
Rasulullah saw bersabda :
عَنْ ابْنِ عُمَرَ أَنَّ رَسُولَ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ قَالَ عَلَى الْمَرْءِ الْمُسْلِمِ الطَّاعَةُ فِيمَا أَحَبَّ أَوْ كَرِهَ إِلَّا أَنْ يُؤْمَرَ بِمَعْصِيَةٍ فَإِذَا أُمِرَ بِمَعْصِيَةٍ فَلَا سَمْعَ وَلَا طَاعَةَ
Dari ibnu umar ia berkata bahwa rasulullah saw. Bersabda :”Setiap orang wajib taat kepada pemimpinnya baik ia suka maupun tidak suka pada pemimpinnya selama pemimpin itu tidak menuruh maksiat, jika ia menyuruh maksiat maka janganlah ia didengar apalagi ditaati (HR. Ibnu Majah).
Dari keterangan hadis di atas terlihat bahwa pemimpin itu harus selalu amanah tanggung jawab terhadap kepemimpinannya dan juga tidak berbuat dzalim terhadap rakyatnya.
عَنْ أَبِي هُرَيْرَةَ قَالَ قَالَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ الدِّينُ النَّصِيحَةُ ثَلَاثَ مِرَارٍ قَالُوا يَا رَسُولَ اللَّهِ لِمَنْ قَالَ لِلَّهِ وَلِكِتَابِهِ وَلِأَئِمَّةِ الْمُسْلِمِينَ وَعَامَّتِهِمْ
Dari Abu Hurairah ia berkata: Rasulullah saw bersabda :”Agama adalah nasehat sampai tiga kali shabat bertanya: kepada siapa wahai rasul? Kepada Allah, kitab-kitab Allah dan para pemimpin kaum muslimin dan juga kepada orang-orang umum” (HR.Turmudzi)
Ada lima poin yang dapat kita jabarkan dari hadis ini. Pertama, yang dimaksud nasihat bagi Allah adalah beriman kepada-Nya dan tidak mengingkari sifat-sifat ketauhidan-Nya. Imam Nawawi mengungkapkan bahwa nashihah (kesetiaan) pada Allah SWT mencakup lima hal. Yaitu, menyifatkan pada Allah apa yang layak bagi-Nya, berserah pada-Nya lahir batin, bersemangat untuk melakukan apa yang dicintai-Nya dengan cara taat, takut mendapatkan murka-Nya dengan meninggalkan maksiat kepada-Nya, dan berjihad menentang orang-orang yang menetang-Nya.
Kedua, nasihat kepada kitab-kitab Allah. Artinya, kita harus mengimani, mempercayai Alquran dan kitab-kitab yang diturunkan Allah SWT sebelumnya. Lalu apa kewajiban kita terhadap kitab Allah tersebut, khususnya terhadap Alquran? Yaitu dengan qira'ah (membacanya), jangan sekadar membaca, tapi membacanya dengan tartil, dengan menggunakan kaidah-kaidah yang dicontohkan Rasul, dan mentadaburi (memahami) kandungan Alquran tersebut untuk kita amalkan.
Ketiga, nasihat kepada Rasulullah SAW adalah dengan mencintainya secara tulus, melebihi kecintaan terhadap makhluk Allah SWT lainnya. Dalam sebuah hadis disebutkan, "Belum beriman salah seorang di antara kalian, sebelum aku lebih dicintai daripada anaknya, orang tuanya, dan seluruh manusia". Bagaimana cara kita mencintai beliau? Intinya, kita harus menjaga dan memelihara kesucian warisannya (Alquran dan Sunnah), lalu mempraktikkannya dalam keseharian kita.
Keempat, nasihat kepada pemimpin Islam. Pemimpin di sini adalah orang-orang yang melanjutkan kepemimpinan Rasulullah SAW, orang-orang yang dengan kekuasaannya berusaha menegakkan amar ma'ruf nahyi munkar, dan berakhlak sebagaimana Rasul berakhlak. Memilih pemimpin yang memiliki komitmen keislaman termasuk salah satu ikhtiar untuk ber-nashihah pada pemimpin.
Kelima, nasihat kepada seluruh kaum Muslim. Banyak hal yang dapat kita lakukan kepada kaum Muslim dalam kerangka nasihat ini. Di antaranya, mencintai mereka tanpa memandang golongan dan asal usulnya, menjaga kehormatannya, tidak menyebarkan aib dirinya, selalu berbuat baik, selalu mendoakan keselamatan baginya, dan selalu memberi 'bimbingan' agar mereka memperoleh keselamatan dalam hidup.

D. Kajian konfirmatif

Selain dalam hadis, konsep seorang pemimpin juga terdapat dalam al- Qur’an diantaranya yaitu:
وَإِذْ قَالَ رَبُّكَ لِلْمَلاَئِكَةِ إِنِّي جَاعِلٌ فِي الأَرْضِ خَلِيفَةً قَالُواْ أَتَجْعَلُ فِيهَامَن يُفْسِدُ فِيهَا وَيَسْفِكُ الدِّمَاء وَنَحْنُ نُسَبِّحُ بِحَمْدِكَ وَنُقَدِّسُ لَكَ قَالَ إِنِّي أَعْلَمُمَا لاَ تَعْلَمُونَ
Ingatlah ketika Tuhanmu berfirman kepada para Malaikat: "Sesungguhnya Aku hendak menjadikan seorang khalifah di muka bumi." Mereka berkata: "Mengapa Engkau hendak menjadikan (khalifah) di bumi itu orang yang akan membuat kerusakan padanya dan menumpahkan darah, padahal kami senantiasa bertasbih dengan memuji Engkau dan mensucikan Engkau?" Tuhan berfirman: "Sesungguhnya Aku mengetahui apa yang tidak kamu ketahui."( al Baqarah: 30)
Dalam ayat di atas kata kholifah pada mulanya diartikan dengan yang menggantikan atau yang dating sesudah siapa yang dating sebelumnya atas dasr ini ada yang memahami kata kholifah di sisn dalam arti yang menggantikan Allah dalam menegakkan kehendakNya dan menerapkan ketetapan – ketetapan Nya, tetapi bukan karena Allah tidak mampu atau menjadikan manusia berkedudukan sebagai tuhan.Namun karena Allah bermaksud menguji manusia dan memberinya penghormatan.Ada lagi yang memahaminya dalam arti yang menggantikan makhluk lain dalam menghuyni bumi ini.
Kekhalifahan mengharuskan makhluk yang diserahi tugas itu melaksanakan tugasnya sesuai dengan petunjuk Allah yang memberinya tugas dan wewenang. Kebijaksanaan yang tidak sesuai dengan kehendakNya adalahj pelanggaran makna dan tugas kekholifahan.
Dalam ayat lain disebutkan bahwa seorang pemimpin harus mempunyai sifat keimaman.
لِلْمُتَّقِينَ إِمَاماً وَاجْعَلْنَا رَبَّنَا هَبْ لَنَا مِنْ أَزْوَاجِنَا وَذُرِّيَّاتِنَا قُرَّةَ أَعْيُنٍ
Dan orang orang yang berkata: "Ya Tuhan kami, anugrahkanlah kepada kami isteri-isteri kami dan keturunan kami sebagai penyenang hati (kami), dan jadikanlah kami imam bagi orang-orang yang bertaqwa. (Q.S Al-Furqon/25: 74).
Kata imam terambil dari kata amma yaummu yang berarti menuju, menumpuatau meneladani. Dari akar kata yang sama lahir antara lain kata umum yang berarti ibu dan imam yang maknanya pemimpin, karena keduanya menjadi tauladan, tumpuan pandangan dan harapan. Ada juga yang berpendapat bahwa kata imam pada mulanya berarti cetakan seperti cetakan untuk membuat sesuatu yang serupa bentuknya dengan cetakan itu.dari sini kemudian imam diartikan teladan.
Selain itu tugas dari pemimpin adalah memberikan petunjuk kepada bawahannya apabila terjadi kesalahan atau bawahan kurang paham mengenai tugas yang harus ia selesaikan.
Allah berfirman :
وَجَعَلْنَا مِنْهُمْ أَئِمَّةً يَهْدُونَ بِأَمْرِنَا لَمَّا صَبَرُوا وَكَانُوا بِآيَاتِنَا يُوقِنُونَ
Dan Kami jadikan di antara mereka itu pemimpin-pemimpin yang memberi petunjuk dengan perintah Kami ketika mereka sabar. Dan adalah mereka meyakini ayat-ayat Kami.( as – Sajdah : 24)
Kata aimmah bentuk jamak dari imam dan imam berarti di depan.siapa yang di depan biasanya diikuti atau dirujuk.Dari sin ummun menjadi tempat rujukan ataui kembali anak.imam demikian juga ia diteladani dalam sikap dan perbuatannya. Sabda nabi Muhammad saw.”Tidak lain tujuan dari adanya imam kecuali agar ia diteladani”.
Ayat lain Allah berfirman :

الرِّجَالُ قَوَّامُونَ عَلَى النِّسَاء بِمَا فَضَّلَ اللّهُ بَعْضَهُمْ عَلَى بَعْضٍ وَبِمَا أَنفَقُواْ مِنْ أَمْوَالِهِمْ فَالصَّالِحَاتُ قَانِتَاتٌ حَافِظَاتٌ لِّلْغَيْبِ بِمَا حَفِظَ اللّهُ وَاللاَّتِي تَخَافُونَ نُشُوزَهُنَّ فَعِظُوهُنَّ وَاهْجُرُوهُنَّ فِي الْمَضَاجِعِ وَاضْرِبُوهُنَّ فَإِنْ أَطَعْنَكُمْ فَلاَ تَبْغُواْ عَلَيْهِنَّ سَبِيلاً إِنَّ اللّهَ كَانَ عَلِيّاً كَبِيراً
, oleh karena Allah telah melebihkan sebahagian mereka (laki-laki) atas sebahagian yang lain (wanita), dan karena mereka (laki-laki) telah menafkahkan sebagian dari harta mereka. Sebab itu maka wanita yang saleh, ialah yang ta'at kepada Allah lagi memelihara diri ketika suaminya tidak ada, oleh karena Allah telah memelihara (mereka) . Wanita-wanita yang kamu khawatirkan nusyuznya , maka nasehatilah mereka dan pisahkanlah mereka di tempat tidur mereka, dan pukullah mereka. Kemudian jika mereka mentaatimu, maka janganlah kamu mencari-cari jalan untuk menyusahkannya . Sesungguhnya Allah Maha Tinggi lagi Maha Besar.( An Nisa’: 34)
Kata ar rijaal adalah bentuk jamak dari kata rajul yang biasanya diterjemahkan lelaki, walaupun al qur’an tidak selalu menggyunakannya dalam arti tersebut.Banayak ulama yang memahami kata ar rijal dalam ayat ini dalam arti para suami.
Pengertian ‘kepemimpinan’ tercakup pemenuhan kebutuhan,perhatian, pemeliharaan, pembelaan dan pembinaan. Kepemimpinan untuk setiap unit merupakan suatu yang mutlak, lebih-lebih bahi setiap keluarga, karena mereka selalu bersama dan merasa memilki pasangan dan keluarganya persoalan yang dihadapi suami istri sering kali muncul dari sikap jiwa yang tercermin dalam keceriaan wajah atau lembutnya sehingga persesuaian dan perselisihan dapat muncul seketika tapi boleh jadi sirna seketika kondisi seperti ini membutuhkan seorang pemimpin, melebihi kebutuhan satu perusahaan yang bergelut dengan angka-angka, bukan dengan perasaan serta diikat dengan perjanjian rinci yang dapat diselesaikan melalui pengadilan dari situlah Allah menetapkan lelaki sebagai pemimpin dengan dua pertimbangan pokok.
1) Allah melebihkan sebagaian mereka atas sebagian yang lain yakni ; masing-masing memilki keistimewaan- keistimewaan.
2) Disebabkan mereka telah menafkahkan sebagaian harta mereka.




E. Sejarah Tentang Kepemimpinan Rasulullah SAW

Rasulullah s.a.w merupakan contoh seorang pemimpin yang dapat kita teladani. Beliau pemimpin ummat islam hingga akhir zaman. Sebagai khalifah beliau memimpin rakyat dalam pemerintahan negara maupun peperangan, beliau sangat adil dan bijaksana dalam memimpin, mengasihi orang-orang yang lemah, namun tegas terhadap orang yang kafir, dan beliau adalah ahli strategi perang yang jitu. Diluar itu, beliau adalah kepala keluarga yang bertanggungjawab kepada istri dan anak-anaknya. Namun demikian beliau memiliki sifat romantis, mesra dan diselingi canda kepada istri-istrinya.
Kepemimpinan Rasulullah saw. sangat luar biasa. Dalam masa 22 tahun beliau sanggup mengangkat derajat bangsa Arab dari bangsa jahiliah yang diliputi kebodohan dan keterbelakangan menjadi bangsa terkemuka dan berhasil memimpin banyak bangsa di dunia. Orang-orang yang berada di bawah kepemimpinannya merasakan kelembutan, kasih sayang dan penghormatan dari seorang pemimpin bernama Muhammad.
Cara berpikir Muhammad saw yang lurus terlahir dari cara pandangnya yang juga lurus terhadap hidup dan kehidupan ini. Cara berpikir yang lurus tadi menghasilkan sebuah keputusan yang tepat sekaligus dapat diterima semua pihak.
Inilah cara berpikir Muhammad saw tersebut :
1. Beliau menomorsatukan fungsi sebagai landasan dalam memilih orang atau sesuatu, bukan penampilan atau faktor-faktor luar lainnya
Keempat sahabat yang dikenal sangat dekat dengan Beliau, yakni Abu Bakar Assidiq, Umar ibnu Khattab, Ustman ibnu Affan dan Ali ibnu Abi Tholib adalah gambaran jelas kemampuan Muhammad saw dalam melihat fungsi. Keempat sahabat tersebut memiliki fungsi sendiri-sendiri dalam era kepemimpinan Muhammad saw, yaitu :
- Abu Bakar as Siddiq yang bersifat percaya sepenuhnya kepada Muhammad saw, adalah sahabat utama. Ini bermakna kepercayaan dari orang lain adalah modal utama seorang pemimpin.
- Umar ibnu Khattab bersifat kuat, berani dan tidak kenal takut dalam menegakkan kebenaran. Ini bermakna kekuasaan akan efektif apabila ditunjang oleh semangat pembelaan terhadap kebenaran dengan penuh keberanian dan ditunjang kekuatan yang memadai.
- Usman bin Affan adalah seorang pedagang kaya raya yang rela menafkahkan seluruh harta kekayaannya untuk perjuangan Muhammad saw. Faktor ketiga yang tidak kalah penting adalah pendanaan. Sebuah kepemimpinan akan lebih lancar apabila ditunjang kondisi ekonomi yang baik dan keuangan yang lancar. Dan juga dibutuhkan pengorbanan yang tulus dari pemimpinnya demi kepentingan orang banyak.
- Ali bin Abi Thalib adalah seorang pemuda yang berani dan tegas, penuh ide kreatif, rela berkorban dan lebih suka bekerja dari pada bicara. Kepemimpinan akan menjadi semakin kuat karena ada regenerasi. Tidak ada pemimpin yang berkuasa selamanya, dia perlu menyiapkan penerus agar rencana-rencana yang belum terlaksana bisa dilanjutkan oleh generasi berikutnya.
2. Beliau mengutamakan segi kemanfaatan daripada kesia-siaan
Tidak ada perkataan, perbuatan bahkan diamnya seorang Muhammad yang menjadi sia-sia dan tidak bermakna. Pilihan terhadap kurma, madu, susu kambing dan air putih sebagai makanan yang bermanfaat untuk tubuh adalah salah satu contohnya. Bagaimana sukanya Muhammad terhadap orang yang bekerja keras dan memberikan manfaat terhadap orang banyak dan kebencian beliau terhadap orang yang menyusahkan dan merugikan orang lain adalah contoh yang lain.
3. Beliau mendahulukan yang lebih mendesak daripada yang bisa ditunda
Ketika ada yang bertanya kepadanya, mana yang harus dipilih apakah menyelamatkan seorang anak yang sedang menghadapi bahaya atau meneruskan shalat, maka beliau menyuruh untuk membatalkan shalat dan menyelamatkan anak yang sedang menghadapi bahaya.
4. Beliau lebih mementingkan orang lain daripada dirinya sendiri
Ketika datang wahyu untuk melakukan hijrah dari kota Makkah ke Madinah, Muhammad Saw baru berangkat ke Madinah setelah semua kaum Muslimin Makkah berangkat terlebih dulu. Padahal saat itu beliau terancam akan dibunuh, namun tetap mengutamakan keselamatan kaumnya yang lebih lemah.
Ketika etnik Yahudi yang berada di dalam kekuasaan kaum Muslimin meminta perlindungan kepadanya dari gangguan orang Islam di Madinah, beliau sampai mengeluarkan pernyataan : Bahwa barang siapa yang mengganggu dan menyakiti orang-orang Yahudi yang meminta perlindungan kepadanya, maka sama dengan menyatakan perang kepada Allah dan Rasulnya. Padahal tindakan demikian bisa menjatuhkan kredibilitas Beliau di mata kelompok-kelompok etnik Arab yang sudah lama memusuhi etnik Yahudi.
5. Beliau memilih jalan yang tersukar untuk dirinya dan termudah untuk umatnya
Apabila ada orang yang lebih memilih mempersulit diri sendiri dari pada mempersulit orang lain, maka dia adalah para Nabi dan Rasul. Begitu pun dengan Muhammad saw. Ketika orang lain disuruh mencari jalan yang termudah dalam beragama, maka Beliau memilih untuk mengurangi tidur, makan dan shalat sampai bengkak kakinya.
Ketika dia menyampaikan perintah Allah Swt kepada umat untuk mengeluarkan zakat hartanya hanya sebesar 2,5 bagian saja dari harta mereka, dia bahkan menyerahkan seluruh hartanya untuk perjuangan dan tidak menyisakan untuknya dan keluarganya, kecuali rumah yang menempel di samping mesjid, satu dua potong pakaian dan beberapa butir kurma atau sepotong roti kering untuk sarapan. Sampai-sampai tidurnya hanya di atas pelepah korma.
Seperti pernah dia bertanya kepada Aisyah ra. Istrinya apakah hari itu ada sepotong roti kering atau sebiji korma untuk dimakan. Ketika istrinya berkata bahwa tidak ada semua itu, maka Muhammad Saw mengambil batu dan mengganjalkannya ke perut untuk menahan lapar.
6. Beliau lebih mendahulukan tujuan akhirat daripada maksud duniawi
Para Nabi dan Rasul adalah orang-orang terpilih sekaligus contoh teladan bagi kita. Muhammad Saw menunjukkan bahwa jalan akhirat itu lebih utama daripada kenikmatan dunia dengan seluruh isinya ini. Karena pandangannya yang selalu melihat akhirat sebagai tujuan, maka tidak ada yang sanggup menggoyahkan keyakinannya untuk menegakkan kebenaran.
“Seandainya kalian letakkan matahari di tangan kananku dan bulan di tangan kiriku, maka aku tidak akan berhenti dalam menyampaikan risalah ini.” Demikian Muhammad Saw berkata kepada para pemimpin Quraisy yang mencoba menyuap Muhammad Saw dengan harta benda, menjanjikan kedudukan tertinggi di kalangan suku-suku Arab dan juga menyediakan wanita-wanita cantik asalkan Muhammad Saw mau menghentikan dakwahnya di kalangan mereka.
F. Kritik Praksis Tentang Kepemimpinan Dalam Kontek Kekinian

Pemilihan pimpinan dalam era reformasi, khususnya dalam pemilihan kepala daerah didasarkan pada Undang-Undang No. 22 tahun 1999. Pola pemilihan kepemimpinan dalam hal ini dilakukan dalam satu paket, kepala daerah dan wakil kepala daerah, yang diajukan oleh partai atau gabungan partai melalui fraksi atau gabungan (koalisi) fraksi.
Beberapa pengalaman menunjukkan hampir tidak ada satu partai atau satu fraksi mengajukan sendiri paket calon kepala daerah, seluruhnya merupakan paket koalisi, dimana kepala daerah dan wakil kepala daerah dipastikan berasal dari partai yang berbeda. Setelah paket disahkan,dilakukan pemilihan oleh DPRD (untuk paket-paktek kepala daerah).
Secara formal nomenklatur kepemimpinan satu paket menyatakan adanya posisi kepala dan wakil kepala (daerah). Demikian juga, mungkin, sebelum paket tersebut diluncurkan, sudah ada kesepakatan-kesepakatan diantara kedua pihak misalnya tentang pembagian “kekuasaan” diantara mereka. Tetapi harus disadari bahwa kesepakatan tersebut tidak mempunyai kekuatan hukum karena tidak diatur atau diakomodasikan dalam undang-undang, sehingga apabila ada cedera dengan kesepakatan tersebut atau salah satu dirugikan (terutama dalam hal ini posisi wakil kepala daerah), tidak dapat digugat. Disinilah problematika itu muncul karena ada hal-hal selama ini tersembunyi, namun justru merupakan energi pemicu ketidakharmonisan hubungan dan lain-lain.
Harus disadari bahwa dalam pemilihan kepemimpinan sistem paket, suara yang diperoleh (manakala paket tersebut memenangkan pemilihan) merupakan suara bersifat kolektif-kumulatif, bukan suara yang bersifat diskrit. Penjelasannya, bahwa suara yang diperoleh adalah karena paket yang bersifat integral. Sebagai ilustrasi, A (dari partai A) terpilih menjadi kepala daerah, karena berpasangan dengan B (dari partai B). Demikian juga B menjadi wakil kepala daerah karena berpasangan dengan A. Seandainya paket tersebut demikian komposisi pasangannya tidak demikian, mungkin saja A dan B tidak menjadi pimpinan di daerah pemilihannya.
Berdasarkan ilustrasi tersebut, maka terpilihnya paket tersebut merupakan prestasi bersama (kolektif). Salah satu tidak bisa mengklaim sebagai prestasi dirinya terpisah dari prestasi pasangannya. Dalam keadaan demikian, kedua-duanya mempunyai kedudukan yang setara, karena satu sama lain saling mengisi dan menerima. Dalam perjalanan pengelolaan pemerintahan, terlihat bahwa kepala daerah lebih dominan dalam menentukan dan memutuskan kebijakan-kebijakan pemerintahan ketimbang wakil kepala daerah, disamping karena Undang-Undang memungkinkan demiian, juga karena posisi wakil yang tidak jelas. Hal inilah yang kemudian menjadi problematika seperti rivalitas dan perbedaan preferensi, ketidakjelasan kewenangan, tanggung jawab dan masalah penggantian wakil kepala daerah jika berhalangan tetap.
a) Rivalitas dan Perbedaan Preferensi
Pola pemilihan kepemimpinan dalam satu paket tetapi berasal dari unsur terbukti menimbulkan rivalitas. Isu yang paling hangat dan menjadi sorotan banyak pihak adalah rivalita antara Presiden dan Wakil Presiden yang dikatakan sementara pihak terjadi salib-menyalip, kendati hal tersebut dibantah oleh Presiden sendiri Di tingkat daerah rivalitas, kendati banyak dibantah, lebih “semarak” lagi, Tak dapat dipungkiri bahwa banyak hubungan kepala daerah dan wakilnya tidak harmonis. Bahkan ada salah seorang wakil kepala daerah di Jawa Barat tidak mau masuk kantor, karena tidak setuju dengan kebijakan bupati terkait dengan izin penggunaan genset oleh sebuah industri tekstil. Demikian juga dalam penentuan atau pengisian personalia perangkat daerah, terutama jabatan eselon II, sering muncul perebutan untuk menempatkan “orang-orangnya” dalam jabatan yang dipandang strategis.
Rivalitas ini terjadi karena, meskipun secara formal, wakil kepala daerah adalah “wakil” kepala daerah tersebut, namun secara riil wakil kepala daerah adalah wakil partai yang “dikawinkan” dengan kepala daerah yang berasal dari partai yang berbeda, bukan atas dasar usulan atau pilihan kepala daerah terpilih atau kepala daerah incumbent. Dengan adanya rivalitas, fungsi dan tugas wakil kepala daerah yaitu membantu kepala daerah dalam menjalankan berbagai kebijakan bisa terbengkalai, karena alih-alih membantu, malah sibuk “mengintip” berbagai momen kelemahan dan kelengahan kepala daerah atau sengaja membiarkan kepala daerah menggali lubang sendiri terjerat hukum atau mendapatkan hukuman, yang mengharuskan dirinya diberhentikan. Dalam kondisi demikian, wakil kepala daerah dengan “lenggang kangkung” otomatis menjadi kepala daerah.
Disamping masalah rivalitas, antara kepala daerah dan wakilnya juga bisa saja memiliki preferensi yang berbeda untuk suatu kebijakan atau pilihan tertentu baik yang didasarkan atas kepentingan atau pertimbangan subyektifnya. Perbedaan ini akan menjadi masalah manakala perbedaan tersebut mencuat ke permukaan.
b) Problematika Kewenangan
Sebelum era reformasi, kewenangan dan tanggung jawab wakil pimpinan digariskan oleh pimpinan. Hal ini karena, posisi wakil betul-betul dalam sebagai pembantu pimpinan, dan tentu sajasebelum diusulkan dan diangkat telah memenuhi syarat dan mampu bekerja sama dengan pimpinan terpilih. Rambu-rambu tugas jelas dan biasanya dalam wilayah tugas-tugas teknis, bukan kebijakan
Dalam pola kepemimpinan paket di era reformasi, tugas kepala daerah sebagaimana digariskan dalam Undang-Undang Nomor 22 tahun 1999 maupun Undang-Undang Nomor 32 tahun 2004 adalah membantu kepala daerah, memberikan saran dan pertimbangan kepada kepala daerah dan melaksanakan tugas dan kewenangan kepala daerah apabila berhalangan. Pembagian tugas secara terperinci dilakukan atas kesepakatan kedua pihak yang dirumuskan dan diputuskan dalam ketentuan tersendiri. Garis tugas yang sangat umum dalam undang-undang dan pembagian kerja secara rinci yang diserahkan kepada kesepakatan kedua pihak bisa menimbulkan suasana tawar-menawar (bargaining position) antara kedua belah pihak, yang hasilnya bisa saja memuaskan atau tidak memuaskan salah satu pihak, atau keduanya sama-sama tidak puas karena sebagian kewenangannya terambil oleh pihak lain. Problem selanjutnya, jika pun ada pembagian tugas dan kewenangan yang telah dibagi tersebut, apa bentuk kewenangan wakil kepala daerah tersebut. Dapatkah wakil kepala daerah mengeluarkan suatu kebijakan? Jika ya, dalam bentuk apa kebijakan tersebut? Jika staf menuntut suatu kebijakan harus tertulis (sebagai bukti jika ada masalah hukum di kemudian hari), dapatkah wakil kepala daerah menandatangani surat keputusan atau surat penunjukkan ? Jika tidak, apa bentuk kewenangan tersebut? Problema inipun tidak hanya terjadi di tingkat pemerintahan daerah, tetapi juga di tingkat pusat. Masih segar dalam ingatan kita ketika Wakil Presiden mengeluarkan SK tentang Badan Koordinasi Nasional Penganggulangan Bencana Aceh dan Sumatera Utara? Problema tersebut menjadi polemik hukum dan administratif, dan bahkan telah melebar ke wilayah politik.
c. Problematika tanggung Jawab
Problematika selanjutnya adalah seberapa jauh seorang wakil kepala daerah bertanggung jawab terhadap suatu kebijakan yang telah diambil oleh pemerintah daerah yang dipimpinnya, terlebih apabila kebijakan tersebut menimbulkan masalah dan tuntutan hukum baik pidana maupun perdata. Logikanya, sesuai dengan kepemimpinan satu paket, maka baik kepala daerah maupun kepala daerah sama-sama memikul tanggung jawab hukum termasuk harus diperiksa aparat hukum dan tuntutan di pengadilan, karena kebijakan tersebut prosesnya dan diputuskan dalam mekanisme dimana wakil kepala daerah pun terlibat dalam perumusan dalam bentuk masukan, saran dan pertimbangan, bahkan juga kepentingannya. Namun menilik beberapa kasus dana perumahan anggota DPRD di beberapa propinsi, Kepala Daerah dijadikan tersangka dalam kasus tersebut, tetapi wakilnya tidak. Salah satu alasan hukum yang mengemuka adalah karena Kepala Daerah tersebut menandatangani Keputusan penetapan APBD yang di dalamnya termuat antara lain dana perumahan bagi anggota DPRD daerah tersebut, sementara wakil kepala daerah sendiri tidak membubuhkan tanda tangan pada Surat Keputusan tersebut
d. Problematika Penggantian Wakil Kepala Daerah
Undang-undang Nomor 22 tahun 1999 menyatakan bahwa apabila kepala daerah berhalangan tetap, maka digantikan oleh wakil kepala daerah sampai habis masa jabatannya. Sedangkan apabila wakil kepala daerah berhalangan tetap, tidak diisi atau tidak ada penggantian. Beberapa daerah, termasuk Kota Bandung yang pemilihannya masih menggunakan payung hukum Undang-Undang Nomor 22 tahun 1999 sejak Wakil Walikota meninggal sampai saat ini posisi tersebut masih dibiarkan kosong. Pernyatan undang-undang ini mengesankan wakil kepala daerah sebagai “ban serep” atau tidak perlukan karena toh, karena jika berhalangan tetap tidak perlu diisi. Kalau demikian untuk apa ada posisi wakil kepala daerah Pernyataan undang-undang ini memang tidak mengandung problematika apabila undang- undang tersebut tidak dicabut dan diganti dengan Undang-Undang Nomor 32 tahun 2004. Problematika yang muncul pada Undang-Undang Nomor 32 tahun 2004 adalah pada mekanisme penggantian wakil kepala daerah seperti pada pasal 35 dimana kepala daerah mengusulkan 2 (dua) orang calon kepala daerah untuk dipilih oleh Rapat Paripurna DPRD. Siapa yang akan diusulkan oleh kepala daerah tersebut? Memang secara tersamar 2 (dua) orang calon tersebut diusulkan oleh partai politik atau gabungan partai politik yang pasangan calonnya terpilih dalam pemilihan kepala daerah. Pernyataan ini masih mengandung problematika, yaitu apabila penggantian wakil kepala daerah itu terjadi setelah adanya Pemilihan Umum. Mengapa? Ada kemungkinan terjadi perubahan kontstelasi politik, dimana partai pengusung pasangan (paket) kepala daerah/wakil kepala daerah pada saat pemilihan merupakan mayoritas, tetapi setelah diselingi pemilihan umum, menjadi minoritas. Bagaimana reasoning nya jika dikaitkan dengan prinsip keterwakilan? Apa solusinya jika mayoritas anggota DPRD (karena perbedaan partai dan peta konstelasi politik sudah berubah)
menolak usulan 2 (dua) orang wakil kepala daerah tersebut? Solusi jalan buntu, misalnya dengan mengocok koalisi ulang tanpa memperhatikan ketentuan pasal 35 tersebut, pasal tersebut menjadi mubazir dan akan mengundang perdebatan tak berkesudahan.

Penutup

Dari beberapa penjelasan dan pemaparan di atas, persoalan kepemimpinan adalah bagian yang sangat penting dalam kehidupan bermasyarakat berbangsa dan bernegara. Karena maju dan mundurnya suatu bangsa akan sangat ditentukan oleh pemimpinannya. Kita sebagai umat Islam harus berusaha untuk menjadi pemimpin bagi umat manusia, dalam semua aspek kehidupan dari jenjang yang terendah sampai yang tertinggi. Untuk itu para pemimpin umat harus menyadari bahwa posisi atau kedudukannya itu merupakan ujian Allah terhadap keimanannya.
Seorang pemimpin harus berusaha menjalankanm kepemuimpinan yang diridhoi Allah swt, jika tidak ingin menjadi orang yang merugi. Kepemimpinan harus dimanfaatkan untuk mewujudkan semua perintah dan meninggalkan semua larangan Allah swt, dalam rangka memakmurkan bumi sebagai satu-satunya tempat bermukim yang baik.












Daftar Pustaka

H Sulaiman Rasjid, Fiqih Islam cet 41 (Sinar Baru Algesindo : Bandung 2008)
H. Moch. Anwar, Tarjamah Matan Alfiyah, cet.IV( Al Maarif: Bandung,1994),
Ahmad Warson Munawwir, Kamus Al Munawwir, cet.25 ( Pustaka Progressif: Surabaya,2002)
Rochman, Pemimpin Dalam Al-Qur’an, www. Forum ukhuwah. Com, 24/11/2008
M.Quraish Shihab, Tafsir Al Misbah, vol.I cet. VII , Jakarta : Lentera Hati.2006
Arland, Agama Adalah Nasehat, www. Mencintai Islam.com/25/11/2008
Muhyidin syaf, Tafsir Jalalain, ter., (Sinar Baru, Bandung:1995)
www.salam online.com 24/11/2008
Anwariansayah, 6 Prinsip Cara Berfikir Seorang Pemimpin Bernama Muhammad, www.wikimu.com 24/11/2008
Drs. SAM’UN JAJA RAHARJA, M.Si. Problematika Kepemimpinan Satu Paket Harian Pikiran Rakyat, 22 juni 2005

Prof.Dr.Hadari Nawawi, Kepemimpinan Menurut Islam, Gajah Mada University Press, Yogyakarta:1993

Tidak ada komentar:

Posting Komentar